CINTA TERHALANG KRISMON

Lirin Kartini
Chapter #15

BAB. 14 - ANCAMAN

Tubuh Oka seketika lemas seperti tidak bertenaga. Wajahnya pucat dan lututnya gemetar. Andai saja ini bukan di ruang TU yang banyak mahasiswa dan dosen berkeliaran, tentu dia akan langsung terperenyak di lantai, atau bahkan pingsan.

Kabar yang baru saja Oka dengar dari petugas TU membolak-balikkan isi kepalanya. Apa yang dikatakan oleh Jordy tadi sungguh nyata adanya.

“D … O …?” Tenggorokan Oka tercekat. Dia sama sekali tidak menyangka, apa yang diceritakan Jordy tadi kini menimpanya. Ancaman D.O di depan mata, karena dua semester berturut-turut IP Oka di bawah dua. Jika semester ini tidak bisa meningkatkan nilainya di atas dua, mau tak mau Oka di-D.O alias drop out. Sebutan kasarnya, Oka dikeluarkan.

“Lebih rajin kuliah, Dek. Sudah bayar mahal-mahal, malah dikeluarkan. Nggak sayang tuh? Kasihan juga sama orang tua yang kerja keras demi kuliahmu,” ujar si petugas TU.

Oka keluar dari ruang TU dengan lunglai. Langkahnya pun gontai. Kemudian terduduk di kursi ruang tunggu di dekat pintu.

D.O? Hal itu sungguh di luar pemikiran Oka. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan kejadian ini akan menimpanya. Rasanya aneh sekali menerima kenyataan bahwa dirinya harus berhenti kuliah karena di-D.O. Bukan ini yang dia inginkan. Terlebih lagi, ini bukan kesalahannya. Keadaan lah yang membuatnya demikian. Dia bekerja demi bisa melanjutkan kuliah dan membiayai adik-adiknya. Dia terpaksa!

Ingin hati Oka memberontak karena ketidakadilan ini. Mengeluh dan menyalahkan keadaan adalah cara termudah.

Kalau Papa nggak sakit, pasti nggak akan begini. Kalau sakitnya Papa bukan penyakit berat, masih tersisa cukup uang untuk hidup. Kalau aku nggak kerja, aku juga nggak di-D.O. Kalau … kalau … dan banyak lagi pengandaian yang tercetus di hati Oka.

Oka menarik napas panjang dan membuangnya dengan tertahan, diiringi suara lemah yang mirip rintihan. Dia mengusap wajahnya lalu menunduk, bertumpu pada telapak tangan.

“Lho, Ka, lu masih di sini?” Agus tiba-tiba muncul dengan keheranan. Dia mendekati sahabatnya yang lesu. “Kenapa, Ka, kok kayak nggak punya semangat hidup? Padahal tadi masih cengengesan. Ntar Sisil ngambek lho kalau tahu lu begini lagi.”

Oka mendongak. Wajahnya merah dan seperti ada bekas air mata bercampur keringat di sana.

“Lho? Hei? Lu kenapa, Ka?” Agus terkejut dan bingung. Tatapannya tertuju pada papan nama ruangan di pintu. “Lu ada perlu apa di TU? Nunggak?”

Oka menggeleng. Dari raut wajahnya yang semakin memerah, kentara sekali dia berusaha keras menahan keinginannya untuk menangis. Tapi, dia sudah tidak tahan lagi. Sudut mata Oka sudah tergenang air mata yang kemudian mengalir di pipinya.

Lihat selengkapnya