"Zahra."
Merasa namanya terpanggil Zahra menoleh ke sumber suara. Senyumnya mengembang melihat perempuan yang memakai tunik serta jeans biru dongker itu berlari ke arahnya.
"Amira, aku cariin kamu dari tadi, aku pikir kamu udah pulang." Zahra cemberut dan hal itu berhasil membuat Amira menjawil pipi tembam Zahra.
"Kalau kangen makanya bilang, punya hp kok gak digunain," katanya seraya menyenggol siku Zahra.
Zahra mendelik, kemudian memperlihatkan ponselnya yang tiba-tiba saja mati beberapa menit lalu. "Tuh, lihat! Mati, gara-gara gak aku charge semalem. Abis lupa."
Amira menggeleng, "Astaghfirullah ini permata berharga kenapa pelupa begini?" Amira memang selalu memanggil Zahra 'permata berharga'. Karena sebagai sosok sepupu, Amira sudah terbiasa mendengar bagaimana keluarga Zahra sangat menyayangi perempuan itu.
"Itu dia, kasih aku memori tambahan di otakku dong. Biar aku gak pelupa, hem?" Zahra memanyunkan bibirnya seraya menempelkan dua telunjuk tangannya di kedua pelipis.
Sontak Amira meraup wajah Zahra. "Adek kecil harus segera pulang, nanti dicariin Mama," ujar Amira seraya berlalu meninggalkan Zahra.
"Ih, Amira jangan panggil aku Adek!" Zahra berteriak tetapi Amira menghiraukan.
Tak lama kemudian, presensi Amira kembali, membuat Zahra melotot padanya. Namun, saat Zahra hendak mengungkapkan kekesalan. Tiba-tiba khawatir saat raut wajah Amira tampak gusar.
"Amira, ada apa?"
"Ra, maafin aku, ya, kita gak bisa pulang bareng. Mendadak banget, tiba-tiba aku dipanggil ketua BEM. Kamu gak apa-apa 'kan pulang sendiri?" tanya Amira sembari menggenggam tangan Zahra.
Dengan terpaksa Zahra mengangguk karena ia juga tidak bisa untuk melarang Amira. "Iya, gak apa-apa."
Dengan senyum Amira memeluk Zahra, "Hati-hati, ya." Amita mengurai pelukan kemudian berlalu.
****
Ali keluar dari mobil dengan kesal. Baru saja mobilnya menginjak paku yang berserakan di jalanan. Padahal Ali ingin segera istirahat. Menyegarkan pikiran karena sudah berdebat dengan orang yang tidak ia kenal. Apalagi hal itu menyangkut Arin. Perempuan itu sudah mempunyai tunangan, tetapi masih saja mengajak Ali makan siang bersama. Sampai akhirnya Ali yang disalahkan. Lelaki itu dianggap sebagai selingkuhannya Arin, dan parahnya di depan banyak orang.