Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #29

Rusuh

“Laporan darurat,” bisik Salim di sebuah pos rahasia. “Muzaffar, pemimpin kelompok pemberontak, telah mengorganisir serangan skala besar. Kematian Sirhan hanyalah pemicu. Mereka berencana menyerang gudang amunisi kita malam ini, lalu markas utama. Jumlah mereka sekitar lima puluh orang bersenjata. Ini akan menjadi pemberontakan berskala penuh jika tidak segera ditumpas.”

Laporan Salim itu, yang sebagian besar adalah rekayasa dan dilebih-lebihkan, tiba di tangan komandan tinggi militer Jepang.

Beberapa jam kemudian, di markas Jepang, Souta Takeyama dipanggil menghadap monitor komunikasi. Wajahnya tegang mendengarkan perintah dari atasannya, seorang Jenderal.

“Chūsa Takeyama,” suara Jenderal terdengar berat dari alat komunikasi. “Kami baru saja menerima intelijen sangat serius dari sumber terpercaya di lapangan. Ada laporan kuat tentang rencana pemberontakan berskala penuh yang dipimpin oleh Muzaffar.”

“Pemberontakan skala penuh, Taishō?” tanya Souta, menggunakan panggilan hormat militer untuk Jenderal.

“Ya. Mereka berencana menyerang instalasi kita malam ini. Kematian pribumi di pasar kemarin hanyalah bagian dari rencana mereka untuk memicu kemarahan massa dan menarik perhatian. Ini tidak bisa ditoleransi.”

Souta menelan ludah. “Jadi, bagaimana perintahnya?”

“Perintah dari Markas Besar... lakukan sōtō sakusen. Berikan mereka pelajaran. Lumpuhkan semua sel pemberontak. Segera kirim unit tempur ke desa dan sikat bersih siapa saja yang melawan. Pastikan tidak ada satu pun yang tersisa untuk menjadi ancaman.”

Suara di ujung sana terputus. Souta mematikan monitor. Wajahnya dingin, perhitungan militer menguasai dirinya. Perintah telah datang. Dan kali ini, tidak ada yang bisa menghentikannya. Perang kecil yang selama ini hanya mengancam, kini akan meletus di desa itu.

***

Malam itu, desa yang biasanya tenang diselimuti kegelapan yang mencekam. Hanya suara jangkrik dan desiran angin yang terdengar, namun di balik ketenangan semu itu, ketegangan terasa mengambang di udara. Tak ada yang tahu, perintah sōtō sakusen telah dikeluarkan.

Tepat tengah malam, keheningan pecah. Suara tembakan senapan yang memekakkan telinga meletus dari segala arah, diikuti oleh teriakan-teriakan panik dan raungan kemarahan. Lampu-lampu obor mulai terlihat di kejauhan, bergerak cepat mendekati desa. Pasukan Jepang, dalam jumlah besar, menyerbu masuk dari berbagai penjuru, sepatu bot mereka berderap memecah kesunyian malam.

Di rumah Muzaffar, Senara terbangun kaget. Jantungnya berdebar kencang. Ia mendengar suara tembakan dan teriakan yang semakin mendekat.

Muzaffar segera berlari ke ruang tengah, wajahnya tegang. “Mereka datang!” serunya, matanya memancarkan amarah sekaligus tekad. “Semua orang, bersiap!”

Lihat selengkapnya