Suara derap langkah dari sepatu sniker putih terdengar menghiasi koridor kampus yang cukup sepi, milik seorang perempuan berhijab syari bernama lengkap Az-Zahra Khumaira, yang tengah berjalan menuju perpustakaan.
Netranya memindai saat sudah masuk ke dalam perpustakaan. Beberapa mahasiswa tingkat akhir ada di sana. Berkutat dengan laptop dan buku referensi untuk menyiapkan skripsi. Hingga beberapa menit kemudian salah seorang di antara mereka berdiri, dengan wajah suram bahkan tampak lelah saat lingkaran hitam menghiasi matanya.
Zahra mendesah pelan, ia mulai berpikir apakah nanti ia juga akan se-berjuang itu saat membuat skripsi? Karena tentunya Zahra juga akan berada di posisi mereka. Hanya tinggal menunggu dua semester lagi.
Hhh, tapi ya sudah. Lagipula Zahra termasuk mahasiswa yang cukup cerdas dengan nilai IP di atas 3 yang selalu ia pertahankan sampai semester ini.
Lantas, langkah kakinya kembali berjalan menuju meja paling pojok di sudut ruangan. Tempat biasa ia membuat tugas atau membaca buku, bahkan ber-angan. Menuliskan cerita dalam buku diary kemudian membuat puisi tentang hari ini.
Zahra mengambil novel di dalam tas, kemudian membuka setiap lembar kisah cerita yang begitu ia gemari. Tak lama setelahnya, suara decitan kursi terdengar saat seorang lelaki tiba-tiba menarik kursi kemudian duduk di depannya.
Atensi Zahra langsung teralih pada sosok lelaki itu, semburat merah diam-diam muncul menghiasi pipi tanpa permisi membuatnya ingin cepat bersembunyi. Degup jantungnya tiba-tiba tak bisa terkontrol. Keringat dingin menghiasi telapak tangan membuatnya segera menutup novel. Kemudian menyembunyikan tangannya di bawah meja.
"Kak Abidzar," panggilnya pada sosok lelaki yang memiliki nama lengkap Abidzar Mustafa. Kakak tingkat Zahra yang sudah perempuan itu sukai sejak ia menjadi Maba. Dan kesan pertama yang Zahra dapatkan dari Abidzar adalah ... santun. Selain itu, Zahra juga sudah beberapa kali tanpa sengaja mendengar Abidzar membaca Al-Quran di musala saat dirinya hendak melaksanakan salat.
Lalu bagaimana bisa Zahra tidak tertarik? Sosok Abidzar adalah idaman setiap para wanita di kampus ini. Namanya selalu terdengar di setiap kali ada perkumpulan para wanita. Bukan hanya tampan tetapi juga sholeh, ramah, bahkan setahu Zahra Abidzar juga sudah hafal beberapa juz Al-Quran.
"Boleh saya duduk di sini?" tanya Abidzar yang selalu saja memanggil dirinya dengan sebutan 'saya' kepada setiap perempuan yang ia ajak bicara atau mengajaknya berbicara.
Zahra mengerejap seraya menormalkan jantungnya yang semakin berdetak tak beraturan. "Ah, iya tentu saja. Ini tempat duduk untuk umum, kok, bukan tempat pribadi saya, jadi gak perlu meminta izin," ujar Zahra dengan senyuman.
Abidzar terkekeh. "Benarkah? Tapi setiap kali saya ke perpustakaan pasti meja ini sudah kamu tempati. Coba saya tebak, apa jangan-jangan meja ini udah kamu beli sampai gak ada seorang pun yang mau duduk di sini selain kamu?"
"Bukan dibeli, cuma mungkin mereka tahu meja ini cocok kalau aku yang menempati," ujar Zahra membalas walau sebenarnya hanya bercanda.