Cinta Tanpa Mustahil

Syamsul Ma'arif
Chapter #1

Surat Lusuh

Gadis itu masih berdiri di depan rumah yang dikunjunginya. Kabut mulai turun. Udara basah. Surat di tangannya masih terlipat rapi. Di surat itu terekam jejak kehidupan. Rahasia yang tidak pernah ia sangka. Di awal bulan Mei di desa yang terletak di kaki Gunung Semeru, perasaan seorang gadis sedang diputar balik. Ada sesuatu yang hangat hampir menetes di kelopak matanya. Angin berhembus dingin. Kabut menghalangi jarak pandang. Ini kali pertama gadis itu sampai di Malang. Ia ingin menikmati kunjungannya ini. Namun, surat usang dengan kertas yang mulai menguning di tangannya saat ini membuat keruh suasana hatinya. Meruntuhkan semua tanda tanya tapi juga menumbuhkan pertanyaan-pertanyaan baru lainnya. Mencekik tenggorokan. Membuat sesak.

Surat lusuh itu ia buka perlahan dengan sangat hati-hati seolah ia tak ingin ada rahasia yang jatuh dan hilang dari kertas surat itu. Saat lipatan pertama terbuka, sebuah nama tertulis dengan tulisan yang tidak begitu bagus namun rapi. Surat itu pasti ditulis dengan penuh perasaan. Untuk Hannah. Nama itulah yang tercantum. Gerimis sore hari turun. Air mata gadis itu ikut menetes usai membaca nama pendek tersebut. Ia membuka lagi surat itu lalu membacanya.

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Hannah. Gadis kelas satu ini dengan sangat cerdas selalu mengangkat tangan di hampir setiap pertanyaan. Awalnya, aku tidak terlalu menghiraukannya. Namun, dari hari ke hari selama menjalani satu tahun kelas satu membuatku selalu tertarik untuk memperhatikannya. Dia selalu ceria. Cantik. Manis. Dia ramah ke semua teman. Tanpa aku sadari, aku selalu mencari waktu untuk bisa sekedar berbincang dengannya. Sekedar mencuri pandang kepada matanya yang indah. Gadis kecil itu sekarang sudah kelas 6. Lama tak melihatnya membuatku percaya bahwa dia 100% bertambah cantik. Senyumnya sanggup membuatku lupa menutup mulut. Hannah, Sekarang, dia sedang membaca surat dariku.

Gadis yang sedang membaca surat itu menghela napas dalam-dalam. Berfikir sejenak sambil membayangkan lelaki yang menulis surat cinta itu. Dia sangat mengenalnya. Ia pasti sangat mencintai gadis bernama Hannah. Caranya menggambarkan gadis yang dicintainya sangat indah. Gadis itupun seolah merasa bahwa dirinya sosok Hannah yang dimaksud dalam surat itu.

Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah dan menemukan tamunya yang baru datang tadi siang menangis. Wanita itu tersenyum setelah melihat surat yang sedang dibaca oleh gadis yang saat ini duduk di teras rumah. Gadis itu sangat menikmati suasananya sendiri. Wanita itu pun tersenyum lagi. Mengingat dirinya yang pernah melakukan hal yang sama setiap kali membaca surat yang sedang dibaca tamunya. Wanita paruh baya itu kembali masuk ke dalam rumah dan kembali lagi dengan membawa satu kotak makanan dan satu kotak lagi yang terlihat lusuh berbentuk persegi panjang.

“Mau mendengar cerita yang hebat? tentang dia, Si Lelaki Penulis surat” Wanita paruh baya itu tidak lain adalah nenek dari lelaki pemilik surat. Namanya Nenek Siti. Ia menyapa gadis yang sedang khusyu’ membaca surat. Si gadis itu langsung menunduk,

“Maaf, saya gak izin dulu buat baca surat ini”

“Sudah, tidak perlu meminta maaf. Jika kamu yang membaca surat itu sekarang berarti kamu yang telah dipilih” Nenek Siti menjelaskan.

“Dipilih?” Gadis itu terlihat kebingungan.

“Iya. Kamu yang dipilih oleh Lelaki Penulis Surat. Kamu yang telah ia izinkan untuk mengetahui tentang kehidupannya.”

Gadis itu menunduk tersipu. Banyak sekali yang menjadi pertanyaan di kepalanya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa kunjungannya yang pertama ini akan menjadi sebuah kunjungan yang sangat berkesan. Kunjungan yang akan membawanya kepada masa lalu. Kunjungan yang akan memberinya pilihan di masa depan.

“Surat yang kamu pegang saat ini kamu ambil dari kotak ini, bukan?” Nenek Siti membuka kotak persegi panjang yang tadi dibawanya. Si gadis hanya mengangguk. “Surat itu adalah surat yang diletakkan paling atas. Surat-surat yang ada di sini untuk 3 gadis yang sangat berarti dalam kehidupan Lelaki Penulis Surat. Hannah mempunyai dua surat dari Lelaki Penulis Surat di kotak ini, ia meletakkannya di bagian paling atas dan satu lagi di bagian paling bawah.”

“Kenapa harus begitu?” si gadis bertanya.

“Haha, dia selalu mempunyai alasan di setiap tindakannya. Dia selalu mempunyai banyak hal untuk dipikirkan. Sejak kecil, dia selalu suka menyendiri. Berpikir tentang kehidupannya. Bergulat dengan pemahaman-pemahamannya sendiri. Mencari sendiri kebenaran yang harus dipercayainya. Memikirkan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri. Dia seperti filsuf bukan? Haha... Jika kamu melihatnya sekarang. Pasti kamu tahu bahwa dia telah melewati berbagai macam ujian dalam hidupnya. Surat yang ia simpan di kotak ini adalah kebahagiaannya. Kebahagiaan yang ia temukan di antara kehidupannya yang penuh perih itu,”

Nenek Siti berhenti sejenak. Menarik napas lalu menoleh dan menatap mata lentik gadis di sampingnya. Mengelus kepalanya lalu bertanya, “kamu mau mendengarkan wanita tua ini bercerita tentangnya?”

“Iya, Bu!”

“Aku sudah tua, kamu panggil saja aku nenek.”

“Ah, iya.”

“Kamu mau mendengar karena kamu mencintainya?” Nenek Siti menatap lekat mata gadis itu.

“Mungkin, iya.”

Nenek Siti tersenyum. Ia menghela napas dan mulai bercerita.

Lihat selengkapnya