Ternyata Cindy sering menghabiskan waktunya untuk hadir di kajian Islam seperti yang sampaikan oleh Randy. Hingga membuat kedekatan Cindy dan Randy semakin memunculkan perasaan tersendiri di hati mereka. Disamping kedekatannya dengan Randy, Cindy juga akrab dengan Aulia. Dan tak terasa sampailah bulan yang selalu dinanti oleh semua umat Islam yakni bulan Ramadlan. Mereka melewati Ramadlan dengan berbagai aktivitas dan kegiatan keagamaan seperti mengerjakan puasa, tarawih, tadarus Alqur’an dan amal-amal kebajikan lainnya.
Setelah sedikit banyak mengenal Islam, kini tahulah Cindy bahwa Islam sungguh indah, tidak seperti yang dikatakan oleh beberapa kelompok yang terang-terangan ingin memerangi Islam dengan menebarkan fitnah dan mengatakan Islam itu teroris. Tapi Islam itu bukan teroris, tapi Islam adalah benar-benar agama yang indah melewati dan cinta damai, pikir Cindy.
Malam itu, di penghujung bulan Ramadlan, Cindy merasakan kegelisahan yang teramat sangat. Bukan kerinduan kepada mama papanya ataupun kepada Alex. Bukan pula karena masalah kuliahnya. Namun semua berawal dari suara takbir di malam Idul Fitri, dimana hari itu umat muslim seluruh dunia merayakannya sebagai hari kemenangan setelah satu bulan penuh melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadlan, menahan lapar dahaga dan hal-hal yang membatalkannya. Hari dimana berkumpulnya sebagian besar umat muslim dengan sanak saudaranya dan saling bermaaf-maafan.
Saat itulah Cindy merasakan keanehan dalam hati dan pikirannya. Dia merasakan ada getaran-getaran halus yang menyentuh hatinya saat suara bacaan takbir terdengar di telinganya. Padahal selama ini bacaan takbir tersebut acapkali dia dengar hampir tiap hari. Tapi tidak dengan malam ini. Entah mengapa, Cindy seolah ikut merasakan kemeriahan malam ini di antara kesunyian malam yang meruang. Apalagi saat suara takbir tersebut, mengalun terus-menerus, semakin lama semakin menyayat hati, lama kelamaan bulu kuduknya merinding mendengarnya. Sungguh, inilah untuk pertama kali, bacaan takbir… Allahu Akbar… menyentuh jiwanya. Sungguh indah, pikirnya.
Sementara Randy menangis karena mendengar alunan suara takbir yang menggema dari segala penjuru kota. Dan yang pasti Randy paham benar dengan makna di balik bacaan takbir itu. Hari itu, siapapun pasti akan merasakan kerinduan yang sangat hebat untuk kembali pulang dan berkumpul dengan orangtua dan sanak saudara di kampung. Apalagi bagi mereka yang saat ini ada di tanah rantau tanpa kerabat. Seolah suara takbir itu mengiringi kesedihan dan kerinduan mereka.
Malam itu, kebetulan Cindy main ke kediaman Aulia. Malam itu terasa berbeda bagi Cindy, yang justru merinding karena seolah ikut merasakan kedahsyatan kalimat tersebut meskipun dia tidak tahu akan makna kalimat itu. Cindy sendiri merasa heran, mengapa jiwanya terasa terpanggil, untuk lebih mencari tahu tentang agama Islam, agama yang membuat bulu kuduknya merinding saat mendengar alunan suara takbir. Sejurus kemudian tubuh Cindy sudah gemetar tidak terkontrol.
Melihat keadaan Cindy, Aulia, merengkuh dan mendekapnya erat. Cindy membenamkan kepalanya dalam-dalam di bahu Aulia dan menangis sejadi-jadinya. Aulia berusaha untuk menenangkan Cindy yang masih terguncang jiwanya. Beberapa saat pun berlalu, kini kondisi Cindy menjadi lebih tenang. Dan Aulia tetap berusaha untuk berkomunikasi dengannya.
Aulia sangat kasihan jika melihat ekspresi wajah Cindy, terkadang dia terlihat sangat tenang, terkadang juga terlihat datar hingga terlihat muram.
“Cindy, apa kamu baik-baik saja?” tanya Aulia pada Cindy.
Sudah beberapa bulan Aulia menemai Cindy belajar tentang Islam sehingga dia sangat mengerti dan sudah memahami sosok gadis yang sangat sulit ditebak itu, bukannya jawaban yang dia dapat tapi hanya senyum kecil yang mengembang dari bibir Cindy. Sebenarnya Cindy adalah gadis periang tapi entah, semenjak memasuki bulan Ramadlan, dia menjadi sosok yang pendiam dan sering menyendiri.
“Aulia, apakah Allah masih menerima seorang pendosa sepertiku ini?” seloroh Cindy, dia menoleh pada Aulia dengan tatapan sendu.