“Iya, Pak. Saya sangat berterima kasih. Bapak ini pimpinan saya, tapi malah memanggil saya dengan sebutan Ibu. Jadi sungkan rasanya.”
“Hahaha…, nggak-lah. Dirimu pantas mendapatkannya. Kinerjamu sangat baik, Bu. Saya malah nggak pernah terpikir Ibu akan menikah. Maaf, bukannya saya menghina. Tapi Bu Rosa kelihatannya sangat menikmati pekerjaan Ibu. Sudah dua puluh tahun lebih kan, Ibu bekerja di perusahaan ini?”
“Dua puluh empat tahun tepatnya, Pak.”
“Nah, apa nggak mau digenapin dua puluh lima tahun aja? Seperti usia kawin perak.”
“Hehehe…maunya sih begitu, Pak. Tapi usia saya sudah tidak muda lagi untuk menikah. Dan setelah resmi menjadi suami-istri, saya berencana membantu usaha garmen suami saya.”
“Oh, calon suami ibu adalah seorang pengusaha garmen?”
“Usaha kecil-kecilan, Pak. Tapi cukuplah untuk membiayai hidup kami berdua.”
“Maaf, calon suami Bu Rosa juga belum pernah menikah?”
“Sudah, Pak. Istrinya meninggal akibat kena kanker payudara beberapa tahun yang lalu.”
“Oh, begitu. Kasihan sekali. Dia nggak punya anak?”
“Punya, Pak. Dua orang anak laki-laki. Mereka sudah dewasa dan berkeluarga semua. Calon suami saya sudah dua tahun ini hidup sendiri, Pak. Makanya saya mau menikah sama dia. Hehehe….”
"Takut nggak cocok sama anak-anaknya kalau tinggal serumah, ya?”
“Hehehe…, iya Pak. Lebih baik menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, bukan?”
Jonathan tergelak mendengar ucapan sekretarisnya yang penuh makna itu. Rosa benar-benar menerapkan keefektifan dan keefisiennya bukan hanya dalam hal pekerjaan semata, tetapi juga kehidupan pribadinya.
“Kenal calon suami dari mana, Bu?” tanya Jonathan memberanikan diri. Ia penasaran bagaimana wanita secerdas dan setegas sekretarisnya itu bisa diluluhkan hatinya oleh seorang duda beranak dua.
Rosa tersipu malu. Mau tahu aja bos mudaku ini, cetusnya dalam hati. Tapi yah, tidak apa-apalah kuceritakan. Biar hubungan kami tidak terlalu kaku seperti atasan dan bawahan. Selama ini dia juga memperlakukanku dengan sangat baik. Bahkan sedikit lebih baik dibandingkan Pak Simon, ayah mertuanya.
“Dia itu mantan pacar saya waktu SMA, Pak. Umurnya sebenarnya sepuluh tahun diatas saya. Kami dikenalkan oleh saudara sepupu saya yang merupakan teman baiknya.”