~Mungkin, sebagian besar dari perpisahan akan meninggalkan luka, tetapi tidak bertahan di tempat dan posisi yang serba salah adalah jalan terbaik.~
***
Meski sudah ada keluarga yang menjaga, tetapi keadaan Xian yang sakit-sakitan membuat Yuan Qi semakin sering datang ke rumahnya. Dengan alasan persahabatan, ia selalu punya kesempatan untuk bisa berlama-lama di sana kapan saja. Bahkan, gadis itu hampir tidak pulang, kecuali untuk pergi bekerja.
Hadirnya Yuan Qi di rumah itu kembali menjadi sebuah jarak antara Xian dan A-Lin. Di hadapan banyak orang, gadis itu selalu bisa bersikap lembut dan menunjukkan kepeduliannya kepada A-Lin. Namun, ketika tidak ada siapa pun, ia tidak akan membiarkan wanita tersebut berada di dekat Xian.
Sikap tidak mau mengalah terus menguasai hatinya. Ia benar-benar merasa bahwa hanya dirinya yang berhak berada di samping pemuda itu. Bukan wanita lain.
"A-Xian, tolong!" Suara teriakan A-Lin membangunkan Xian yang baru saja beristirahat setelah minum obat.
Pemuda itu segera bangkit dari tempat tidurnya dan menghampiri sumber suara.
"Hua Lin!" teriak Xian saat melihat wanita yang dicintainya itu sudah berada di dalam kolam. A-Lin yang memang tidak bisa berenang pun hampir tenggelam.
Tanpa mempedulikan udara malam dan air yang sangat dingin, pemuda itu segera terjun ke dalam kolam untuk menyelamatkan wanita tersebut.
"Jangan takut. Ada aku di sini," ucap pemuda itu sembari memeluk tubuh A-Lin dan membawanya keluar dari air. Tanpa menunggu lama, ia pun segera membawa wanita tersebut masuk ke dalam rumah.
***
A-Lin masih sangat ketakutan meski Xian terus menghibur sembari memeluknya. Meski pakaiannya sudah diganti dan diselimuti, tetapi tubuh wanita itu tetap gemetar karena kedinginan.
"Sudah, tidak apa-apa. Jangan takut lagi," ucap Xian.
Yuan Qi yang sejak awal ikut terbangun pun merasa cemburu melihat semua itu. Meski ia hanya menyaksikan dari kejauhan saja, tetapi hatinya tetap menyimpan dendam pada wanita tersebut.
Tepat setelah wanita tersebut terlelap, Xian kembali merasakan sakit di bagian dadanya.
Pemuda itu mencoba bangkit dari tempat tidur pelan-pelan agar tidak membangunkan A-Lin. Ia segera berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat, tetapi karena sakit di dadanya semakin parah, ia harus sesekali bersandar pada tembok.
"A-Xian!" teriak Yuan Qi yang baru saja kembali dari dapur untuk mengambil minum.
Gadis itu segera meletakkan air minum yang dibawanya, lalu menghampiri pemuda tersebut.
"Kemarilah. Biar aku bantu membawamu ke kamar," ucap Yuan Qi sembari meletakkan tangan Xian di pundaknya.
Setelah menyelimuti pemuda itu, Yuan Qi segera menghubungi dokter langganan keluarga Li.
***
Penjelasan dari dokter tentang kondisi Xian semalam membuat Yuan Qi semakin hilang kesabaran. Ia tidak habis pikir mengapa pemuda itu selalu rela mengorbankan hidupnya demi A-Lin.