Cinta Tanpa Mustahil

Syamsul Ma'arif
Chapter #10

Renata, Pacar Pertama

Nenek Siti membuka pintu kamar. Ia mengajak Zahra untuk pergi ke teras rumah. Di sana, Ayu sudah memegang pigura foto ukuran sedang. Ayu menyuruh Zahra untuk duduk di sampingnya.

“Ini foto Damar bersama teman-teman mengajinya setelah wisuda.”

Zahra mengamati wajah Damar kecil.

“Lihat foto gadis ini!,” Ayu menunjukkan foto seorang anak perempuan. “namanya Renata, manis kan?”

Zahra menganggukkan kepala. “Iya.”

“Dia yang selanjutnya. Gadis pertama yang menjadi pacar Damar.” Ayu meletakkan pigura foto di atas meja dan mengambil surat di kotak di atas meja.

“Saya akan dengar sampai tuntas, Bu.” Zahra memperbaiki posisi duduknya.

Nenek Siti datang membawa kue dan minuman hangat di atas nampan. Zahra membantunya meletakkan di atas meja. Cerita dilanjutkan.

*****

Damar merasa sedikit segar pagi ini. puas menangis semalam membuat hati dan pikirannya tenang. Hari-hari selama liburan tidak banyak berkesan. Siang hari sampai sore tetap menjadi waktu favoritnya. Ya, saatnya bercanda ria bersama teman-teman mengaji. Apa yang telah terjadi kemarin sudah ia abaikan dan ia coba lupakan. Hanya saja, Damar dan teman-temannya mulai sedikit waspada. Jika sedang bergurau, selalu ada satu anak yang berjaga dan memberitahu jika Azhar memperhatikan mereka. Murid seumuran mereka sulit untuk bisa diam. Mereka selalu ingin bercanda.

Sayangnya, gigi Damar sedang bermasalah. Tidak terlalu sakit. Tapi, ia selalu memiringkan mulutnya dan menarik udara lewat mulut. Sampai terdengar bunyi “Hesstt” supaya giginya terasa dingin dan sejenak tak terasa sakit.

Hari sudah beranjak sore. Dari siang Damar dan teman-temannya sudah cukup bergurau dan bercanda sambil berkali-kali mengeluarkan bunyi “Hesstttss”. Akhirnya, mereka memulai tadarus Al-Quran. Entah mendapat instruksi dari mana, posisi duduk mereka menjadi saling berhadapan dengan lawan jenis. Damar dan teman-temannya tidak menyadari hal ini. Dan mereka memang tidak peduli. Yang terpenting, mereka memulai tadarus sore. Dan di sinilah cerita baru dimulai. Tepat di depan Damar, Renata duduk sambil memandang Al-Quran. Dia adik kelas Damar, tidak tinggi tapi juga tidak terlalu pendek. Wajahnya manis. Rambutnya sedikit pirang bergelombang dan panjang sepinggang. Sangat modis karena memang anak orang kaya. Dia memiliki mata yang khas. Mata yang terhubung langsung dengan bibirnya. Sama indah.

Damar tidak sekalipun memperhatikan Renata. Tapi Renata, matanya tidak lepas dari wajah Damar yang menyimak bacaan teman-temannya sambil mengeluarkan bunyi “Hessttt” karena sakit gigi yang tidak kunjung usai.

“Hesstttt” Suara itu kembali Damar bunyikan. Lalu, beberapa saat kemudian, di saat yang sama.

“Hesstttss” Renata dan Damar secara bersamaan membunyikan suara itu. Damar seketika memandang ke depan dan menemukan wajah Renata yang tersenyum manis. Apa maksudnya?. Damar hanya berpikir bahwa Renata hanya ingin bergurau saja. Tapi, hari ini adalah hari pertama Renata tersenyum langsung padanya.

