CINTA TAK SEMALANG ITU

Ranika Mayang Sari
Chapter #3

BERPURA-PURA

“Ingin rasanya tidak pulang, tapi kasihan tinggali mama sendirian di rumah.”

Pikiran jernih itu tiba-tiba menyusup di otak Sisi. Dengan kaki yang sudah sangat lelah, Sisi berjalan kembali menuju rumahnya. Terlihat bu Rahma termenung di dalam kamarnya, tatapan matanya seolah tak bertujuan. Sisi bergegas masuk ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya kembali. Suara hentakan pintunya membuyarkan tatapan kosong bu Rahma. Sisi melorotkan tubuhnya yang kecil itu ke atas kasur dan menenggelamkan wajahnya yang sejengkal itu dengan selimutnya yang tipis.

“Si.., kamu sudah pulang, nak?”

Perlahan bu Rahma beranjak dari kasur dan berjalan cepat kearah kamar Sisi. Tangan bu Rahma berulang-ulang mengetok-ngetok pintu, namun tidak direspon oleh wanita yang umurnya mendekati 17 tahun itu.

“Maaf kan mama sayang, mama ngak bermaksud membentak kamu. Ayo lah nak, tolong buka pintunya.” Ucap bu Rahma sambil menyenderkan keningnya ke arah pintu. Mata nya mulai berkaca-kaca. Pundaknya tampak naik turun sambil menahan tangisannya yang ingin pecah.

Sisi tersentak dengan janji Tio. Tangannya meraba ponselnya yang tertimpa di bawah bantal

“Jangan lupa ya, Tio?” Isi Wa nya.

Menerima pesan dari Sisi membuat Tio teringat akan janjinya. Lelaki yang tidak terlalu kurus itu menghampiri mamanya. Baju kaos dan celana boxer adalah gayanya yang khas setiap hari. Gaya rambutnya seperti band korea yang lagi ngehits membuat senyumnya dapat menghentikan detak jantung semua wanita ketika memandangnya.

“ Ma, lagi ngapain? Rajin banget.” Ucap Tio tersenyum sempit.

“Ya rajin lah! Kalau bukan mama yang siram, ngak akan ada yang mau menyiram bunga mama. Mengharapkan papa kamu yang merawat, runtuh planet!” Celetuknya sambil memegang selang air yang tidak terlalu kencang airnya.

Tio tertawa lepas.

“Planet apa yang runtuh, ma?”

“Planet bumi lah.” Jawabnya seadanya.

“Memangnya cuma planet bumi aja yang ada? Masih banyak yang lain, ma. Contoh nya— Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus.”

“Sudah, sudah, sudah. Pusing mama dengarnya. Bukan bantuin mamanya, malah sibuk menghapal angkasa!”

Wajah bu Tio mengkerut sambil memencak-mencak kan selang airnya kearah bunga yang terlihat layu dan tak bergairah.

Sebelum bom Hirosima dan Nagasaki meledak, Tio langsung mengambil ancang-ancang untuk melunakkan hati mamanya yang seperti cuaca, suka berubah-ubah.

“Aku bantuin ya, ma?” Ucap Tio bagaikan pahlawan di sore hari untuk menyelamatkan semesta alam dari getaran bom Nagasaki yang mampu meruntuhkan rumahnya dalam sekejap. Tio merampas selang air dari tangan wanita yang berambut pirang itu.

“Ngak perlu! Mama bisa sendiri.” Ucapnya sambil merampas kembali selang air dari tangan Tio.

Melihat mamanya bersikeras, ilmu pasrah adalah ilmu yang terakhir untuk menghadapi wanita yang berambut pirang itu.

“Ma, aku mau tanya sesuatu.”

“Tanya apa.” Ucapnya sebal.

“Kenapa papanya Sisi ngak pernah kelihatan, ma?” Tanya Tio sambil mendekat kesamping bu Tio. Sontak mata bu Tio melirik cepat ke arah Tio yang juga memperhatikannya sedari tadi.

“Pasti kerja papahnya bagus ya, ma?” Tanya Tio memancing pembicaraan.

“Ngak...... Siapa yang bilang?” Ucap bu Tio sambil menjatuhkan selang air yang di pegangnya. Spontan jiwa reseknya meronta-ronta ingin menggosip. Walaupun sifat mamanya begitu, namun Tio tetap memaklumi mamanya dan menyayanginya. Karena sejak kecil bu Tio tidak pernah dirawat oleh ibu sendiri. Namun ia beruntung mendapatkan suami seperti pak Gogo, yang sabarnya melampaui jalannya keong.

“Bu Rahma itu korban pemerkosaan. Mamanya di perkosa orang. Dia itu anak haram. Makanya, kamu jangan dekat-dekat sama Sisi.” Bisik bu Tio ketelinga anaknya. Perkataan bu Tio seperti petir di siang bolong yang tiba-tiba mengejutkan jantung Tio, hingga getarannya terasa menyiksa.

“Apa!”

“Jangan teriak, kalau di dengar orang, gimana? Mama ngak mau bicara tentang dia pada orang-orang, dan ngak penting juga mama memikirkan keluarga mereka.” Jelas bu Tio sembari menyiram tanamannya kembali.

“kamu ngapain sih tanya papa nya Sisi!? Ngak biasanya.... ” Bu Tio memandang sinis.

“Ngak apa-apa, ma. Aku cuma ingin tau.” Ujar Tio dan langsung pergi meninggalkan bu Tio dengan raut wajah yang masih kusut.

 Tio sedikit kaget mendengar perkataan mamanya, masih ngak percaya. Tio kembali kekamarnya dengan beribu pertanyaan yang menyusup di otaknya, membuat kepalanya pusing. Ia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Sisi, namun hatinya ragu dan lebih merahasiakannya sendiri.

Satu malam ia berperang dalam pikirannya sendiri di dalam kamar yang tampak luas untuk ditiduri seorang diri. jari-jarinya masih terasa kaku untuk menghubungi Sisi. Tio menatap dinding kamarnya yang telah di tempeli poster-poster grup band "Slank". Tidak ada yang bernafas di dalam kamarnya kecuali dirinya.

“Apa aku pura-pura ngak tau aja ya? Bagaimana kalau dia tau yang sebenarnya? Aarrrgggg !!! pusing!” Teriak Tio sambil menarik rambutnya.

“Ada apa itu teriak-teriak.”

Tio langsung memasang aksi muslihatnya. Dengan sigap kakinya menuju ke atas kasur dan berpura-pura menonton film Action.

“Ngak apa-apa, ma. Filmnya buat emosi.” Jawab Tio sembari menyebar senyum palsunya kearah bu Tio yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.

“Tidur! Besok sekolah!”

Lihat selengkapnya