Cinta untuk Syifa

Jee Luvina
Chapter #5

Bunga Duka #5

Seperti biasa, Syifa bangun lebih pagi, bersemangat menyapa Ibu dan Ayah yang sudah sibuk di perkarangan belakang rumah. Sambil menikmati udara pagi yang segar, Ayah mengingatkan Syifa tentang liburan yang sudah di depan mata.

"Syifa, jangan lupa persiapkan untuk liburan kita di Lembang. Cari villa yang nyaman dan list destinasi yang mau kita kunjungi ya," ucap Ayah dengan nada bersemangat. Syifa, dengan senang hati, mengangguk dan berjanji akan melakukannya secepat mungkin.

Sarapan pagi mereka berlangsung akrab, walaupun Mas Kala tidak ikut bergabung karena masih tertidur. Ayah memberitahu bahwa Mas Kala baru pulang jam dua pagi, sebuah informasi yang didapatnya dari cek CCTV setiap kali bangun tidur.

Setelah sarapan, Ayah mengajak Syifa untuk kembali belajar mengemudi. Sesi mengemudi berlangsung singkat namun produktif, tidak lebih dari dua jam. Kemudian, mereka bersiap untuk berangkat kerja bersama.

Di tengah kesibukan, Syifa teringat akan janjinya dengan Mas Kala untuk memotret di florist. Ia segera mengambil handphone dan mengirim pesan kepada Mas Kala, menanyakan kapan ia bisa datang. Tak lama, jawaban dari Mas Kala tiba, "Hari ini Mas ke sana."

Ketika Mas Kala tiba di florist setelah istirahat makan siang, ia langsung bertanya, "Foto dan videonya mau dipake buat apa?"

"Buat nambahin stok konten di medsos aja kok, Mas. Nanti Syifa edit gitu pake quote atau lagu-lagu yang lagi viral," jawab Syifa, menjelaskan tujuannya dengan antusias.

Mas Kala mengangguk dan mulai bekerja. Sesekali ia meminta Syifa untuk memegang bunga atau berjalan sambil difoto dan direkam. Syifa merasa senang bisa bekerja sama dengan Mas Kala yang sudah berpengalaman dalam fotografi dan sering memenangkan kompetisi nasional maupun internasional. Namun, Syifa heran mengapa Mas Kala tidak serius menjadikan hobinya itu sebagai bisnis.

Setelah sesi pemotretan selesai, Syifa meminta nomor rekening Mas Kala untuk transfer bayaran jasanya. Mas Kala memberitahu sambil menyerahkan memori kamera kepada Syifa.

Syifa melihat hasilnya untuk dicopy dan paste di laptopnya. Syifa antusias sekal melihatnya dan berkata, "Makasiiihhh ya Maasss ini kereeeennn bangeeeettt lhooo."

Syifa, yang masih bersemangat, mencoba memberi saran, "Mas, ayo dong jadiin bikin studio yang Ayah bilang tempo hari."

"Syif, kamu boleh ngomong apa aja, tapi kalau mau kasih saran buat Mas, nunggu dulu, nunggu Mas yang minta," jawab Mas Kala dengan nada yang sedikit serius.

Syifa terdiam, merenung atas apa yang baru saja ia sampaikan, khawatir mungkin telah salah bicara.

"Mas jalan ya.. thanks transferannya sudah masuk," kata Mas Kala sambil beranjak keluar dari florist.

Syifa memandang Mas Kala yang pergi, berdoa dalam hati semoga suatu hari nanti, Mas Kala bisa lebih terbuka dan hubungan mereka sebagai keluarga bisa semakin erat.

Setelah hari yang panjang dan penuh kegiatan, Syifa memutuskan untuk menyudahi malam dengan refleksi dan rasa syukur. Di kamarnya yang tenang, ia duduk di meja kerjanya, membuka buku jurnal yang sudah agak lusuh di tepinya—saksi bisu dari segala pikiran dan perasaan yang telah ia curahkan di masa lalu.

Lampu meja menyinari halaman buku, menambah kesan hangat di kamar itu. Syifa mengambil pena, menghela napas dalam-dalam, dan mulai menuliskan catatan syukur hariannya:

Alhamdulillah, Syifa bahagia hari ini bisa melihat senyum Ibu dan Ayah. - Senyum mereka adalah obat terbaik setelah hari yang panjang.

Alhamdulillah, Syifa bahagia hari ini bisa diajarin nyetir oleh Ayah. Kata Ayah, setelah liburan ke Lembang, Syifa sudah bisa nyetir sendiri. - Pelajaran berharga yang menambah rasa percaya diri.

Alhamdulillah, Syifa bahagia hari ini bisa diantar jemput oleh Ayah. - Momen-momen di jalan bersama Ayah selalu menjadi waktu yang berharga untuk berbagi cerita dan tawa.

Alhamdulillah, Syifa bahagia hari ini bisa kerja sama dengan Mas Kala. - Kesempatan bekerja dengan seseorang yang ahli di bidangnya adalah pengalaman yang sangat berarti.

Alhamdulillah, Syifa bahagia bisa disambut oleh Ibu. - Tidak ada yang lebih hangat dari sambutan Ibu di rumah setelah sehari penuh bekerja keras.

Alhamdulillah, Syifa bahagia menjalani hidup Syifa yang baru. - Setiap hari adalah lembaran baru untuk menjadi versi yang lebih baik.

Setiap kata yang ditulisnya adalah pengingat akan segala nikmat dan berkah yang telah ia terima, bahkan di hari-hari yang tampak biasa saja. Syifa menutup tulisannya dengan gambar hati kecil di sudut halaman, simbol cinta dan kebahagiaan yang ia rasakan.

Menutup jurnalnya, Syifa merasa lebih damai. Ia tahu bahwa dengan bersyukur, hatinya menjadi lebih ringan, dan ia siap untuk menghadapi hari esok dengan semangat baru. Di atas kasurnya, ia merebahkan tubuh, memejamkan mata, dan perlahan tertidur, dibuai oleh mimpi-mimpi indah tentang apa yang mungkin akan datang.

Matahari pagi yang baru menyingkap tirai malam tampaknya belum cukup untuk membangunkan Mas Kala dari tidur lelapnya. Ayah, dengan kebiasaan paginya yang penuh energi, tak ragu menggedor pintu kamar Mas Kala dengan cukup keras.

“Mas... bangun Mass...” teriak Ayah dari balik pintu.

Dari dalam selimut yang tampak seperti benteng pertahanannya, Mas Kala menyahut dengan nada yang terdengar sangat malas, “Iya, Yaaahhh.”

“Hari ini jangan kemana-mana, diem di rumah karena besok pagi kita mau ke Bandung. Siapin baju yang mau dibawa yaaa..” perintah Ayah, menegaskan rencana liburan yang sudah di depan mata.

“Hmmm... iyaaa.” Jawab Mas Kala lagi, suaranya masih terbungkus kantuk, sebelum melanjutkan tidurnya yang sepertinya masih sangat panjang.

Ayah kemudian beranjak ke meja makan, dimana sarapan pagi sudah tersaji. Menu kali ini adalah spaghetti dengan kornet, makanan favorit Ayah yang selalu berhasil membangkitkan selera.

Lihat selengkapnya