“Jangan jadikan cinta manusia sebagai tujuan utama. Sebab, hati manusia bisa kapan saja berubah. Akan tetapi, jadikanlah cinta Allah yang paling utama. Jika Allah mencintaimu. Mudah bagi-Nya menjatuhkan hati manusia yang kau mau.”
***
Hasna tampak asyik membaca blurb novel yang berlabel romantis religi di genggamannya. Datang ke toko buku adalah cara ampuh untuk memperbaiki suasana hatinya. Namun, tidak pernah Hasna duga. Seolah-olah dunia ini hanya selebar daun kelor. Hasna bertemu dengan Nayya di sana.
Mereka berdua berujung bertukar sapa. Kemudian mengobrol sembari mengelilingi barisan rak buku. Yang tingginya melebihi tinggi badan mereka.
“Kamu sudah lama, ya, kenal sama Mas Farhan?” tanya Hasna disela obrolan basa-basi mereka. Tidak bisa ditutupi. Hasna memang penasaran bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan akhirnya memutuskan untuk menikah.
Perempuan yang memakai setelan syar’i berwarna merah muda itu tersenyum kecil. Lalu menjawab dengan malu-malu. “Sebenarnya aku sama Mas Farhan baru saling mengenal enam bulan terakhir. Kami berdua ikutan ta’aruf online.”
Ta’aruf online bukan rahasia umum bagi Hasna. Ia sering kali menjumpai akun Instagram yang menawarkan jasa tersebut. Namun, ia sama sekali tidak pernah menyangka. Farhan akan berakhir mencari pasangan hidup dengan mengikuti ta’aruf online.
Apakah Farhan tidak pernah memandangnya sebagai seorang perempuan selama ini?
Astagfirullah. Sadar telah berpikir yang tidak pantas. Hasna buru-buru mengucap istigfar dalam hatinya.
“Hasna? Kamu kenapa diam?” tegur Nayya. Menyadarkan seutuhnya lamunan Hasna.
Hasna mengerjap. “Maaf, Nay, aku melamun. Ngomong-ngomong kamu sudah dapat buku yang mau kamu beli?”
“Belum. Aku bingung mau beli buku yang mana. Rasanya pengin kubaca semua buku di rak ini.” Nayya tertawa kecil. Manisnya.
Hasna berdeham. “Kayaknya buku ini bagus. Referensi untuk kamu yang sebentar lagi akan menjadi seorang istri.”
Hasna meraih buku berkover kuning cerah yang berada di barisan rak kedua. Buku dengan tema menjadi istri sholehah.
Lagi-lagi Nayya tersenyum manis. Perempuan itu mengambil buku yang direkomendasikan oleh Hasna dengan Hati-hati. Jujur ... sebagai seorang perempuan. Hasna tidak bisa berhenti menganggumi kelembutan yang melekat dalam diri Nayya. Bagaimana dengan seorang pria yang melihatnya?
“Baiklah. Aku beli buku ini saja. Terima kasih rekomendasinya, Hasna.” Nayya akhirnya memutuskan pilihannya.
Hasna menganggukan kepala. “Sama-sama. Setelah ini kamu mau ke mana?”
“Insyaallah aku mau datang ke kajian. Kamu sendiri?” jawab Nayya lalu bertanya balik.