Orang tua yang seharusnya bersikap dewasa dan mencari jalan keluar masalah ini saja kebingungan. Apalagi Oka yang mendadak berubah peran menjadi kepala keluarga pengganti, sementara papanya menjalani perawatan dan tidak bisa bekerja lagi. Tidak ada pemasukan, tapi pengeluaran tetap berlanjut.
Namun, alih-alih mencari jalan keluar selain berhemat, Oka malah lebih sering terlihat di Puskom. Entah apa yang dilakukannya di depan komputer selama berjam-jam. Dia juga betah tidak makan, tidak minum, bahkan tidak ke toilet. Dia hanya duduk sambil menggerak-gerakkan tetikus dan mengetik sesuatu di papan ketik. Sesekali menguap dan membetulkan kacamata yang sudah miring karena mengucek mata tanpa melepasnya. Rambutnya pun berantakan lantaran sering digaruk tanpa alasan. Penampilannya saat itu sangat kacau.
“Oka!” Agus berjalan cepat mendekati Oka yang sengaja memilih tempat di pojok ruangan agar tidak terlihat.
Oka hanya menoleh sekilas lalu kembali pada monitornya.
“Lu ke mana aja sih? Ngampus tapi nggak pernah masuk kelas. Di tempat biasanya nggak ada. Kantin nggak ada. Di Puskom juga kapan hari aku cari nggak ada. Ke mana sih?” cecar Agus kesal sambil menarik kursi di samping Oka lalu duduk.
“Aku ya di tempat-tempat itu kok. Mungkin pas lu ke sana, aku udah balik.” Oka menjawab santai tanpa menoleh.
“Eh, lu kenapa sih? Kusut amat.” Agus yang memperhatikan penampilan Oka bertanya heran.
“Nggak kenapa-kenapa,” jawab Oka datar lalu berdiri.
“Ke mana?” Agus ikut berdiri dan mengikuti Oka yang bergerak meninggalkan meja komputernya.
“Pulang.”
Agus mensejajari langkah Oka keluar dari Puskom. Dia masih heran dengan sikap sahabatnya itu. Sudah seminggu terakhir ini Oka tidak muncul di kampus dan tidak bisa dihubungi.
“Ka, lu ada masalah?” tanya Agus. Kali ini dengan wajah prihatin. Oka yang dia kenal tidak pernah seperti ini.