Cintaku di Negeri Sakura

Didik Maryani
Chapter #3

Ungkapan Kejujuran

Rasa tak karuan, trenyuh, takut, khawatir, dan was-was mengisi seluruh ruang hatiku. Sore ini dengan lemah, gontai, dan tak berdaya, aku melangkah menuju rumah galerinya Kristan. Aku telah membulatkan tekad, dan mengumpulkan seluruh keberanian untuk menceritakan segalanya pada Kristan sang pujaan hati. Apa pun risikonya aku siap menerima, apa pun reaksi Kristan, aku mesti ikhlas.

Detak jantungku semakin berdegup kencang, saat laju motorku semakin mendekat ke rumah galeri Kristan. Aku pun sengaja tidak memberitahu sebelumnya kedatanganku pada Kristan.

Kakiku sudah berdiri di depan pintu rumah galerinya Kristan. Pintu rumah galeri ini tertutup rapat. Sepertinya pemiliknya sedang tidak ada. Tapi demi kuatnya tekadku, aku akan menunggu kepulangan Kristan. Meskipun entah kemana dia pergi. Maklum sejak aku menghadapi permasalahan dengan ustadz Zainal, aku jarang menghubungi Kristan. Bahkan selama dua hari ini aku juga tidak menghubungi Kristan lewat ponsel.

"Seandainya kisah ini tidak dihadapkan pada persoalan yang bagiku cukup berat. Apa pun mungkin kemarahanmu nanti, aku bertekad buat jujur padamu Kris," ujarku dalam hati yang masih dengan sabar menunggu kepulangan Kristan.

"Dan seandainya engkau tahu Kris, hati ini tak ingin berpisah denganmu. Hati ini selalu ingin bersamamu buat selamanya," aku masih membatin ucapanku sambil mataku menatap lurus ke depan. Berharap barang kali dari ujung jalan sana Kristan pulang.

 Sebenarnya aku bisa menghubunginya via ponsel sekedar untuk mengetahui di mana keberadaannya, tapi entah hatiku malas buat melakukannya. Aku lebih tenang menunggu dia datang, tanpa perlu kuhubungi terlebih dahulu.

"Hei...., kenapa melamun sayang?" Sebuah suara yang aku kenal banget tiba-tiba membuyarkan lamunanku.

Pemilik suara itu, tentu Kristan. Tanpa kusadari ternyata tadi aku telah terseret pada lamunanku yang begitu jauh. Hingga aku tak menyadari kedatangan Kristan.

" Apa yang dipikirkan hingga kamu tak menghiraukan kedatanganku?" Aku tak menjawab dan hanya bisa menatap mata Kristan dalam - dalam. Keadaan ini serasa menjepitku. Sebuah masalah sebentar lagi aku suguhkan pada Kristan.

"Kenapa tak dijawab, dan hanya diam?" Kembali Kristan melontarkan tanya itu padaku.

"Kamu tadi dari mana Kris?" Aku balik bertanya untuk menghapus kebekuan yang yang sejatinya akulah yang menciptakan.

"Siapakah yang harus menjawab pertanyaan dulu, aku atau kamu?" Kristan menyudutkan aku dengan pertanyaannya.

"Kamu aja yang jawab duluan," kataku sambil menunduk lesu.

"Yang tadi bertanya duluan siapa, aku kan?" ledek Kristan menggodaku.

"Gak lucu, ah!" jawabku manyun. Sesungguhnya aku ingin kebekuan yang kuciptakan ini hilang.

"Aisy, aku serius. Kamu lagi ada masalah ya?" Lagi-lagi Kristan mendesakku. Kali ini aku masih menunduk. Sulit buat memberikan jawaban.

Lihat selengkapnya