Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #19

Saat Penjaga Hilang Fokus



Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang menenangkan. Muzaffar merasa waktu berhenti. Kekalutan yang tadi menguasainya perlahan sirna, digantikan oleh perasaan hangat yang asing namun menyenangkan. Gadis di sampingnya ini, dengan ketenangan dan ketulusannya, berhasil membuatnya melupakan sejenak dunia yang sedang bergejolak.

Akhirnya, Muzaffar teringat janjinya. “Aku… harus pergi, Sariya. Ada beberapa orang yang menungguku.”

Sariya mengangguk, tanpa menunjukkan kekecewaan. “Hati-hati, Muzaffar.”

Muzaffar berdiri, lalu menatap Sariya sekali lagi. “Kau… akan sering ke sini?”

Sariya tersenyum. “Mungkin. Kalau ada bunga-bunga yang bagus.”

Muzaffar mengangguk, senyum tipis masih menghiasi bibirnya. Ia berbalik, melangkah menuruni bukit. Kali ini, langkahnya terasa lebih ringan. Pikiran tentang Sariya, tentang senyumnya, tentang sentuhan tangannya, sedikit mengalihkan kegelisahan tentang Senara dan Jepang. Ia masih khawatir, tapi kini ada secercah harapan dan kehangatan yang baru.

Ia tahu, ia harus tetap waspada. Tapi untuk sesaat, ia membiarkan dirinya menikmati perasaan baru ini. Perasaan yang akan membuatnya sedikit “longgar” dalam mengawasi Senara, karena ia sendiri kini juga sedang jatuh cinta.

***”

Sejak pertemuan tak sengaja di bukit itu, Muzaffar tahu ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Kekalutan tentang ancaman Jepang dan kecurigaan pada Senara tak sepenuhnya hilang, namun kini di sana ada secercah kehangatan yang baru. Firasat itu bernama Sariya.

Pertemuan mereka setelah itu terasa seperti rangkaian kebetulan yang disengaja takdir.

Seperti malam itu. Muzaffar tengah memotong kayu bakar di belakang rumahnya, keringat membasahi pelipis, pikirannya masih berputar pada laporan mata-mata terbaru. Tiba-tiba, suara langkah kaki pelan mendekat. Sariya berdiri di sana, membawa baki berisi air jahe hangat dan beberapa ubi rebus.

“Ibu menyuruhku mengantar ini,” bisiknya, matanya memancarkan kepedulian yang tulus. “Kau terlihat lelah, Muzaffar.”

Lihat selengkapnya