Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #4

Shōi Yang Kembali Dari Jurang


Zalya menutup buku catatannya dengan mata yang basah.

“Obaa-chan...” bisiknya, “... kalian akhirnya ketemu lagi, kan?”

Senara tersenyum. “Kalau tidak, aku tak akan pernah cerita semua ini.”

Zalya memeluk eyangnya. Hangat. Dan tahu, bahwa di balik luka yang disembunyikan eyangnya bertahun-tahun... ada cinta yang begitu dalam, lahir bukan dari tempat yang tepat, tapi dari keberanian memilih sisi manusia di atas peperangan.

Keheningan menggantung sebentar. Lalu Zalya mengangkat wajahnya, menatap Senara dengan kening berkerut.

“Tapi... gimana caranya Ojii-chan Renji bisa balik ke markasnya lagi? Maksudku... dia hilang sepuluh hari, kan?”

Senara mengangguk pelan. “Sepuluh hari. Kami pikir itu cukup untuk membuat mereka berhenti mencarinya.”

Zalya mencondongkan tubuh, penasaran. “Tapi kan pasukan Jepang disiplin banget. Kalau ada yang hilang, apalagi pangkatnya kayak Ojii-chan... pasti dicari terus, ya nggak?”

Senara tidak langsung menjawab. Tatapannya jauh, seperti menembus waktu.

“Benar. Dan kakaknya... Souta Takeyama, dia adalah pemimpin regu waktu itu. Mereka saudara. Tapi saat Renji kembali... dia tak langsung dipeluk atau disambut. Yang ada justru... curiga. Marah. Bingung. Kakaknya ingin tahu... kenapa adiknya bisa kembali, dan dengan luka yang sudah dirawat rapi. Seolah-olah... ada yang menyelamatkannya.”

Zalya menelan ludah. “Dan dia curiga... orang itu bukan dari pasukan mereka?”

Senara mengangguk. Ingatannya kembali melayang ke masa lalu yang begitu masih terekam jelas.

***

Barak Militer Kekaisaran Jepang – Desa Ninti, Kalimantan Barat

Langkah kaki berdebu memecah kesunyian. Seorang prajurit berjaga di pos depan mengangkat alisnya tajam, ragu dengan siluet yang mendekat perlahan di antara kabut tipis dan cahaya lampu minyak.

“Siapa di sana?!”

Renji terhuyung, bersandar sejenak di dinding kayu pos jaga. Seragamnya compang-camping, wajahnya pucat dan kurus, rambut sedikit panjang dari biasanya. Tapi lambang pasukan masih ada di lengan. Meski sudah pudar dan basah oleh lumpur dan darah kering.

“Aku... Shōi Takeyama Renji.”

Penjaga itu terdiam sesaat. Lalu dengan suara tercekat, ia menoleh panik ke arah barak komando dan berteriak, “Taichō! Shōi Takeyama hidup! Dia kembali!”

Dan saat suara itu terdengar, Renji berdiri lebih tegak. Meski tubuhnya masih terasa sakit dan balutan di perutnya menekan keras, ia menahan dirinya untuk tidak tampak lemah.

“Takeyama Shōi?!”

Lihat selengkapnya