Di bawah guyuran derasnya air hujan kota Jakarta, gadis berusia 16 tahun itu berdiri seraya mendongakkan kepalanya ke atas dan menengadahkan kedua tangannya untuk menerima setiap mili air hujan yang jatuh. Sesekali, tangan kanannya menyapu wajahnya yang kualahan menerima hantaman air hujan. Bibirnya sudah mulai membiru kedinginan, tapi tak membuat gadis itu angkat kaki dari tempatnya dan berteduh.
Sementara tak jauh dari sana, laki-laki dengan kaos berwarna hitam dan kemeja berwarna coklat yang dibiarkan terbuka serta celana jeans berwarna senada dengan kaosnya itu hanya diam mengamati setiap pergerakan gadis itu. Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.
“Ajak dia pulang!” Suara tiba-tiba itu sontak membuat laki-laki kemeja coklat menoleh.
“Fiz!”
“Tapi Ar, dia nggak mungkin mau,” elak laki-laki kemeja coklat yang bernama lengkap Faiz Fadlullah Hafiz
“Jangan bodoh! Kalau dia terus-terusan kayak gini dia bisa sakit. Sekarang hampiri dia dan ajak dia pulang, dia lebih menurut jika sama kamu,” kata Arsen dengan nada suara yang tegas. Arsen adalah sahabat Hafiz sejak masih duduk di bangku SD. Karena rumah mereka bersebelahan dan semasa kecil seringkali bermain bersama. Ia tadi ingin mengajak Hafiz untuk pergi ke toko buku. Tapi kata orang rumahnya Hafiz sedang pergi ke Taman dengan teman lamanya yang baru beberapa minggu pulang dari Pondok. Hingga akhirnya sekarang ia menyaksikan kedua insan itu dengan segala dramanya.
Dengan ragu Hafiz melangkahkan kakinya menghampiri gadis yang berada dalam jangkauan kurang lebih dua meter darinya. Sungguh, rasanya ia tak kuasa melihat tubuh gadis itu menggigil kedinginan akibat kebodohannya yang hanya diam tanpa mau membujuk gadis itu berteduh. Tadi, mereka pergi bersama. Namun, saat Hafiz tengah berbicara dengan teman sekolahnya yang tidak sengaja berpapasan di jalan. Tanpa sepengetahuannya gadis itu pergi meninggalkannya. Mungkin karena ia terlalu asik hingga melupakan keberadaan gadis di depannya ini sekarang.
“Nesa, ayo pulang! Badan kamu sudah menggigil kedinginan. Nanti kamu sakit,” bujuk Hafiz tapi tak mendapat sahutan dari si pemilik nama.
“Nesa!” seru Hafiz tapi masih tak dihiraukan oleh si pemilik nama. Gadis itu malah memejamkam matanya dan kedua tangannya saling bertautan seolah tengah menghalau dingin yang datang.