Cinta Terlarang di Tanah Jajahan

Desy Cichika
Chapter #120

Pertolongan yang Tak Disangka

Tiga hari setelah vonis itu, malam turun tanpa bintang.

Hujan gerimis mengetuk atap seng penjara. Di dalam sel, Renji duduk menatap pintu, menunggu apa pun yang mungkin terjadi.

Ia sudah tidak tidur selama dua malam.

Ia tahu waktunya sudah dekat.

Tepat tengah malam, suara langkah berat terdengar di lorong.

“Prisoner 017, stand up.”

Pintu sel terbuka. Dua tentara masuk, wajah mereka datar tanpa emosi.

Renji berdiri perlahan, lututnya lemah tapi matanya tenang.

Salah satu prajurit menutup kepalanya dengan kain hitam.

Suara seret kain itu seperti lonceng kematian yang lembut tapi pasti.

Tangannya diborgol, lalu ditarik keluar sel.

Penglihatan Renji menghilang. Hanya gelap, dan suara langkah sepatu bot.

​Renji tahu, ini adalah akhir perjalanannya. Mereka akan membawanya ke suatu tempat untuk dieksekusi saat fajar.

​Ia tidak melawan. Ia hanya menggumamkan dua nama di bawah kain hitam itu, nama yang menjadi doa dan penyesalan terakhirnya.

​“Nara-chan… Haruki… Tolong, biarkan aku melihat wajah mereka sekali saja.”

​Ia diseret ke luar sel, menaiki tangga. Di udara malam yang dingin, ia mendengar suara berat pintu gerbang penjara dibuka. Kemudian, ia merasakan dirinya didorong masuk ke dalam ruang sempit yang keras.

​Mobil.

​Pintu dibanting tertutup. Di kegelapan yang pekat, Renji hanya menunggu suara tembakan yang akan memuntahkan peluru tepat ke jantungnya.

Mobil itu berjalan menembus kegelapan.

Di luar, hujan semakin deras, menelan semua jejak langkah terakhirnya.

Dan di antara deru mesin, Renji hanya bisa menggenggam dadanya — tempat surat itu tersimpan.

Surat yang mungkin takkan pernah sampai ke tangan wanita yang paling ia cintai.

​ Beberapa menit berlalu tanpa suara. Lalu tiba-tiba—

Ada tangan yang menyentuh bahunya.

Kain hitam itu ditarik dari kepalanya. Cahaya lampu mobil menyilaukan matanya sejenak.

Begitu pandangannya fokus, napasnya langsung tercekat.

Di kursi sebelahnya duduk seorang pria berwajah dingin, dengan pakaian kasual yang rapi. Pria itu menyilangkan kaki, memandangnya dengan tatapan tenang yang selalu ia kenal. Wajah itu… tidak mungkin dilihatnya di sini.

Lihat selengkapnya