Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #43

Luka Lintas Generasi

Zalya memeluk buku catatannya erat-erat, seolah meredam gemuruh di dadanya yang terasa ingin pecah. Air mata yang sejak tadi ia tahan kini tumpah ruah, mengalir deras membasahi pipi, membasahi ujung rambutnya yang menempel. Ia bahkan tidak menyadari napasnya sendiri tersengal, dadanya terasa sesak, seolah udara di sekelilingnya menipis.

Ia mendongak, menatap wajah eyangnya, yang kini hanya diam dengan sorot mata kosong menerawang. Wajah itu, meskipun keriput dimakan usia, tetap memancarkan kesedihan yang sama, kesedihan yang bertahun-tahun lamanya terukir di sana.

Zalya kembali menatap lantai kayu yang dingin, tapi pikirannya jauh… terseret ke tengah hutan, ke dalam gubuk bambu lembap yang ditinggalkan suara dan pelukan terakhir seorang kakak.

“Dia tak pernah kembali ya, Obaa-chan?” bisiknya lirih.

Senara tidak menjawab. Hanya napasnya yang terdengar, pelan dan berat, seakan paru-parunya pun ikut mengingat.

Zalya menyeka air matanya, tapi yang tersisa malah isakan kecil yang pecah tak tertahan.

“Kalau Zalya yang ditinggal seperti itu… Zalya mungkin sudah gila, Obaa-chan,” gumamnya, suaranya parau. “Bagaimana Obaa-chan bisa bertahan hidup setelah lihat punggung terakhir Abang sendiri menghilang begitu saja…”

Tangannya meremas kain di lututnya. “Zalya merasa seperti ikut ada di situ. Kayak… Zalya yang ditinggal.”

Senara menggerakkan tangannya perlahan, menyentuh kepala cicitnya. Helaan napas panjang menggantung.

“Waktu itu,” katanya pelan, “aku juga merasa… sudah kehilangan separuh diriku.”

Mata Senara basah, meski senyumnya masih berusaha menguatkan.

“Yang paling aku ingat,” lanjut Senara, suaranya gemetar, “bukan saat dia berlari pergi, tapi waktu dia mundur pelan… masih menatapku. Seolah-olah dia juga tak mau pergi. Seolah… dia tahu ini terakhir kalinya kami melihat satu sama lain.”

Senara memejamkan mata. Wajahnya tua, tapi untuk sesaat, ia tampak seperti gadis muda yang baru saja kehilangan dunia.

“Punggung itu, Zalya… sampai sekarang pun masih muncul dalam mimpi. Kadang aku masih berharap, kalau aku bisa bertemu dia sekali lagi, Cuma sekali… aku mau peluk abangku. Aku mau bilang maaf… karena dulu terlalu keras kepala. Karena aku selalu membuat dia khawatir. Karena aku tak pernah benar-benar mengerti, kenapa dia selalu protektif.”

Suara Senara pecah di ujung kalimat.

Zalya menggenggam tangan Senara erat-erat. “Obaa-chan… Tok Muzaffar pasti tahu, kalau Obaa-chan sayang banget sama dia.”

Senara tersenyum, getir. “Tahu atau tidak, aku tetap tak sempat bilang.”

Keheningan menyelimuti mereka. Di luar, suara serangga malam mulai menggantikan hujan yang reda. Aroma tanah basah masih menggantung di udara, menyelip masuk lewat jendela yang terbuka sedikit.

Zalya menunduk.

“Tok Muzaffar ditangkapnya di mana, Obaa-chan?” tanyanya pelan. “Bukan di rumah?”

Lihat selengkapnya