Cintaku di Kampus Cemara

Syarif Hidayat
Chapter #3

Sajak Buat Fela

Semenjak pertemuannya dengan gadis cantik ditaman, Jino mulai rada – rada miring karena kena virus flu burung, eeh salah, flu cinta, jadi Jino kadang – kadang suka tertawa sendiri didepan kaca kamarnya, sambil menyisir rambut kribonya dan yang lebih parah lagi Jino sering ngelamunin dan nulis – nulis puisi.

Malam itu Jino nulis puisi yang berjudul,

Sajak Buat Fela

Saat siang tiba, mataharipun terbuka panasnya

Tak terasa aku duduk dibawah pohon rimbun

Sambil merasakan daun – daun berjatuhan

Ketika itu aku melihat engkau dengan tatapan matamu

Seakan – akan hatiku robek oleh goresan – goresan tatapanmu

Tatapanmu seimbang oleh kecantikanmu

Sinar matamu seimbang dengan keindahan parasmu

Wahai Fela, sadarlah bila hatiku terpatri untukmu

Ya itulah Jino kalau sedang kasmaran, sampai – sampai dia nggak sadar dengan puisinya.

“Jatuh cinta pada pandangan pertama, secepat itukahh.” Desah Jino duduk dijendela melihat bintang dilangit.

Waktu itu Jino lagi enak – enak ngelamun, terdengar suara ketukan pintu kamar, sehingga lamunan Jino buyar ditengah jalan.

“Masuk aja, nggak dikunci,” kata Jino yang lagi duduk dijendela rumahnya.

“Jin....dipanggil tante tuh disuruh makan,” ujar Evi yang barusan membuka pintu.

“Bentar mbak tanggung lagi ngelamunin cewek cakep”

Evi langsung tertawa geli.

“Ngapain tertawa, emangnya lucu?”

“Nggak biasanya kamu gitu, kamu udah tertarik yang namanya makhluk cewek?” tanya Evi sepupunya Jino.

“Mbak pikir aku pecinta sesama jenis, aku masih normal lah naksir ama cewek,” sangkal Jino gondok.

“Alaaaa gitu aja marah, mbakkan cuma bercanda, lalu gimana ceritanya kamu sama cewek itu?” tanya Evi penasaran.

“Rahasiaaaa.”

Seketika itu Jino langsung dicubit perutnya “Aauwww."

“Cerita apa nggak, kalo nggakk!!”Ancam Evi.

“Oke – oke, aku nyerahhhh,” Jino menghempaskan tubuhnya dikasur “Namanya Fela dia cantik, tatapan matanya itu membuat aku bertanya – tanya, apalagi senyumannya kayak Maria Renata, rambutnya hitam sehitam kopi eropa, pokoknya perfect banget,” Jino geleng – geleng.

Evi tertawa lepas, “Hahahaha, Jino - Jino, kamu lama – lama kayak sastrawan sableng!”

Jino langsung kecut.

Jino sekarang tinggal dirumah om dan tantenya, apalagi punya kakak sepupu yang cantik dan centil lagi, Jino tambah demen banget, soalnya di Jogja dia nggak punya kakak perempuan, karena dia anak semata wayang.

Sejak lulus SMA dia kuliah di Surabaya, tepatnya dikampus cemara, dia mengenyam pendidikan SI Akuntansi semester 5, katanya sih biar jadi accounting terhebat didunia. Waktu dulu ditempat asalnya, Jogja kota keraton, Jino pernah disuruh orang tuanya kuliah di UGM tapi dia nggak lolos seleksi, jadi Jino frustasi langsung ke Surabaya ikut om dan tantenya dan kuliah disana, Jino ingin merasakan ganasnya kota Surabaya yang dijuluki orang – orang kota pahlawan.

Disamping itu Jino memang disayang banget ama om dan tantenya, maklum mereka tidak punya anak laki – laki sehingga Jino dianggap anaknya sendiri, tau sendirikan Jino kan imut bak kutu kupret, heheheh.

Jino pernah bilang pada om dan tantenya, “Hidup adalah perjuangan, kita harus berjuang melawan ketidakadilan didalam menghadapi suatu tujuan, jadi kalo kita diam melihat kesewenang – wenangan kaum gila tujuan maka kita terhempas dari jalur kebenaran.” Kadang – kadang dia juga sok idealis, tapi benar yang dikatakan Jino, hidup adalah perjuangan, perjuangan didalam menggapai mimpi kita, tanpa mimpi, hidup kita terasa hampa.

Besok paginya pas ganknya Jino lagi ngumpul ditaman, anak – anak pada ngomongin Jino, terutama Dewa nyerocosnya ngalahin megaphone.

“Heee kaliannnn semua, tau nggak kemarin,” ujar Dewa antusias kepada mereka.

“Emangnya ada apa Wa?” Tanya Novi penasaran.

“Kemarin Jino tak kerjain."

“Memangnya kamu kerjain apa Wa,” kejar Indah yang duduk disebelah Novi.

“Gini ceritanya, Jino kemarin aku telpon dan aku suruh kuliah, padahal tau sendirikan, kemarin itu libur, jadi dia kemarin sendirian dikampus, hi….hi….hi…” ungkap Dewa cengengesan.

“Kebangetan kamu Wa, teman sendiri dikerjain,” sambar Lupi.

“Salah sendiri ngapain dia bolos kuliah kemarin,” bela Dewa.

Kebetulan Jino datang dan langsung menghampiri mereka, “Ngomongin aku ya, dosa besar lho!” Sambar Jino.

“Nggak -nggak.” Dewa blingsatan.

“Aku sumpahin kurus seumur hidup,” sungut Jino.

Mereka yang duduk disitu langsung tertawa.

“Mending kurus daripada balon hidup,” balas Dewa.

Jino langsung keki.

“Sekali lagi ngatain aku balon hidup, gak bakalan aku contekin pas waktu ujian,” ancam Jino.

“Oke, oke swoooryyyyy.”

“Takut dia, Jino dilawan,” Jino tertawa bangga.

“Gimana Jin, kuliahnya kemarin?” tanya Lupi.

“Kuliah apaan, nyindir Lup?”

Lupi tertawa geli.

“Tau nggak, Jino kan GAM kampus,” sela Dewa.

“Apaan tuh GAM kampus?” tanya Indah.

“Gerakan aktivis mencintai kampus,” jawab Dewa sok belagu.

Lihat selengkapnya