“Anon!” panggil Oka di hari Minggu malam tepat sehari sebelum UAS dimulai. Dia baru saja pulang dengan senyum lebar.
Anon yang sedang santai di kamarnya menoleh ketika Oka masuk. “Apa?” tanyanya.
“Ini buat kamu.” Oka mengulurkan beberapa lembar uang nominal 50 ribu.
Gadis berambut sebahu itu tidak langsung menerimanya. Dia malah menatap heran pada Oka. Ditambah dua alisnya saling bertaut dan menyebabkan kerut di dahinya terlihat jelas. Matanya yang sipit memicing, membuatnya tampak seperti garis lengkung.
“Roti,” jawab Oka asal lalu melanjutkan, “ya duitlah!”
“Iya, tahu itu duit. Tapi duit apa? Dari mana?”
“Duit buat kamu.”
“Dari?”
“Ah, mau tahu aja sih kamu, Non. Terima aja, mumpung aku lagi baik nih! Dikasih duit malah nolak. Aneh!”
Masih dengan tatapan curiga, Anon menyambar lembaran uang itu dari tangan sang kakak. "Beneran, nih? Nggak bakal diminta lagi nanti-nanti?" tanya Anon memastikan.
"Nggak bakal. Itu aku memang kasih buat kamu."
“Bukan hasil nyolong, ‘kan?”
“Ya enggaklah! Sekali pun nggak punya duit sepeser pun, nggak bakalan aku nyolong. Dosa!”
“Terus, dari mana kamu dapet duit?”
Oka lama-lama gerah juga ditanya terus oleh Anon. Dia pun menjawab, “Kerja.”
“Hah?” Anon membelalakkan mata.
“Iya, tapi kamu jangan bilang Mama sama Papa. Ntar dilarang-larang, mana bisa dapet duit lagi buat sehari-hari.” Oka memberi peringatan.