Cinta Tanpa Mustahil

Syamsul Ma'arif
Chapter #13

Tentang Hannah

Padahal cinta sudah datang lebih awal tapi kita yang terlambat sadar. Konyol ya... padahal perasaan sudah saling bersambut tapi kita memilih untuk saling tertutup. Takut salah mengambil langkah. Takut kita menjadi yang terluka. Jika kesempatan tak lagi terbuka, kita berkata, bahwa waktu dan keadaanlah yang salah.

Hannah membuka pintu rumah. Matanya yang bulat terlihat berbinar. Masa liburan selalu menyenangkan. Kembali ke rumah. Bertemu keluarga. Merasakan kembali lezatnya masakan mama yang tidak bisa ditemukan di warung makan manapun. Soalnya, ada bumbu rahasia di masakan mama. Cinta.

Hannah duduk di kursi panjang di depan rumah. Membuka ulang diary pertamanya. Ia membeli diary itu saat baru masuk SMA. Mulanya, ia hanya iseng saja membeli buku diary itu. Hanya sekedar ikut-ikutan teman seumurannya saja yang ke manapun mereka pergi, diary khusus harus selalu ada. Maklum, di pesantren tidak diperkenankan membawa hp. Satu hal yang Hannah sukai dari diary pertamanya itu adalah tulisan-tulisannya untuk seseorang yang selalu ia tulis di akhir tahun.

2013

Hannah Faidah:

Rindu

Namaku Hannah Faidah. Aku ingin menulis tentangmu. Kenapa aku jadi merindukanmu? Padahal kamu hanya seseorang yang sama sekali tidak begitu berperan dalam hidupku. Kita hanya teman masa kecil. Kita hanya sering berangkat bersama ke sekolah bersama dua teman kita yang lain. Yang saat ini apa kamu sudah tahu? Mereka berdua menikah. Aku bahagia mendengar kabar mereka menjadi sepasang suami istri. Aku menangis saat itu. Bukan sedih, tapi karena ah... kenapa takdir begitu asyik memberikan kejutan seperti itu.

Kamu bukan siapa-siapa. Hanya teman saat SD. Tapi sekali lagi aku ingin bertanya. Kenapa aku jadi merindukanmu? Aku baik-baik saja di sini. Lalu kamu? Apa kabar? Satu hal yang kuingat darimu adalah surat cinta yang kamu berikan padaku di pertemuan terakhir kita di sekolah. Aku membalasnya namun tidak memberimu jawaban untuk pernyataan cintamu. Aku menyuruhmu untuk menungguku. Aku mau berpikir dulu, kataku saat itu. Tapi kamu tidak pernah datang lagi. Hilang tanpa kabar. Tak ada seorangpun yang tahu –lebih tepatnya aku tidak mencari tahu-

Apa aku kecewa karena kamu meninggalkanku?

Tidak. Bahkan aku sudah lupa apa aku benar mau menjawab pernyataan cintamu atau tidak. Jujur saja, aku tidak sekalipun pernah berpikir suka padamu saat itu. Kamu tahu kan aku orang seperti apa? aku suka belajar dan aku tidak terlalu peduli dengan hal-hal yang hanya akan menggangguku.

Dan sekarang, aku kembali ingat dengan suratmu itu. Dan aku rindu. Rindu berjalan berdua denganmu. Rindu pada caramu menatapku dengan penuh kekaguman. Rindu pada caramu malu-malu mendekatiku. Rindu semua tentangmu. Kalaupun ini sudah terlambat, aku tetap ingin menjadi bagian dari ceritamu lagi.

Aku merindukanmu. Rindu sekali.

Hannah tersenyum. Itu tulisan pertamanya untuk seorang laki-laki. Sebelumnya, semasa SMP, ia tidak pernah tertarik tentang hal-hal seperti cinta. Baginya, semasa sekolah, pikiran harus fokus untuk belajar. Masalah jodoh sudah ada yang mengatur. Jika tiba saatnya ya pasti akan tiba waktu pertemuannya.

Hannah berusaha sekeras mungkin agar ia tidak sampai memiliki perasaan kepada siapapun selagi ia masih sekolah. Perasaan seperti itu hanya akan menghambat prestasinya. Itu tekadnya. Jadi, untuk menyiasati agar ia tidak sampai jatuh hati, ia mencoba untuk mengingat satu-satunya orang yang berani mengiriminya surat saat ia masih SD. Ia mencoba menulis tentang anak itu, dan tanpa ia sadari, ia menuliskan kalimat yang sama sekali tidak ia perkirakan. Ia seolah terhipnotis oleh kenangan yang tiba-tiba saja muncul dan ia tuliskan dalam bentuk tulisan nostalgia. Sejak saat itu, Hannah tergila-gila untuk membaca banyak buku-buku sastra. Ia menjadi seorang gadis yang puitis.

Hannah membuka lagi lembar selanjutnya.

2014

Hannah Faidah:

Lelaki Aneh.

Setelah perpisahan kita, aku tidak melupakanmu, tapi juga tidak terlalu memikirkanmu. Hanya saja, jika tanpa sadar teringat padamu, aku suka tersenyum sendiri. Kamu aneh.

Saat kita sedang dekat-dekatnya dulu, ada bagian dari hatiku yang menginginkanmu untuk tetap seperti itu. Aku butuh seseorang yang menghargaiku. Memandangku sebagai sosok yang bisa diajak berbincang dan bercanda selayaknya teman kepada teman yang lain.

Aku tahu kamu tidak terlalu banyak bicara, kamu juga tidak terlalu suka untuk menyapa orang lain, tapi aku cukup heran, saat bersamaku, kamu seolah berpikir keras untuk mencari topik apa yang harus kamu bicarakan denganku. Betapa imutnya dirimu saat itu.

Apa kamu sadar? Pasti tidak.

Tanpa kamu sadari, kamu menjadi satu-satunya orang yang paling banyak memberikan perhatian padaku. Aku suka. Dan akhirnya aku memilih untuk menikmati perhatian dan kekagumanmu padaku.

Tapi, apa kamu tahu?

Aku terlalu bodoh. Aku memutuskan untuk melupakan rasa nyamanku padamu. Aku takut merasa terlalu nyaman dan saat sedang nyaman-nyamannya aku khawatir kamu pergi. Aku memilih untuk lebih giat lagi belajar. Aku harus membuat nilaiku selalu bagus. Selain karena aku takut dimarahi ayah jika nilaiku jelek, sesungguhnya yang paling aku harapkan adalah kamu yang malu-malu mendekat padaku dan bertanya,

“Kamu dapat nilai berapa?”

Dan saat aku jawab, kamu akan memasang wajah yang berseri-seri.

Aku tahu nilaiku tidak selalu lebih bagus darimu, tapi kamu selalu mengatakan kalau nilaimu selalu lebih rendah dari nilaiku.

Imutnya...

Aku harus bertemu denganmu. Kita harus bertemu kembali. Jika semesta tetap memisahkan kehendak ini, biarlah aku yang membuat semesta mempertemukan aku padamu.

Hannah tidak bisa menahan tawanya membaca tulisannya semasa SMA itu. Ia masih ingat wajah kecil lelaki yang ia maksud dalam tulisannya itu... Seperti apa dia sekarang? Hannah membuka lembar selanjutnya.

2015

Hannah Faidah:

Lihat selengkapnya