Cinta Tanpa Mustahil

Syamsul Ma'arif
Chapter #11

Pergilah! Dan Kamu Akan Menjadi Kenangan

Hari-hari tanpa Renata sangat buruk. Tidak ada hal yang menyenangkan lagi ketika berkumpul dengan teman-teman. Renata menjauh dan Damar tidak bisa mendekatinya. Galau. Malam-malamnya mulai terisi dengan percakapan-percakapan yang berlangsung di dalam hati. Khayalan-khayalan yang liar. Sesekali masuk pula bayangan bahwa esok Renata akan memintanya untuk kembali menjadi pacarnya. Damar rindu senyumannya.

*****

Damar kembali menjadi Damar yang dingin. Ia tidak lagi banyak melihat Renata meski beberapa kali Renata berada di dekatnya. Ia benar-benar mengacuhkannya. Damar cukup menjalani hidup ini dengan baik. Ujian Al-Quran berlangsung lancar. Semua teman-temannya lulus dan diwisuda. Dari TPQ-nya Damar menjadi peraih nilai tertinggi. Bersama peraih nilai tertinggi dari TPQ lainnya, ia menaiki pentas dan berfoto di sana. Ia mendapat hadiah berupa Al-Quran dan buku saku panduan sholat.

Wisuda perdana TPQ tempat mereka belajar mengaji membuat mereka sadar bahwa waktu yang mereka jalani bersama selama ini sangatlah penuh kesan. Bergurau bersama. Dihukum bersama. Menangis karena cubitan. Kisah tentang cinta. Tyas, Leo, Ariz, Dea. Juga dia, Renata. Semua terkenang.

*****

“Damar, mau jadi pacarku lagi? Kita balikan...” Renata tersenyum . Damar langsung saja mengiyakan. Ia sudah lama menunggu Renata mengucapkan kalimat itu. Di sela-sela mengaji, Damar melihat Tyas sedang duduk dengan wajah murung.

“Kenapa si Tyas?” Tanya Damar pada Ariz.

“Diputusin sama Leo, kasihan dia...”

Damar mengangguk-anggukkan kepala. Ingin rasanya Damar menghibur Tyas, tapi sepertinya Tyas hanya butuh waktu untuk menyendiri.

Ariz memanggil Damar

“Si Tyas udah putus dengan Leo. Besok kita cari hadiah yuk.”

“Untuk apa?”

“Aku pengen nembak Tyas. Dan kamu belikan hadiah untuk Renata, setuju?”

“Gila, kamu, Kak! Tyas baru putus tu... udah mau dipacari aja, tapi.. bener ni kamu mau nembak dia? Tumben jantan, haha.”

“Ah, kalau aku kasi hadiah dia gak mungkin nolak kok.”

“Oke, deh.”

Damar pun berkata pada Renata akan memberikan hadiah untuknya esok. Sebagai hadiah karena sudah mau balikan lagi dengannya. Damar sudah sangat merindukannya. Rindu untuk mengirim surat kepadanya. Malam hari setelah pernyataan Renata, Damar menulis surat sampai larut.

Ren, terima kasih karena kamu sudah mau menerima aku kembali. Maaf karena beberapa hari terakhir aku tidak lagi memperhatikanmu. Aku kesal karena kamu dengan sengaja menjauhiku padahal aku sangat setia padamu. Tapi, biarlah semua yang terjadi menjadi warna bagi hubungan kita. Tak apa, kamu harus janji tidak melakukan hal yang sama kepadaku. Kita harus saling tahu tentang masalah kita masing-masing.

Ren, aku sayang kamu. Kamu juga sayang, kan...? Apapun yang terjadi kamu harus percaya bahwa aku selalu mencintaimu apa adanya. Tidak peduli jika anak lain mengataimu apa. Tidak peduli jika anak lain menganggapmu hanya gadis biasa. Meskipun banyak yang bilang bahwa gadis di luar sana ada ribuan bahkan jutaan. Aku tetap mencintaimu. Mencintaimu, seluruh jiwamu. Kita akan tumbuh bersama. Dan memiliki masa depan bersama.

Aku mencintaimu.

Surat kali ini Damar buat dengan sangat cermat. Ia sampai menulisulang hanya agar tulisannya terlihat semakin rapi. Setelah surat ia lipat, ia memberi hiasan berupa gambar bunga beserta nama ‘Damar’ dan nama ‘Renata’ di dalam gambar berbentuk hati. Damar tertidur dengan surat yang ia sembunyikan di bawah bantal.

