Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #108

Rumah yang Menenangkan

Senara mendengus, berpura-pura cemberut. “Curang!” Ia mencoba menarik tangannya, tapi cengkeraman Renji terlalu kuat, namun tak menyakitkan. “Mana ada Shōi bermain seperti ini?”

​“Malam ini, tak ada Shōi,” bisik Renji, suaranya dalam dan penuh janji. Ia mencondongkan tubuhnya, mencuri kecupan singkat di bibir Senara sebelum gadis itu bisa protes. “Hanya Renji. Dan Senara. Selamanya.”

Suara itu menggema di telinga Senara, lembut tapi menyalakan sesuatu di dalam dadanya. Ia menarik napas, lalu tersenyum samar.

“Selamanya,” ulangnya pelan, seperti sedang mencicipi kata itu untuk pertama kalinya.

​Kimono dan Obi itu akhirnya melorot ke lantai, menciptakan gundukan kain di sekitar kaki Senara. Angin malam yang nakal menyelinap masuk, membuat kulit Senara merinding, tapi bukan karena dingin. Ia balas menatap Renji, matanya berkilat menggoda, sebuah senyum misterius mengembang.

“Kau yakin bisa menanganiku, Tuan Takeyama?” tantangnya, suaranya berbisik, penuh janji yang belum terucap.

​Renji mengangkat satu alis, seringainya melebar. “Aku suka tantangan.”

​Tiba-tiba, Senara bergerak cepat. Dengan lincah, ia meloloskan diri dari genggaman Renji, menukik dan berlari kecil menuju sudut ruangan. Ia berbalik, membelakangi dinding, tawanya berderai. “Tangkap aku kalau bisa!”

Renji berdiri di tempatnya, mematung sejenak, lalu tertawa kecil. Matanya berbinar. Ini dia sisi lain Senara yang ia tunggu-tunggu. Ia tak menyangka gadis pemalu itu punya keberanian seperti ini. 

“Kau berani menantang?”

“Aku sudah menantangmu sejak pertama kali kau menatapku di tepi jurang itu!” seru Senara sambil terkikik.

Mata Renji berkilat. “Baiklah.”

Ia sengaja mempermainkan langkahnya. “Jadi kau mau bermain, Nara-chan?” suaranya turun satu oktaf lebih dalam, seperti predator yang menikmati perburuan.

Ia melangkah perlahan, seolah pemburu yang menunggu waktu. Setiap langkah mendekat, napas Senara terdengar lebih keras, tapi tawanya tidak pernah berhenti.

​Senara terkekeh, mencoba lari lagi, tapi Renji lebih cepat. Dalam sekejap, ia berhasil mengunci tubuh Senara di antara lengannya dan dinding. Tangan kanannya menahan kepala Senara agar tak terbentur, sementara tubuhnya menunduk sedikit, menatap wajah gadis itu dari jarak sedekat napas.

​“Tertangkap,” bisik Renji, bibirnya nyaris menyentuh leher Senara. Ia menciumi kulit leher gadis itu, mengirimkan gelenyar aneh di sekujur tubuh Senara.

​Senara menggeliat, tertawa geli, namun tak berusaha lari. “Tidak adil!” serunya, suaranya parau. Jari-jemarinya yang nakal menyelip di balik kemeja Renji, mengusap punggungnya yang keras, memancing sebuah geraman rendah dari Renji.

​“Oh, Sayang... permainan kita baru dimulai,” bisik Renji, suaranya penuh janji yang membakar. Tangannya menelusup ke pinggang Senara, mengangkat tubuh gadis itu perlahan hingga kakinya melingkar di pinggangnya. Senara memekik kecil, terkejut, namun segera merangkul erat leher Renji, menenggelamkan wajahnya di bahu pria itu.

Lihat selengkapnya