Debur ombak di pantai ini terasa begitu menenangkan. Tidak banyak yang berubah dengan pantai ini, masih sama seperti setahun yang lalu saat terakhir kali aku datang kemari. Hanya saja saat ini banyak cafe-cafe di pinggir pantai yang mulai menjamur.
Kejadian setahun yang lalu tidak dapat aku lupakan dalam hidupku. Kejadian dimana aku seperti orang yang hilang arah. Dan tidak dapat lagi berpikir jernih, sehingga keputusan ingin mengakhiri hidupku pun sempat terlintas di dalam pikiran gilaku saat itu.
Bagaimana tidak hancur hidupku? jika di saat aku baru saja menyandang status sebagai istri di hari pernikahanku. Di hari itu juga suamiku memberikanku surat gugatan talak, dan itu terjadi selang beberapa jam setelah ijab qobul.
Bukan karena ada masalah besar yang sudah aku lakukan sehingga suamiku memberikan talak padaku. Tapi karena dia lebih memilih mantan kekasihnya yang baru pulang dari luar negeri dari pada aku yang telah sah menjadi istrinya.
Perasaan hancur, malu, sedih dan juga kecewa tidak dapat lagi aku gambarkan. Sehingga aku lebih memilih mengurung diri di dalam kamar. Merenungi semua yang sudah terjadi di dalam kehidupanku. Sungguh aku sangat malu keluar rumahku, walau hanya untuk menyapa para tetangga. Karena mereka berpikir jika akulah biang masalah dalam hal ini.
Para tetangga hanya tahu jika keluarga suamiku, eh salah, lebih tepatnya mantan suamiku itu adalah dari keluarga terpandang dan kaya, jadi mereka berpikir tidak mungkin bagi mereka untuk membuat masalah dan mempermalukan diri mereka sendiri. Dan disinilah aku sekarang, seakan menjadi tumbal akan kesalahan mantan suamiku yang lebih memilih mantan kekasihnya dari pada aku yang telah resmi menjadi istrinya.
Tidak tahukah mereka jika akulah korban yang sesungguhnya disini? Tak tahukah mereka jika hatiku hancur saat ini? Aku yang di hianati, aku yang di buang, tapi apa yang bisa aku lakukan sekarang? Ingin aku berteriak mengatakan hal itu pada mereka semua, tapi apa untungnya bagiku? Yang ada mereka malah semakin memojokkan dan mencemoohku.
Ibuku yang memahami akan semua kesedihan dan penderitaanku, akhirnya ia memberiku ijin untuk merantau keluar kota. Setidaknya di luar kota nanti, aku bisa melupakan semua masalahku. Memulai kehidupan yang baru di sana tanpa harus memikirkan mantan suami yang telah mencampakkan aku.
Dan benar adanya setelah surat cerai itu keluar dari pengadilan agama, aku bergegas meninggalkan kampung halaman tercintaku menuju ke tempat baru yang tiada siapapun mengenal siapa aku di sana. Memulai hidup baru di tempat yang baru.