Seekor burung hitam, gagak, dengan kepakan sayap menyerupai bongkahan batu tiba di permukaan pagar yang memisahkan dua ruas jalan. Seorang perempuan berusia lima puluh sembilan tahun tenggelam dalam bayang-bayang dan taksiran, juga kisaran, tentang remang-remang yang tiba dari sebuah rumah seukuran sepuluh kali tubuhnya yang renta oleh cerca dan usia. Sebuah batu berukuran mungil melesat hingga membuat lengkungan yang panjang antara laju kereta dengan orang-orang yang merancang tamasya tanpa keranda. Orang-orang dengan dahi mengerut serupa marmut menghampiri dinding demi menemukan tanda-tanda yang memisahkan jarak mata yang dapat menembus setiap kata yang terbaca dengan setiap kumis yang diiris di atas aroma amis.
Lelaki tambun dengan perut seukuran balon memasuki rentang waktu yang mempertemukan perempuan bernama Kersen dengan keranjang yang lengang oleh kerat roti dan jejak pemakai topi. Tahun-tahun sebelum dedaunan berubah warna menjadi cokelat kering dan kerontang, lelaki dengan kumis tipis dan perut serupa balon telah memerintahkan setiap penduduk kota untuk memasang kertas pengumuman yang mengiklankan lokasi dan alamat tempat seorang lelaki tua tertidur selama bertahun-tahun dengan kepala menekuri buku tebal yang di dalamnya terdapat kisah tentang lebah-lebah yang dapat berbicara hingga suaranya tiba ke permukaan dinding yang memisahkan dua gedung yang dihuni oleh orang-orang yang merekatkan kertas koran abu-abu ke permukaan kaca agar cahaya tak memasuki ruangan dan menembus jelaga. Jelaga-jelaga tersebut tiba di permukaan dinding yang penuh dengan minyak dan tumpahan buah arbei serta potongan sayuran yang dipotong dengan bentuk menyerupai cercaan.
Seorang lelaki menelurkan sendawa panjang ke arah remang-remang yang di permukaan mejanya terdapat tumpukan buku setinggi setengah dari tubuhnya ketika mendapati jendela penuh dengan kaca. Jendela dan gedung tersebut berseberangan dengan lajur kereta yang dilalui dan dilintasi kereta berwarna mentega. Di dalam gerbong pertama, terdapat lima belas orang perempuan yang kepalanya selalu terpisahkan untaian topi dan helaian telapak tangan yang memisahkan lajur dan jalur yang dilintasi orang-orang yang tertawa ketika mengudap berita yang disampaikan ke telinga. Setiap pejalan, pada akhir musim semi adalah para pemantik batang rokok yang ujungnya telah dinyalakan sejak salju masih membeku dan berbentuk bongkahan di atas sebuah dahan. Lonceng di setiap pagar kawat adalah dinding yang memisahkan pendengar dengan orang-orang yang terbangun karena teriakan yang berasal dari mulut burung yang mengudap biji di atas hamparan serta potongan daging di atas bongkahan batu yang tergugu ketika mendapati lautan manusia dan serapah yang berasal dari mulut orang-orang yang berduka dengan teriakan dan tertawaan. Pada salah satu musim, ketika ular tak menjadi hiasan di permukaan kepala seorang Medusa yang jemari dan tangannya kemudian tiba dengan peta dan arah tentang sebuah keranda yang dapat berbicara hingga setiap kelopak mata terbuka ketika mendapati pantulan bayangan wajahnya sendiri yang muncul di permukaan genangan.
Perempuan bernama Kersen memindahkan keranjang di lengannya ke atas sebuah meja yang bunga segarnya telah diganti oleh seseorang yang kelopak matanya tertutup pada suatu waktu dan mulutnya terkatup ketika mendapati nyala api di sebuah tungku tertelan salah satu musim yang meranggaskan dedaunan dan helaian. Lelaki berkumis tipis kemudian tiba di atas sebuah kursi, di samping sebuah meja yang berdampingan dengan lemari buku tempat orang-orang berkelakar tanpa tawa dan kerlingan mata. Perempuan bernama Kersen berjalan menghampiri lelaki dengan perut serupa balon yang matanya keruh oleh taksiran dan kisaran. Sementara orang-orang yang melaju ke arah sebuah persimpangan, masing-masing dengan sebuah balon di tangan kanan, melambungkan ingatan tentang dansa dan tarian yang pernah berlangsung di suatu tempat yang setiap matanya adalah mata yang mampu mengingat setiap mata yang memadat pada salah satu halaman buku.