“Ciyeeeee.... Damar sama Renata... Ehm... Ehm” Teman-teman Damar dan Renata dengan seketika meneriaki mereka berdua. Damarpun salah tingkah. Damar gugup dan sangat malu. Jantungnya berdebar semakin kencang. Ah, apa lagi ini.

“Apaan?... barusan gak sengaja kok barengan..” Damar mencoba menjelaskan.

“Gak usah malu-malu..”

Damar melihat Renata. Ia seketika menunduk dan dengan malu-malu memberanikan diri kembali mengangkat wajah dan menatap pula mata Damar. Saat mereka berdua saling tatap, Renata tersenyum simpul. Damar melihatnya heran. Senyum itu untuk apa?. Jantung Damar semakin berdebar. Jujur, ia ragu untuk jatuh cinta lagi. Teman-teman masih terus menjodoh-jodohkan Damar dan Renata. Dan akhirnya, ia terjebak oleh perjodohan mereka.

Sepulang mengaji, Damar membuat surat. Senyum pertama dari Renata, ia ingat baik-baik.

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Hai, Renata. Apa kabar? Semoga selalu baik. Ada yang ingin aku sampaikan padamu. Sebelum itu, surat ini cukup kamu baca sendiri saja. Jangan kasi orang lain. Kalau udah selesai dibaca, terserah mau diapakan. Jika mau dilenyapkan, jangan dibakar, nanti aku kepanasan. Rendam aja pakai air supaya hatiku jadi tentram.

Aku tidak mengerti apa yang sedang aku rasakan. Aku masih bingung bagaimana memulai surat ini. Semoga saja aku bisa mendapat balasan surat yang indah darimu. Kamu masih ingat kejadian sore kemarin? Ya, kejadian saat kita berdua secara tidak sengaja membunyikan suara yang sama, Apa yang kamu rasakan? Semoga perasaan kita sama.

Senyum kamu cantik. Menurutku kamu seperti bidadari. Aku jatuh cinta padamu,mungkin saja aku tidak bisa hidup tanpamu.

Damar tersenyum sejenak menyadari kemampuannya membuat surat cinta. Padahal selama ini tidak ada pelajaran menulis surat cinta di sekolah. Ia juga tidak tahu mengapa tiba-tiba surat cintalah yang terpikirkan olehnya untuk mengungkapkan perasaan. Ia seperti bergerak sendiri, reflek mengambil pena dan kertas. Ia melanjutkan menulis suratnya untuk Renata.

Aku tidak menicintaimu pada pandangan pertama. Aku sudah sering melihatmu. Aku jatuh cinta saat tatapan pertamamu padaku kemarin sore. Aku mencintai matamu dan senyummu. Dua-duanya memikat sekali. Kamu mau menerima cintaku? Menjadi pacarku? Aku berjanji akan setia dan membahagiakanmu. Aku berjanji akan menjaga cinta kita sampai nanti.

Karenanya, jadilah kekasihku. Aku akan sangat menyayangimu. Maaf, aku tidak bisa memberikan langsung surat ini. Aku akan menitipkannya

Balas suratku ini. Besok pagi kita kerja bakti di Mushollah, titipkan ke orang yang sama. Jangan kasi tau siapapun ya.....Semoga kita menjadi pasangan bahagia. I Love You Full, Renata.

*****

Surat Damar sampai ke tangan Renata. Keesokan hari ketika kerja bakti Renata benar-benar membalas surat Damar. Tiba-tiba saja.

“Damar,.... Renata udah balas suratmu”

Teman-teman Damar seketika menoleh ke arahnya. Muka Damar memerah. Tanpa menunggu pertanyaan yang akan otomatis terlontar dari mulut-mulut yang penasaran, Damar segera berlari ke rumah. Di tangannya, surat dari Renata tergenggam erat. Ia sangat malu. Apalagi teman-temannya akan segera tahu bahwa ia mengirim surat. Damar masuk ke kamar dan menutup pintu

Aku mau jadi pacarmu. Boleh aku memanggilmu “Sayang”?.

Lihat selengkapnya