Cintaku Kamu

Lolita Alvianti susintaningrum
Chapter #1

SATU

Hari Senin, pertengahan Juli…

Aku mengawali hari baruku dengan sedikit aneh. Mungkin fitnah kalau dibilang ‘sedikit aneh’ karena pagi ini aku harus berangkat ke sekolah dengan penampilan paling nyentrik. Hari pertamaku masuk SMK, aku mengikuti MOS—hari dimana semua junior tahun pertama dikerjai seenaknya oleh senior. Aku harus menguncir dua rambut panjangku, memakai tas dari kantong plastik yang disambung tali rafia, memakai kaos kaki sebelah kanan putih dan sebelah kiri hitam, rok rumbai, dan gelang dari petai cina yang telah kering. Parahnya, aku harus memakai semua atribut gila ini dari rumah. Benar-benar memalukan. Aku harus berjalan diiringi ejekan orang yang melihat dandanan gilaku.

Aku menghentikan langkahku selangkah di depan gerbang sekolah. Ku perhatikan gedung tempatku bersekolah sejenak. Dibanding sekolahku ketika SMP, gedung SMK ini lebih bagus. Tanahnya luas, semua bangunannya berlantai dua dengan dominasi warna krem yang cemerlang, dan tampak megah dengan aula kaca besar di dekat gerbang.

Dengan langkah canggung, aku mengelilingi sekolah untuk mencari di kelas mana aku akan belajar. Ada selembar kertas berisi daftar nama di tiap jendela kelas. Daftar nama itu adalah penghuni kelas baru. Sudah tujuh kelas ku lihat, namun aku tak melihat namaku dalam daftar penghuni kelas. Dan sekarang aku sudah sampai kelas ke delapan. Aku memandang daftar nama yang terpampang di jendela kelas itu. Aku mencari namaku. Adam, Ari, Andi, Alin, Bimo, Cici, Cindy, Citra, David, Devon Dimas, Emily……. Aha! Lily Safira. Akhirnya aku menemukan kelas baruku.

Masuk ke dalam kelas, mataku jelalatan mencari tempat duduk. Tampaknya aku tersesat terlalu jauh saat mencari kelas sehingga aku sedikit kesiangan sampai di kelas. Hampir tidak ada bangku kosong untukku kecuali di pojok nomor dua dari depan. Tidak ada seorangpun yang menempatinya. Syukurlah, aku masih mendapat tempat duduk di kelas ini.

Aku duduk sendirian di bangku itu. Diam seperti orang terkecil di dunia. Aku menunggu siapa orang yang akan duduk di sampingku dan menjadi teman terdekatku.

Namun sampai guru pembimbing datang pun, aku tetap duduk sendirian. Tampaknya aku memang tidak kebagian teman sebangku. Huh! Membosankan. Apa enaknya melewati masa SMK tanpa teman sebangku?

 

***

 

Seminggu kemudian…

Akhirnya MOS yang dilaksanakan selama seminggu berakhir. Lega sekali rasanya. Seluruh ploncoan, memakai atribut bodoh, dan dikerjai kakak kelas berakhir sudah. Aku juga sudah mengenal sekolah baruku dan beberapa anak di kelas ini. Walau sedikit tidak mengenakkan, bagiku MOS ini tetap berkesan dan menyenangkan. Tampaknya aku takkan melupakan MOS SMK ini.

Aku mempunyai seorang sahabat dekat, Citra. Dia duduk tak jauh dari tempat dudukku. Meski kami tidak duduk sebangku, kami sangat akur, bahkan sejak hari pertama MOS. Aku dan Citra, yang kala itu masih sama-sama canggung, berkenalan ketika makan siang di kantin. Kemudian kami terlibat percakapan yang asyik dan akhirnya berteman sampai sekarang. Sekalipun aku duduk sendirian tanpa teman sebangku, memiliki seorang sahabat di tengah rimba sekolah baru terasa menenangkan.

Jam istirahat ini Citra mengajakku ke kantin.

“Enaknya makan apa nih?” Gumam Citra

“Mm… gue sih pengen makan bubur ayam.” Usulku.

“Waah, boleh tuh.”

Setibanya di kantin, aku dan Citra memesan semangkuk bubur ayam dan segelas minuman. Untung masih ada tempat kosong untuk kami berdua. Tak lama kemudian, pesanan kami datang. Selama makan, Citra sibuk lirik-lirik satu meja di sudut kantin yang di penuhi sekelompok anak laki-laki. Meski aku belum mengenal mereka, aku tahu itu teman sekelas kami.

“Cieee… cuci mata nih yee..” Godaku.

“Ih, kagak.” Bantah Citra.

“Terus ngapain coba dari tadi ngeliatin cowok-cowok disitu mulu?” Tanyaku.

“Kayaknya salah satu dari mereka ngeliatin kita deh.” Kata Citra curiga.

Penasaran, aku ikut memperhatikan para cowok itu. Mereka tampak asyik mengobrol dan bercanda. Tidak ada satu orangpun yang bahkan peduli dengan kehadiranku dan Citra.

“Lo salah liat kali. Tuh mereka lagi pada bercanda.” Bisikku.

“Nggak mungkin. Gue yakin gue nggak salah liat. Itu tuh, cowok yang pake jaket biru gelap. Dia ngeliatin kita mulu.” Citra meyakinkanku.

Aku kembali melirik ke arah sekelompok cowok itu. Terutama cowok yang dimaksud Citra. Dia sama sekali tidak melihat kearah kami. Cowok itu sibuk menghabiskan minumannya.

“Nggak ada, Cit. Perasaan lo aja kali. Udah ayo cepet makan! Entar keburu masuk.”

Akhirnya Citra menyerah juga. Dia tidak berusaha meyakinkanku lagi.

Lihat selengkapnya