Lelaki dengan perut serupa balon kemudian memesan sebuah buku yang sampulnya terbuat dari kulit kuda yang telah dijerang di bawah terik matahari yang terbiasa bergumul dengan pasir-pasir dan lolongan lelaki-lelaki berjanggut sepanjang tubuhnya yang matanya menghiba dan tangannya terkepal, memohon ke arah pelaju angkasa, atas turun dan jatuhnya sehelai surat yang helaiannya terbuat dari batang kayu paling tua di sebuah hutan yang diiris secara perlahan dengan sebuah pisau yang menghalau setiap lubuk dan hati yang lapuk. Hamparan pasir dengan hiasan berupa manusia-manusia yang berjalan dengan langkah kaki berhiaskan luka sebagai pertanda pada lajur dan jalur yang dilalui dengan membawa prasangka dan tempat-tempat, ruangan, yang pernah dilalui dengan meja dan cangkir yang durhaka serupa tanda-tanda. Setiap kulit kuda yang dijerang kemudian menjadi alas tidur lelaki berjanggut panjang yang ingatannya telah memuai hingga segala yang semula disemai di permukaan hamparan pasir adalah jarak yang memisahkan rentangan dan remangan. Pada akhir tahun, ketika mulutnya tengadah ke arah langit, tak didapatinya bongkahan salju yang mencair kemudian menetes hingga memenuhi permukaan cangkir yang dilalui oleh tiga ekor tapir. Orang-orang kemudian meneriakkan kabar tentang setiap lembaran kertas yang ditebas dari helaian pohon yang dipisahkan dari tanah yang telah menelan. Pun permukaan hamparan tanah yang akarnya telah dicerabut pada suatu waktu ketika seseorang membisikkan namanya dengan sebuah kehati-hatian.
Seorang lelaki dengan sebuah topi panjang menyerupai sebuah kerucut di atas kepala kemudian tiba di hamparan ketika matahari masih berupa rahasia yang tiba di atas pelana. Lelaki tersebut akan hadiahkan sebuah godam yang setiap sisinya memiliki sisa nyala api yang menjulur dan menjalar serupa lidah seorang penjaga pintu yang matanya memiliki merah pada keseluruhan dan kedelapan tangannya terjulur serta memanjang ke arah setiap bagian kulit lelaki berjanggut panjang yang masih cokelat dan belum memiliki luka, juga tanda-tanda. Kulit kuda yang terbentang selama berlembar-lembar tersebut kemudian mengering serupa permukaan kuku yang diserut oleh seorang pemintal benang dan pemilik pabrik kain yang memintal dengan mulut terkatup rapat, serapat pagar dan kepakan burung-burung di permukaan agar-agar berpagar. Sehelai kulit, setelah melekat di permukaan tubuh lelaki berjanggut panjang, kemudian membungkus dan mengemas tubuh serupa potongan sapi yang dilumatkan dalam sebuah mangkuk besar, seukuran raksasa pemamah halilintar. Sebesar telapak tangan seorang lelaki yang gemar melahap setiap pohon yang tak mampu ditebas oleh jari telunjuk seorang lelaki yang lidahnya telah terpangkas, terpotong, kemudian terpisah-pisah, sebagian berjatuhan di permukaan jalan yang menjadi alas tidur para pejalan.