Pagi hari setelah melakukan semua aktivitas, Damar berniat melihat suratnya di bawah bantal.

“Baca lagi ah,” Ucapnya di dalam hati. Ia mengangkat bantal dan tidak menemukan surat di sana. Ia bingung.

Ah, padahal mau dikasi hari ini. kok malah ngilang, sih... Aduh, perasaan tadi malam aku taruk di bawah bantal.

Damar menggeledah seisi kamar. Mencari suratnya hingga ke sudut-sudut kamar. Melihat ke bawah ranjang berpikir kalau saja surat itu terjatuh ke sana.

Dan nihil, surat itu raib begitu saja. hilang dengan sendirinya. Satu pertanyaan terakhir.

Siapa yang mengambil suratku? Bapak, mungkinkah?

Hari penuh kekhawatiran. Bagaimana jika Damar dimarahi? Bagaimana jika Renata juga mendapat imbasnya? Ah, kenapa harus terjadi saat ini?.

Mushollah sudah selesai dibangun dan sudah bisa ditempati. Renata datang dengan teman-temannya. Langsung menghampiri Damar dan menyapanya. Tersenyum dan mengerlingkan mata seolah ingin bilang aku sangat suka kepadamu.

“Hadiahnya mana?” Renata bertanya. Ariz sudah pergi ke Tyas. Tanpa pikir panjang, Damar berikan hadiah berupa kalung yang telah ia janjikan. Renata senang dan menyuruh Damar untuk memasangkan untuknya. Sejenak, kekhawatiran Damar menghilang. Ia melihat Renata sangat bahagia kala itu. Hatinya kembali hangat. Senang. Namun, beberapa menit kemudian rasa khawatir karena surat yang diambil oleh Azhar kembali hadir.

Maka, usai mengaji. Terjadilah apa yang harus terjadi. Dengan nada yang penuh penekanan, Azhar berkata

“Belajar itu yang bener! Jangan malas-malasan. Kalian tidak boleh pacaran. Kecil-kecil udah main pacaran. Tidak tau cari uang udah main surat-suratan.” Ujar Azhar seolah menasehati Damar seorang. Damar sangat tersindir.

“Kalau saya menemukan ada yang pacaran di antara kalian, akan saya cubit sekuat-kuatnya. Apalagi anak saya sendiri yang melakukannya.” Gertak Azhar. Damar hanya menunduk. Peringatan yang cukup keras untuk segera menghentikan hubungannya dengan Renata.

Saat Damar melihat Renata. Renata sedang menggigit bibir bawahnya. Ekspresi ketakutannya membuat Damar berat untuk bernapas.

Pulang mengaji, tidak perlu menunggu lama. sesuai dugaan, karena tidak ingin mendapat masalah, Renata berkata “Lebih baik kita putus saja.” Damar mengiyakan dengan berat hati. Baru sehari balikan dan setelah itu langsung putus begitu saja. Damar memaklumi hal ini, ketakutannya melebihi cintanya pada Damar. Ah, dia memang gadis, Batinnya. Satu hal yang sangat Damar sesalkan adalah ia memberinya hadiah di hari dia mengatakan lebih baik kita putus. Membuat Damar sedikit berpikir negatif tentangnya.

Dasar, habis manis sepah dibuang.

Waktunya pulang. Damar menatap punggung Renata yang tidak lagi mau berbalik. Dia tetap bisa bercanda. Tertawa dan ceria meski baru saja dia memutuskan Damar.

Perasaan apa ini? apa aku mulai membencinya?

*****

Apa kamu tidak bisa lagi menerima perasaan ini? Apa kamu lebih mementingkan rasa takutmu dibandingkan rasa cintamu? Apakah tidak ada cara lain agar kita bisa meneruskan hubungan ini?. Namun, sampai saat ini, aku memiliki tekad untuk selalu setia. Kepadamu seorang. Adakah tekad ini masih kurang berarti bagimu?

Aku ingin menanyakan hal ini sekali lagi. Apakah kamu benar-benar ingin putus denganku? Aku lelah. Jika memang ia, biarlah aku menjalani hidup ini lebih tenang. Jika kau tidak ingin kehilangan cinta ini, balaslah suratku. Katakan dengan sejujurnya apa yang kauharapkan. Aku bisa menunggu. Aku sanggup menantimu.

Lihat selengkapnya