"Cinta kita seperti sepasang burung yang terbang bersama di langit dengan bebas namun selalu kembali untuk berlabuh di sarang yang sama."
Setelah pernikahan yang indah, Syifa dan Rumi duduk bersama menikmati sarapan. Bi Imah, yang setia menemani, menyajikan makanan dengan senyum hangat seperti biasa. Suasana terasa nyaman dan penuh kehangatan keluarga.
Di tengah-tengah sarapan, ponsel Rumi berdering. Ternyata, panggilan itu dari Papanya. Rumi segera mengangkat telepon dan mendengarkan dengan seksama. Setelah beberapa saat, Rumi menoleh ke arah Syifa dengan senyuman, lalu mengucapkan, "Alhamdulillah."
Syifa yang penasaran bertanya, "Ada apa, Bang?"
Rumi menjawab, "Papa bilang, ada yang tertarik untuk membeli rumah ini. Orang itu kenalan Papa juga."
Syifa merasa lega mendengar kabar itu. Mereka kemudian sepakat untuk bertemu dengan calon pembeli tersebut dan membicarakan detail transaksi lebih lanjut. Ini adalah langkah pertama menuju babak baru dalam hidup mereka.
Setelah sarapan, Syifa dan Bi Imah mulai membereskan barang-barang di rumah yang bisa dibawa untuk pindah. Saat membereskan, Syifa merasa hatinya campur aduk. Setiap sudut rumah ini menyimpan kenangan manis bersama almarhum ayah dan ibunya. Ketika ia membuka lemari pakaian orang tuanya, aroma yang akrab segera menyeruak, membawa kembali gelombang emosi yang begitu kuat.
Dengan hati yang penuh haru, Syifa memutuskan untuk merapikan pakaian-pakaian milik ayah dan ibunya. Ia memutuskan untuk mengirimkan pakaian-pakaian itu ke panti sosial, berharap bahwa barang-barang tersebut dapat bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan.
Sementara itu, Rumi sibuk mencari rumah yang dijual melalui berbagai situs di gadgetnya. Ia dengan cermat memfilter rumah-rumah yang lokasinya dekat dengan florist, memastikan bahwa rumah baru mereka nanti akan memudahkan aktivitas harian Syifa.
Waktu berlalu, dan hari sudah mulai siang. Setelah semua pekerjaan rumah selesai, mereka duduk bersama untuk makan siang. Selama makan, Rumi mengajak Syifa untuk melihat-lihat rumah-rumah yang sudah ia pilih dan difilter sebelumnya. "Sayang, gimana kalau kita lihat beberapa rumah yang sudah Abang pilih? Lokasinya dekat dengan florist, mudah-mudahan cocok," tawar Rumi.
Syifa mengangguk setuju. "Boleh, Bang. Syifa percaya dengan pilihan Abang."
Setelah makan siang selesai, mereka pun bersiap-siap untuk pergi. Rumi dan Syifa berangkat dengan perasaan penuh harap, berharap bahwa mereka akan menemukan rumah yang sempurna untuk memulai kehidupan baru mereka sebagai pasangan suami istri.
Rumi dan Syifa memasuki salah satu perumahan yang menjadi pilihan Rumi. Perumahan itu adalah cluster dua tingkat yang minimalis dengan desain ala Eropa. Saat mereka melintasi gerbang perumahan, Syifa langsung terkesima dengan suasana yang tertata rapi dan asri. Jalan-jalan di perumahan itu bersih, dihiasi dengan lampu-lampu bergaya klasik yang menambah kesan elegan.
Ketika mereka sampai di depan rumah yang akan mereka lihat, Syifa semakin terpesona. Rumah itu memiliki fasad dengan detail arsitektur Eropa, jendela-jendela besar dengan bingkai putih, dan pintu kayu yang kokoh namun artistik. Taman kecil di depan rumah dihiasi dengan bunga-bunga yang tertata rapi, menambah keindahan tempat itu.
Mereka melangkah masuk ke dalam rumah, dan Syifa langsung merasa nyaman. Interior rumah itu didominasi oleh warna-warna netral yang elegan, dengan lantai kayu yang hangat dan dinding yang dihiasi dengan panel-panel klasik. Ruang tamu terasa luas dengan langit-langit yang tinggi, memberikan kesan lapang namun tetap hangat. Jendela-jendela besar membiarkan cahaya alami masuk, membuat ruangan itu terang dan menenangkan.