Cinta Tapi Diam

Indriastori_
Chapter #1

1 | Nisrina Misha

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

"Janjinya ingin menghalalkan, tapi tahunya mereka malah ngilang tanpa kabar."

Jodoh itu seperti bayangan, semakin dikejar semakin berlari jauh dari peradaban. Entah memang aku yang diciptakan tanpa pasangan atau memang Allah yang belum kunjung mempertemukanku dengan dia sang calon imam idaman. Lelah hati dan pikiran jika menyangkut ikhwan yang tak kunjung datang menghalalkan, padahal aku sudah berkali-kali dilamar bahkan sudah sempat ingin melangsungkan pernikahan. Tapi kesialan menimpaku, pernikahan impian itu batal digelar karena sang calon mempelai kabur tanpa alasan.

Aku tak pernah memusingkan perihal ini, tapi entah mengapa desakan dari orang-orang sekitar membuat kepalaku pusing tak ketulungan. Umi dan Abi begitu gencar mencarikanku pasangan tapi endingnya selalu sama, lelaki itu pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak dan kabar pemberitaan. Belum cukup sampai di sana saja karena aku pun harus merelakan dua adik perempuanku melangsungkan pernikahan lebih dulu. Perih tapi tak berdarah. Jodoh mereka begitu mudah datang, sedangkan aku? Selalu berakhir gagal dan bergelung dengan rasa sakit yang tak berkesudahan.

"Sudah tua tapi masih saja melajang. Gak ngiri gitu Teteh sama aku." Sindiran pedas itu kudapatkan dari Riska, adik pertamaku yang saat ini sudah memiliki seorang balita berusia satu tahun.

"Jodoh Teteh belum datang," sahutku ogah-ogahan. Kesal juga jika harus menerima petuah dari dia yang secara usia jauh lebih muda.

"Alah banyak alasan Teteh mah. Terlalu pemilih sih jadi kena batunya kan," imbuh Saras, adik keduaku yang saat ini tengah hamil besar. Hanya tinggal menghitung hari saja bocah yang satu tahun lalu lulus SMA itu melahirkan anak pertamanya.

"Berisik banget sih kalian berdua. Yang belum nikah Teteh, kok yang ribet kalian!" sahutku sebal.

Saras mendaratkan bokong di sampingku, tangan perempuan itu mengelus penuh sayang perut buncitnya. "Kita tuh sayang sama Teteh. Kita gak mau Teteh dianggap perawan tu—"

"Perawan tua! Perawan tua! Umur Teteh aja baru 27 tahun belum kepala tiga. Jadi jangan usil deh ngurusin hidup orang!"

"Sabar atuh, Teh jangan nyolot dulu. Dengerin kita baik-baik—"

Dengan cepat aku memotong perkataan Riska, "Pusing pala Teteh kalau kalian berdua berkunjung ke sini. Pulang sana urus suami kalian!"

"Ada apa sih pada ribut-ribut? Gak bisa yah kalian akur sebentar aja. Kalian tuh sudah pada besar-besar lho. Malu dong sama umur, apalagi Riska sama Saras sudah punya suami," lerai Umi yang baru saja ikut bergabung di ruang keluarga.

Lihat selengkapnya