Aku mengira aku sudah selesai berdamai dengan masa lalu.
Ternyata tidak.
Zalya duduk di depanku dengan wajah yang tak lagi membawa pertanyaan—
Melainkan keputusan.
Ia tidak mulai dengan cerita.
Ia meletakkan benda kecil di meja.
Buku catatan. Lusuh. Tulisan tangan yang kukenal tanpa perlu diberi nama.
“Aku menemukannya di arsip pelabuhan,” katanya. “Nama Ojii-chan tidak tercatat sebagai korban. Tapi rutenya… kapalnya… malamnya…”
Ia berhenti.
Tidak perlu melanjutkan.
Karena aku sudah paham.
Selama ini kami sudah lama kehilangan seseorang.
Kami hanya tidak diberi jasad untuk menguburkannya.
Tanganku gemetar saat membuka halaman terakhir.
Tidak ada ratapan. Tidak ada permintaan maaf.
Hanya baris-baris tenang dari seseorang yang tubuhnya—tanpa sadar—sudah memilih laut.
Dan tiba-tiba, satu ingatan lama—yang selama ini tak pernah kupahami—menemukan tempatnya.
Aku baru mengerti sekarang.
Kenapa malam itu—puluhan tahun lalu, saat aku berusia tiga belas tahun—Okaa-san terbangun dengan napas memburu.
Bukan karena mimpi buruk.
Bukan karena suara apa pun.
Ia hanya duduk di tepi ranjang dan memeluk dadanya sendiri.
Aku ingat karena aku ikut terbangun.
Lampu tidak dinyalakan.
Ia tidak menangis keras.
Hanya lelehan yang turun dari sudut mata dan napasnya yang terdengar pendek-pendek. Seperti seseorang yang baru saja kehilangan sesuatu… tapi tidak tahu apa.
“Ada apa, Okaa-san?” tanyaku waktu itu.
Ia tidak menjawab. Hanya mengusap rambutku berulang kali, seperti memastikan aku masih ada.
Malam itu, hujan tidak turun. Angin tenang. Tidak ada kabar. Tidak ada surat. Tidak ada jeritan.
Namun sekarang aku tahu.
Di saat yang sama ketika Okaa-san terbangun,
Di saat yang sama ketika ia tiba-tiba menangis tanpa alasan,
Di saat yang sama ketika ia memeluk anaknya seperti dunia akan runtuh—
Renji Takeyama sedang tenggelam.
Tidak ada yang memberi tahu kami. Tidak ada saksi yang sampai. Tidak ada jasad yang kembali. Tapi tubuhnya telah ditelan laut, dan hatinya… pulang lebih dulu.
Okaa-san duduk sampai pagi, menatap jendela yang gelap.
Keesokan harinya, ia demam ringan.
Tidak parah.
Tidak sampai terbaring.