Gita selesai kelas dan membalas pesan Henry, Gita bertemu Henry di cafe.
"Masih ingat, jika kamu punya pacar?" Gita berbicara dengan kesal.
"Aku ada pekerjaan, aku tidak bisa menghubungi kamu selama seminggu ini."
"Selalu itu alasan kamu, pekerjaan."
Gita kesal dengan sikap Henry, Ghea sampai di cafe dekat rumah. Ghea menelepon Gita, Gita menerima telepon.
"Iya Ghea, ada apa?"
Henry terkejut mendengar nama Ghea, Henry mendengarkan dengan serius.
"Sekarang kamu bisa ke cafe dekat rumah?"
Gita terdiam, Gita menatap Henry dengan bingung. Henry menganggukkan kepalanya, Gita menarik nafas.
"Iya Ghea, sekarang aku kesana."
"Terima kasih Gita, aku tunggu."
Ghea tersenyum dan mematikan telepon, Ghea memesan minuman. Minuman datang, Ghea minum dengan perasaan takut jika Gita marah.
"Ada apa?" Henry bertanya dengan serius.
"Ghea ingin bertemu, sepertinya ada yang serius."
"Aku boleh tanya sesuatu?"
"Boleh, tanya apa?"
"Apa Ghea cerita ke kamu tentang sesuatu?"
Gita terdiam, Gita mengingat tentang kemarin. Gita menatap curiga ke arah Henry, Gita menghilangkan pemikiran tentang Henry adalah pacar Ghea.
"Kemarin Ghea pulang sambil menangis, katanya baru putus. Seandainya aku tahu siapa laki-laki itu, pasti akan aku hajar." Gita menatap Henry dengan serius.
"Aku ikut bertemu Ghea boleh?"
"Untuk apa kamu ikut?" Gita menatap dengan curiga ke arah Henry.
"Mungkin aku bisa memberi saran, atau membantu masalah yang dihadapi Ghea."
"Ayo kita pergi, kamu boleh ikut."
Mereka pergi dengan mobil masing-masing, Ghea melamun. Membayangkan semua kenangan tentang Henry, Ghea merasa sakit jika harus melupakan Henry.
Gita dan Henry turun dari mobil, Gita masuk terlebih dahulu. Henry mengikuti dari belakang, Ghea berdiri dan tersenyum melihat Gita.
Ghea terkejut dengan kehadiran Henry dibelakang Gita, Ghea berusaha menenangkan dirinya. Henry tersenyum bahagia, karena bisa bertemu dengan Ghea. Mereka duduk, Ghea duduk di depan Gita, Henry duduk disamping Gita.