Kuliah pun telah usai, kelasnya Jino pada berhamburan keluar layaknya semut yang rumahnya dibongkar, pada saat itu juga suasana siang panas sekali, bayangin aja panasnya udah sampai diubun – ubun kepala, pokoknya panas banget, maklum jam udah menunjukkan pukul satu siang.
Sementara itu Jino udah menunggu disamping mobilnya Fela, melamun sejenak sembari menghayati angin yang menerpanya, hatinya seakan berbicara sendiri, ada yang beda dalam benaknya, Jino mulai menyadari kalo dirinya sedang dihempas badai asmara.
“Aku mencintaimu Fel, tapi apakah kamu mau sama cowok seperti aku ini?” hatinya bertanya – tanya, “Seandainya kamu nolak aku, apa yang bisa kuperbuat dengan perasaan ini,” Jino semakin gelisah, “Kamu nggak boleh mimpi Jin, kamu bukan siapa – siapa yang bisa mendapatkan bidadari itu, apakah mungkin Tuhan mengirim Fela buat ngegantiin Asti?” batin Jino yang lagi duduk dihidung mobilnya Fela sambil mendekapkan tangannya.
Cinta memang terkadang seperti makanan, kadang makanan itu enak dan ada juga makanan yang nggak enak, jadi cinta itu enak kadang juga nggak enak, tapi Jino cukup mengerti bila suatu saat kesedihan itu akan datang begitu saja.
Tak lama kemudian Fela menepuk pundaknya Jino yang sedang ngelamun, otomatis lamunan Jino buyar.
“Hayooo lagi ngelamunin sapaaa,” sapa Fela mengagetkan.
Jino yang menoleh hanya tersenyum tipis.
“Enggak, lagi menghayati angin aja,” kata Jino singkat.
“Sok pujangga, yuk kita berangkat,” ajak Fela sambil membuka pintu mobil.
“Kita mau kemana, nggak naik motorku aja?” tawar Jino.
“Enggak deh, soalnya panas, kita ke Plaza Surabaya, cari buku,” jawab Fela dan langsung masuk mobil lalu diikuti dengan Jino.
Mereka langsung meninggalkan kampus cemara dan menuju ke Plaza Surabaya.
Nggak sampai setengah jam mereka udah berada didalam Plaza Surabaya, mereka berjalan berjajar tapi kemudian Fela langsung mendekap tangannya, otomatis Jino jadi gugup setengah mati, Jino senang dan happy banget bisa bersama Fela berdua, tapi Fela menganggap bahwa Jino adalah teman baik, mungkin kalo tahu dia menganggap sahabat, Jino akan sedih.
Hari ini Jino menganggap dirinya seperti Romeo sedangkan Fela julietnya, Jino senyum – senyum sendiri, kontan aja Fela jadi curiga, “Kok senyum – senyum sendiri?” tanya Fela.
Jino gelagapan dan langsung mencari alasan, “Aku inget Dewa kejebur kali pas ulang tahun, jadi lucu banget kejadian itu,” kilah Jino sekenanya.
Fela langsung percaya “Kok bisa,”
Jino mengalihkan pembicaraannya “Kita kemana Fel?”
“Ke toko buku, aku mau cari novel,” jawab Fela.
Sesampai di toko buku, mereka menuju ke bagian fiksi, Jino berjalan menelusuri jalan sempit yang kanan kirinya rak yang berjejer novel bermacam – macam, sedangkan Fela asyik mencari – cari novel yang ingin dibelinya.
Jino melihat sebuah tulisan best seller yang disitu deretan novel – novel laris, lalu mengambil satu buat Fela, mungkin aja dia mau dan biasa cari perhatian, lalu Jino menghampiri Fela yang sedang bingung mengotak – atik novel yang ada di rak.
“Cari novel apa Fel?” tanyanya.
“Nggak tahu, aku bingung Jin,” jawab Fela.
“Nggak usah bingung, kalo bingung tidur aja disini, biar disangkain orang – orang bidadari lagi nyasar tidur, he…he…he..,” goda Jino tersenyum.
“Bercanda deh, aku serius nih,” rengeknya dan mencubit pipinya Jino yang tembem.
“Auww!!” Jino mengusap pipinya dan hatinya sangat bahagia ketika melihat Fela manja, sesaat itu tatapan Jino menatap lekat – lekat ke wajahnya Fela yang putih bagaikan salju gunung himalaya. Jino tertegun, “Kamu memang cantiknya istimewah, dan wajahmu itu bikin aku nggak bisa berkutik,” batin Jino takjub.