Seperti malam-malam biasanya, Aulia sedang memandangi bintang-bintang di balkon kamarnya. Dia benar-benar menyukai bintang yang bertaburan di langit malam yang kelam bahkan kerap menjadikan bintang-bintang malam itu sebagai tempat curhatnya, tempat dia menceritakan berbagai macam hal jauh lebih detail daripada siapapun.
“Huft… apalah artinya cinta jika tidak bisa memiliki… Ya Allah, mengapa Engkau biarkan rasa ini menari-nari dalam hatiku, dalam bayangan mataku,” ucap Aulia dalam hati.
Sepertinya kegiatan bakti sosial siang tadi telah menggoreskan kesan yang mendalam bagi Aulia tentang sosok pemuda itu, siapa lagi kalau bukan Randy. Namun jika dia teringat akan perjodohan itu, maka sirnalah harapan nya untuk bisa melangkah lebih jauh lagi dengan Randy.
“Andai saja nggak ada perjodohan ini, andai saja Abi bukan teman baik Haji Ghafur, andai saja Abi tidak merasa harus membalas budi karena bantuan Haji Ghafur, dan andai saja Haji Ghafur tidak dikaruniai anak laki-laki, pastilah aku tidak akan dijodohkan dengan Ibrahim,” gumam Aulia berandai-andai.
“Andai saja hal ini terjadi, tentu aku akan memintanya datang menemui Abi untuk melamarku, tapi…. “ batin Aulia.
“Tapi apa dia juga menyukaiku, bukankah dia nggak tahu aku ini seperti apa, dia baru mengenalku begitu juga aku baru mengenalnya. Apa aku tidak terburu-buru mengambil kesimpulan tentang hal ini… ?” tanya Aulia dalam hati.
“Ya Allah, kenapa kini aku merasa bimbang dan gelisah… ?” lanjut Aulia.
Aulia sedang menengadah ke langit saat wajah pemuda penuh karisma itu bermain-main di pelupuk matanya. Aulia menghela nafas panjang. Dan kembali dia harus dibuat penasaran dengan berbagai rahasia hati yang sulit untuk dikuak nya. Kembali lagi dia bertanya, apa yang harus dia lakukan, apakah dia harus mengikuti perjodohan itu atau harus menolaknya, jika demikian halnya mungkin itu akan membuat kecewa sang ayah.
“Aku tidak ingin menyakiti hati Abi, namun aku juga tidak bisa memungkiri perasaanku bahwa aku tidak mencintai Ibrahim. Dia sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, tidak lebih. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa mencintainya?” tanya Aulia pada dirinya sendiri.
“Assalamu ’alaikum, boleh Umi masuk?” sapa Umi Azizah tiba-tiba membuat Aulia tersadar dari lamunannya.
“Wa’alaikum salam, silahkan Umi,” balas Aulia.
“Lagi ngapain sih… tumben belum tidur, biasanya jam segini sudah tidur,” ucap Umi Azizah sambil melangkah menghampiri balkon kamar Aulia.
“Aulia masih belum ngantuk, Mi.. “ sahut Aulia.
“Apa sih yang membuatmu nggak bisa tidur?” tanya Umi Azizah lirih sembari di dekat Aulia.
“Apa kamu masih memikirkan pemuda itu? Umi jadi penasaran deh.. seperti apa sosok pemuda itu, kapan-kapan Umi juga ingin bertemu dengannya.. ” bisik lirih Umi Azizah.