Cinta Yang Dirindukan Surga

DENI WIJAYA
Chapter #24

RUMAH BARU DI SURGA UNTUK CINDY #24

Bu Maya perlahan duduk di sisi tempat tidur Cindy. Tangisnya belum reda.

“Cindy… ini Mama, sayang,” hanya itu yang bisa dilirihkannya disela tangisnya.

Nampak Pak Thomas menghampiri Bu Maya. Dia berdiri di sisi Bu Maya, menggenggam bahu istrinya. Mencoba menguatkannya. Sementara itu Mona dan Ramon hanya bisa terpaku di sisi Cindy. Sejenak kemudian Ramon lunglai, menggenggam jari-jemari Cindy. Matanya nanar memandangi tubuh lemah Cindy. Airmata dirasakan panas menghentak kelopak matanya.

Masih jelas di ingatannya obrolan antara keluarga besarnya, saat dia harus marah-marah ketika Cindy mengungkapkan keinginannya menjadi seorang muslimah. Masih diingatnya hentakan tangannya di atas meja dan memutuskan pergi dari perbincangan itu tanpa memberikan kesempatan Cindy untuk membela diri. Masih terngiang di telinganya suara parau adik kesayangannya itu memanggil-manggil dirinya untuk tidak pergi dengan linangan air mata.

“Cindy, maafkan Kak Ramon!” ucap pilu Ramon dengan air mata bercucuran seraya menggenggam erat jari-jemari Cindy dengan kedua telapak tangannya.

“Kak Ramon, nggak ada yang perlu dimaafkan, Kak Ramon nggak bersalah kok, justru akulah yang harus minta maaf karena membuat Kak Ramon kecewa…. (terbatuk-batuk)!” kata Cindy lirih.

“Nggak Cindy, Kak Ramon yang harus minta maaf, Kak Ramon sudah egois…. tidak sepantasnya aku berbuat demikian,” sahut Ramon sambil terisak.

“Sudahlah Kak, jangan bersedih, aku mengerti kok kenapa Kak Ramon berbuat seperti itu karena Kak Ramon sayang padaku… !” balas Cindy terbata-bata.

“Cindy, Kak Ramon menyayangimu, kamu harus kuat ya.. ” sahut Ramon.

“Iya, terimakasih, Kak Ramon kakak terbaik bagiku…. tapi Kak, sepertinya aku harus pergi ke rumah baru yang dibangunkan oleh Allah untukku. Kak Ramon dan Kak Mona nggak boleh ikut ya….!” ucap Cindy lirih dengan senyum yang dipaksakan.

“Pa, maafkan Cindy yang selalu mengecewakan Papa. Terimakasih karena selama ini Papa telah bisa mengerti keadaanku, I love you, Dad!” ucap lirih Cindy sambil menggenggam erat jemari tangan Pak Thomas. Pak Thomas tak kuasa untuk berkata apapun, hanya Nampak butiran-butiran bening memenuhoi kelopak matanya yang sayu.

“Ma. Maafkan Cindy, sebenarnya Cindy ingin bisa kembali pergi ke Singapura. Maukah Mama menemaniku jalan-jalan? Mama jangan pergi lagi ya Ma… Cindy takut sendirian… !” ucap lirih Cindy.

“Iya, sayang, Mama nggak akan meninggalkanmu sendirian lagi.. Mama akan menemanimu jalan-jalan ke Singapura… Cindy, kamu harus kuat ya.. “ sahut Bu Maya dengan isak tangis yang merontokkan perasaannya.

“Terimakasih, Ma!” sahut Cindy sambil menggenggam kedua tangan Bu Maya, meski lemah.

Tangis pun meledak memenuhi ruangan itu, semua yang berada di ruangan itu seolah tak mampu untuk menahan gejolak emosi jiwanya dan terhanyut dalam keharuan yang menyayat hati.

“Abi, tolong mendekatlah kemari… ” pinta Cindy.

Randy pun melangkah mengahampiri Cindy yang terbaring lemah seraya menggenggam jari-jemari istrinya. Nampak butiran-butiran bening memenuhi kelopak matanya yang setiap saat bisa tumpah.

“Bi…” ucap Cindy dengan nada lemah.

“Iya, Umi, apa yang ingin kamu sampaikan..” balas Randy.

“Abi jangan menangis lagi ya… nanti aku jadi ikut menangis. Abi harus tegar, seorang mujahid Islam tidak boleh cengeng…. ” ucap Cindy dengan senyum tersungging di bibirnya yang gemetar.

Sementara jemari tangan kanannya berusaha meraih wajah Randy hanya sekedar untuk menghapus air mata suaminya. Randy semakin terisak.

Digenggamnya tangan suaminya itu dengan erat, seraya berkata, ”Bi, pertama berjumpa denganmu, sujud syukurku pada-Nya. saat kamu melamarku, hati ini begitu gembira dan bersukacita. Saat itu aku merasa menjadi seorang perempuan paling beruntung di dunia karena memiliki suami yang sayang dan menerimaku apa adanya.”

“Bi, kamu sudah mengorbankan kebahagiaanmu demi untuk menemaniku dalam kesabaran dan kesetiaan. Terimakasih untuk semuanya dan maafkan aku jika selama ini belum bisa memenuhi kewajibanku sebagai istri. Andai saja Allah masih memberiku kesempatan hidup untuk kedua kalinya, ingin rasanya kuserahkan jiwa ragaku untuk menjadi istri yang sempurna untukmu, Bi, tetaplah tersenyum, tidak ada yang perlu ditangisi, semua sudah menjadi kehendak Allah!” lanjut Cindy.

“Iya, Umi..” sahut Randy.

“Bi, setelah kepergianku nanti, semoga Abi mendapatkan pengganti yang sholihah dan lebik baik dariku. Tetaplah sabar dan teruslah berjuang di jalan Allah, jangan pernah tinggalkan malaikat-malaikat kecilmu di Papua karena ada surga di lembah Baliem!” ucap Cindy setengah berbisik.

"Bi, Kak Aulia cantik ya... " ucap lirih Cindy.

Lihat selengkapnya