~Banyak orang merasa bahwa ketika mereka sedang di posisi paling sulit, maka tidak ada lagi yang mencintai dengan tulus. Namun, jika mereka mau melihat lebih jauh, sesungguhnya masih banyak yang memiliki rasa ikhlas dalam memberi.~
***
Sikap kedua orang tua Xian yang sangat bersahabat membuat A-Lin merasa seperti menemukan kembali kepingan puzzle hidupnya. Pendapat wanita itu bahwa sudah tidak ada lagi orang yang bisa menerima ia apa adanya telah terpatahkan. Nyatanya, meski baru dua kali bertemu, tetapi mereka selalu menunjukkan sikap kekeluargaan yang begitu besar untuknya.
Begitu kagumnya A-Lin pada keluarga Xian, ternyata hal yang sama juga mereka rasakan atas dirinya. Mereka sangat mengagumi wanita sederhana itu dan tidak menuntut kesempurnaan atas dirinya.
"Setiap melihatmu, aku seperti sedang melihat diriku di masa muda dulu. Kau juga seorang gadis yang sangat baik. Sudah sangat jarang ada wanita yang seperti dirimu di zaman sekarang ini," ucap Nyonya Huang di sela-sela makan.
"Aku rasa Nyonya terlalu berlebihan. Aku tidak sebaik itu dan rasanya sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan Nyonya."
Nyonya Huang tersenyum saat mendengar jawaban A-Lin, lalu ia pun berkata, "Ada beberapa hal yang bisa membuktikan seseorang itu baik atau tidak, A-Lin. Yang pertama adalah orang yang baik tidak akan pernah merasa bahwa dirinya baik dan itu sudah kau buktikan. Yang kedua adalah tidak malu mengakui kekurangan atau kesalahan dan yang ketiga, tidak merasa khawatir saat orang lain tidak percaya karena akan ada waktu yang menjawab serta membuktikan semua kebenarannya."
"Aku juga pernah mendengarnya, tapi jika aku dianggap memiliki hal yang sama, maka aku sama sekali belum memilikinya." Lagi-lagi jawaban A-Lin membuat Nyonya Huang tersenyum mendengarnya. Begitu pula dengan dua orang laki-laki di depan mereka.
***
Hari-hari berlalu seperti biasa. Usaha Xian untuk lebih memperhatikan keadaan A-Lin pun sepertinya tidak berjalan dengan begitu baik.
Meski sudah mencuri catatan harapan milik wanita tersebut di lampion dan juga membaca buku diary-nya secara diam-diam, tetapi semua yang Xian lakukan demi kesembuhannya itu belum juga membuahkan hasil.
Bukan tanpa sebab Xian nekat berbuat demikian. Namun, mencari sedikit jawaban atas apa yang A-Lin pikirkan melalui buku diary tersebut adalah satu-satunya cara agar ia tidak menyinggung perasaan wanita itu dengan bertanya. Lagi pula, apa yang pemuda tersebut lakukan bukanlah untuk main-main, melainkan demi membantu mentalnya pulih.
"Jika terus dibiarkan, maka kondisinya akan semakin memburuk." Ucapan dari dokter yang menangani A-Lin masih teringat jelas dalam pikiran pemuda itu.
"Aku akan berusaha lebih baik lagi, Hua Lin," lirihnya.
Dilihatnya A-Lin yang masih asyik bermain air di kolam teratai miliknya. Pemuda itu terus memandanginya penuh cinta tanpa pernah merasa bosan barang sekali pun.
"Kau sudah dari tadi? Apa kau sempat mengajakku bicara dan aku tidak mendengarnya? Apa ada sesuatu atau ...."
"Apa kau sudah selesai bicara? Pertanyaanmu itu banyak sekali," ucap Xian, lalu duduk di sebelah wanita itu.
"Maaf. Aku tidak tahu itu."
"Tidak apa-apa. Lagi pula aku senang jika melihatmu seperti ini," kata pemuda itu sembari mengacak rambut wanita tersebut.