Kamar yang berada di ujung lantai dua itu tertutup rapat dan gelap. Begitu juga dengan dua kamar lain yang bersebelahan. Termasuk ruang keluarga yang menjadi satu dengan dapur dan ruang makan. Tidak ada percakapan antar anggota keluarga di sela-sela tontonan televisi. Tidak ada suara pendingin ruangan dan kipas angin seperti biasa. Tidak juga ada tetesan air dari keran kamar mandi atau dapur. Bahkan jam dinding pun ikut terdiam. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.
Ah, mungkinkah penghuninya ada di lantai satu?
Mari kita menuruni tangga berbelok yang ... ternyata gelap juga. Lampu yang ada di atas bordes—bagian datar tangga yang berbelok. Kalian tahu, 'kan? Anggap saja seperti itu—belum dinyalakan. Mungkin lupa. Atau lampunya sedang rusak dan belum sempat diganti. Dari tangga yang harus meraba-raba dalam gelap, berujung pada pintu yang tertutup. Ini seharusnya adalah garasi.
Gelap juga dan kosong. Dulu ada sebuah kendaraan roda empat berukuran cukup besar dan tangguh yang terparkir di sini. Konon katanya putra sulung pemilik rumah ini yang masih berusia sepuluh tahun, pernah mengemudikannya. Entahlah, usia segitu seharusnya memang belum boleh, 'kan? Tapi, postur tubuhnya memang cukup bongsor untuk anak seumuran. Jadi, mungkin tidak begitu ada yang memperhatikan.