Orang-orang yang telinganya tak memiliki lipatan dan jalan terdekat menuju lipatan, mendengar teriakan yang terlontar dari rongga mulutnya serupa seruling yang menggelinding, melintasi batang kaki seorang lelaki yang seluruh waktunya diisi dengan terlelap, lelap yang tak lindap. Lelap yang kemudian terkesiap karena api melahap janggut panjangnya, begitu cepat, secepat kilat dan selahap setiap tahap pasir yang berpindah ke dalam sela-sela kuku jari kaki. Lelaki berjanggut tebal memindahkan mimpi yang didapatnya dalam tidur ke dalam kehidupan nyata, keseharian yang mempertemukannya pada helaian kulit yang kelak akan tiba di pangkuan seorang lelaki yang sela-sela giginya telah terpisah dengan potongan sapi dan sobekan lemak yang menyamak hingga ke semak-semak. Api yang menjulur melahap helaian rambut kuning dan cokelat yang menggumpal di atas kepala lelaki berjanggut panjang. Batu abu-abu menjadi alas tidur yang menggantikan helaian kulit yang berpindah ke dalam pedati yang ditarik oleh dua orang berbaju besi. Pedati itu melaju dengan lambat ke arah pasir yang satu hari kemudian akan mempertemukannya dengan bongkahan besar, sebuah kawah yang di dalamnya terdapat turunan dan tanjakan yang dinaiki oleh seorang lelaki yang telah tuntas dengan helaian janggut yang memanjang di dagunya serta celana yang melekat di tubuhnya. Setiap lelaki berjanggut yang telah tuntas dengan janggut di dagunya akan menjadikan kawah tersebut sebagai tempatnya membasuh tubuh. Setiap lelaki yang tiba di kawah tersebut membawa bongkahan, sebagian serpihan, yang berasal dari batu paling hitam, batu paling abu-abu dan pekat, tinggal dalam rongga mulut. Lelaki-lelaki berjanggut tersebut menyeret tubuhnya yang penuh dengan kawat hingga tiba ke gigir kawah dengan dua buah lembah. Setelah tubuh tersebut tiba di mulut kawah, ia akan meraih tangga yang terbuat dari kayu dan anyaman tali yang setiap helaiannya memiliki rambut yang berasal dari perempuan-perempuan yang tiba di hamparan pasir dalam keadaan tanpa busana, dengan kedua kelopak mata terbuka. Setiap kelopak mata yang melekat di tubuh dan wajah perempuan-perempuan yang karena terik dan gersang membuat lapisan kulitnya menjadi secokelat kudapan perempuan bernama Kersen atau lelaki berperut serupa balon berjumpa dengan hamparan, ia tak akan pernah melekat lagi pada tepian mata. Kelopak mata tersebut terbuka hingga jarak terjauhnya untuk membaca segala peristiwa yang berurutan dan berkelindan. Tubuh-tubuh tanpa busana tersebut berjalan, menyeret nama dan ingatan tentang orang-orang yang pernah berjalan, melangkah, dengan tersaruk serta dehaman yang ditinggalkan dan dibisikkan oleh orang paling akhir yang tiba di muka pintu untuk mengantarkan suara pantulan sepatu hitam di permukaan lantai yang ramai oleh debu yang melambai.
Setiap mata memiliki urat yang pada petang hari selalu mengalami perpanjangan ruas beserta lebarnya sehingga ia akan mengalami sedikit letupan atau semacam ledakan yang terdengar hingga seekor burung gagak paling akhir yang melintas untuk melakukan semacam penyeberangan. Setelah letupan terjadi, darah merah akan mengalir melintasi kelopak mata, kedua pipi, tepian bibir yang sebelumnya telah memiliki luka yang dibawa dari ruas jalan yang mempertemukannya dengan dua orang lelaki bertubuh besar dengan hiasan ular di masing-masing bahu dan tangan. Dua lelaki dengan urat hitam legam, kepala lengang dari helaian rambut, dan mulut yang selalu ramai dan penuh oleh aroma sigaret serta alkohol yang ditenggaknya terakhir kali akan membuka pintu gerbang yang menjadi batas antara hamparan pasir dengan ruas jalan, belukar, yang menjadi jalan bagi perempuan-perempuan tanpa busana tersebut untuk melintas kemudian melakukan perjalanan agar tiba ke hamparan. Setiap kali dua lelaki bertubuh besar tersebut bertanya kepada perempuan-perempuan tanpa busana tersebut tentang nama dan warna atau kain yang mereka pakai untuk terlelap pada malam hari dengan cahaya lilin di atas meja mungil, di samping tempat tidur dan untaian tirai dengan renda di sekeliling, mereka akan mengatupkan bibir dan memindahkan jarum yang terselip di salah satu gigir. Jarum sepanjang sekitar lima sentimeter yang sebelumnya telah memiliki helaian benang biru tua serupa laut paling dalam dari semua samudera yang telah menjadi tempatnya membasuh tubuh dan menenggelamkan wajah hingga ke dasar, direkatkannya pada setiap tepi bibir dan mulut hingga ia tak memiliki celah untuk mengembuskan napas dan mengucapkan nama semacam persangkaan atas setiap pertanyaan.