Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #20

Putri Daerah dan Prajurit Kekaisaran



Sejak hari itu, Renji sering “kebetulan” berada di tempat Senara bekerja. Jika Senara meracik obat di balai pengobatan kampung, Renji akan berpatroli di sekitarnya. Jika Senara membantu di dapur umum, ia akan “memastikan keamanan pasokan makanan.” Semua dengan dalih tugas, padahal niatnya adalah untuk menghabiskan waktu bersama gadis itu.

Senara sadar Renji melakukan itu. Hatinya menghangat, namun juga diliputi rasa takut. Ia tahu Salim ada di mana-mana, mengintai. Dan Muzaffar, kakaknya, juga tak akan pernah benar-benar lengah.

Suatu sore, Renji melewati sebuah area terbuka di dekat sungai, di mana anak-anak kampung sering bermain. Ia mendengar gelak tawa dan suara riang. Saat ia mendekat, ia melihat Senara. Gadis itu duduk di tanah, dikelilingi belasan anak kecil yang matanya berbinar-binar.

Senara mengangkat selembar daun lontar, memperlihatkan ukiran aksara sederhana di atasnya. “Ini apa?” tanyanya lembut.

“O!” seru anak-anak serempak.

Senara tertawa kecil, mengangguk bangga. “Pintar! Sekarang, kita nyanyi sambil menari, ya?”

Ia bangkit, menggerakkan tangannya dengan luwes mengikuti irama lagu daerah yang ia nyanyikan. Anak-anak itu meniru gerakannya dengan tawa riang. Senara terlihat begitu hidup, begitu lepas, begitu… indah. Ia adalah jantung dari komunitas ini, sumber cahaya bagi anak-anak yang lugu.

Renji berdiri di kejauhan, tersembunyi di balik sebatang pohon, mengamati adegan itu. Sebuah senyum tulus terukir di bibirnya. Ia melihat sisi lain dari Senara, bukan hanya gadis pendiam yang sering ketakutan, bukan hanya perawat yang cekatan, tetapi juga seorang guru yang penyabar, seorang penari yang anggun, seorang jiwa yang penuh kasih.

Hatinya menghangat, dan ia merasa semakin dalam jatuh cinta pada gadis itu. Ia tidak pernah membayangkan keindahan semacam itu ada di dunia yang brutal ini. Keinginan untuk melindungi Senara semakin kuat, keinginan untuk memastikan senyum itu tidak akan pernah pudar.

Beberapa hari kemudian, udara desa dipenuhi bunyi gong, suara tawa, dan aroma makanan. Hari itu, warga merayakan Nyangahatn—ritual pengucapan syukur atas hasil panen yang diselenggarakan dengan persembahan, tarian, dan pesta rakyat.

Renji ditugaskan hadir atas perintah langsung dari Souta Takeyama. “Sebagai simbol persahabatan Kekaisaran,” katanya.

Renji tahu ini akan jadi ujian berat baginya. Namun, ia juga tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia ingin melihat Senara dalam nuansa perayaan ini.

Saat ia tiba di lapangan utama desa yang sudah dihias meriah, mata Renji langsung mencari. Dan kemudian ia melihatnya.

Senara berdiri di tengah keramaian, mengenakan pakaian adat Dayak yang memukau. Rok sarung yang ditenun dengan motif geometris rumit, atasan tanpa lengan yang dihiasi manik-manik berwarna-warni, dan hiasan kepala dari bulu burung enggang yang anggun. Kulitnya yang kuning langsat cerah tampak bersinar di bawah cahaya obor, dan rambut panjangnya yang biasanya terikat, kini terurai, dihiasi untaian bunga.

Lihat selengkapnya