Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #118

Dosa yang Tak Bisa Ditebus

​“Untuk apa kau melindungi anjing Jepang itu, Nara?” Suaranya meremehkan. “Dia pembunuh. Kau bela dia, setelah semua yang terjadi?”

​“Rayyan bukan pembunuh! Dia suamiku!” bantah Senara, air mata masih mengalir deras.

​Salim tersenyum getir. “Apa kau tahu bagaimana Bang Zaffar mati, Nara? Kau tahu siapa yang telah membunuhnya?”

​Senara terdiam, ia melepaskan pelukannya sedikit, menatap wajah Salim dengan bingung. “Apa maksudmu? Apa hubungannya dengan Bang Zaffar?”

​Mendengar nama Muzaffar, Renji mulai panik. Ia tahu ini adalah saat yang paling ia takuti.

​Salim mendekat satu langkah, menatap Senara dengan mata yang penuh obsesi.

“Kau terlalu polos sampai tidak tahu kalau orang yang kau cintai... dan tidur di sampingmu setiap malam...”

Ia berhenti sebentar, suaranya serak oleh amarah yang ditahan.

“...adalah orang yang telah membuat saudaramu mati mengenaskan.”

​Senara menatap Renji, wajahnya mulai memucat.

“Salim... jangan bicara sembarangan...”

 Tapi Salim tak berhenti. Ia menunjuk Renji dengan jari telunjuknya yang gemetar, tetapi matanya mantap.

​“Aku masih bisa mengingat bagaimana laki-laki ini mengayunkan pedangnya, lalu memenggal kepala abangmu. Renji Takeyama yang membunuh Muzaffar... dalam pembantaian di Mandor! Dengan wajah kosong. Tanpa rasa bersalah. Dan hebatnya, setelah itu... dia menikahi adik perempuan Muzaffar. Hidup bahagia.”

​Keheningan seketika menyelimuti pondok itu.

​Lukas, Ero, dan Jau terkejut, melihat Sensei yang mereka hormati kini dicap sebagai pembunuh saudara dari wanita yang dicintainya.

​Senara langsung membeku. Tubuhnya gemetar, matanya melebar dalam keterkejutan yang nyaris tak bisa ia tangkap.

Sementara itu, Renji menunduk perlahan, bahunya menegang. Ia tidak membantah.

“Renji... itu tidak benar, kan?” suara Senara nyaris tak terdengar. “Katakan padaku... itu tidak benar...”

​Renji maju selangkah, air mata menggenang di matanya. “Nara-chan, aku bisa… aku bisa jelaskan. Itu bukan seperti yang kau pikir…”

​Jawaban Renji—yang bukan penyangkalan mutlak—adalah pengakuan paling jujur.

​Napas Senara tercekat. Ia menatap Renji sambil menggigit bibir, air matanya makin deras mengalir. Tangannya yang tadi menggenggam Renji perlahan terlepas.

Ia mundur satu langkah.

Lalu satu langkah lagi.

​Tentara Sekutu memanfaatkan momen kejut itu. Mereka langsung mencengkeram lengan Renji dan menyeretnya.

Lihat selengkapnya