Cinta Yang Dirindukan Surga

DENI WIJAYA
Chapter #14

POLIGAMI #14

Sementara itu di lain tempat……

Hari sudah sore, menjelang Ashar, Hussin keluar dari beranda restoran kebabnya, mengibas lipatan-lipatan pada jubah putih agak kusam, menyeka keringat di wajahnya, mengusap-usap janggut sambil membetulkan posisi kopiah putih yang hampir tidak pernah lepas dari kepalanya dan kemudian memanggil pembantunya, Ahmed.

“Ahmed, kemarilah!“ panggil Hussin.

Kemudian tangan Hussin merogoh beberapa lembar rupiah dari saku celananya, lalu menyodorkan nya pada Ahmed. Setelah menerima lembaran-lembaran uang tersebut, Ahmed bergegas pamit pulang sambil bersiul dengan langkah panjang segera menghilang di tengah kerumunan orang pasar.

Sementara itu, Hussin melihat ke sekeliling dan berjalan perlahan menyusuri trotoar pertokoan. Sepatu barunya menimbulkan suara decit mengiringi setiap langkahnya. Hampir setiap penunggu toko yang dilewati Hussin maupun petugas keamanan pasar menyapanya. Hussin sudah sering mendengar sapaan mereka, ia sangat bangga dan menjawab sapaan kawan-kawannya dengan senyum “sumringah”.

Tetapi ada perbedaan penampilan Hussin sekarang dengan dirinya enam tahun lalu. Sekarang dia berpenampilan layaknya seorang ‘Haji’ dengan segala pernak-pernik yang menunjukkan status sosialnya sebagai orang yang sudah melaksanakan rukun Islam yang ke lima. Haji Hussin! Abah Hussin! Atau apapun yang penting enak didengar.

Hussin mempunyai seorang istri yang bisa dibilang cukup cantik, Fatimah namanya, meski dia sebenarnya tidak terlalu menyukainya. Bahkan mereka sering cekcok. Istrinya yang temperamental acapkali marah karena masalah kecil, apalagi jika Hussin tidak memperhatikan apa yang Fatimah minta maka dapat dipastikan dia akan habis dimakan caci maki istrinya itu. Sebetulnya Hussin masih bisa bersabar kecuali jika mendengar kata-kata kasar yang dilontarkan istrinya namun dia tak kuasa untuk berontak kepada istrinya.

Singkat kata dia adalah tipe suami takut istri. Hussin dapat dipastikan akan menciut nyali kejantanannya jika istrinya sudah marah. Seringkali hak-haknya sebagai seorang suami atas istrinya terkebiri. Lalu apa yang akan terjadi jika naluri kelelakiannya terabaikan, tentu akan membuatnya pusing tujuh keliling, apalagi jika imannya tidak kuat menghadapi godaan syahwatnya maka pikirannya akan keruh dipenuhi oleh pikiran asusila.

Karena untuk sekedar menggugat hak-haknya kepada istrinya tidak berani maka sebagai balasan dan demi menjaga wibawanya, seringkali dia melampiaskan kekesalannya, kejengkelannya dan keruwetan pikirannya kepada pembantu-pembantunya baik yang berada di rumah maupun di restoran miliknya. Teman-teman Hussin kerap menyarankan agar ia menikah lagi atau berpoligami tetapi ia tak sedikitpun tergoda dengan gagasan tersebut. Menurutnya, istri kedua hanya akan menambah sial saja.

Disamping itu dia merasa belum cukup mampu untuk berbuat adil pada istri-istrinya jika dia jadi memutuskan untuk berpoligami. Dan yang pasti dia harus berpikir seribu kali untuk menduakan istrinya jika tidak ingin ditelan mentah-mentah oleh Fatimah. Jadi ia cuma mendengar saran mereka, lalu mengabaikannya, biarlah anjing menggonggong kafilah berlalu. Selama ini tak pernah terpikir sekalipun untuk menceraikan istrinya, namun dia tak bisa menghentikan kebiasaan istrinya yang temperamental dan itu membuat istrinya makin keras kepala. 

Kini langkah Hussin telah melewati gerbang utama Pasar Besar Malang, sambil mulutnya mengunyah potongan buah semangka dan meludahkan biji-bijinya ke tanah yang diinjaknya. Dadanya naik turun, paru-parunya menghirup udara segar di sore hari, namun pikirannya menerawang pada sesuatu yang telah menunggu di rumah, pergulatan dengan istrinya yaitu ucapannya, jawaban pedas istrinya, disusul pukulan apalagi ketika istrinya acap kali minta ini minta itu, sang haji paling marah jika mendengarnya.

Pikiran tersebut terus berkecamuk ketika matanya menatap sekeliling, orang-orang berlalu-lalang, hilir mudik, kesana kemari, terasa kepala mau pecah. Langkahnya semakin cepat menyusuri jalan-jalan di sekitar pasar. Langkahnya mendekati salah satu lorong dekat gerbang keluar dan tiba-tiba sekelebat matanya menangkap sosok bayangan di kerumunan orang pasar.

“Hmm… sepertinya aku mengenali perempuan itu,“ pikir Hussin.

Lihat selengkapnya