Sesuai jadwal yang telah dibuat dan disepakati, hari ini aku piket sehingga aku berangkat lebih pagi. Sekolah masih sangat sepi. Sedangkan di kelas aku hanya sendirian. Di meja paling belakang ku lihat sebuah tas season berwarna hitam. Artinya seorang penghuni kelas ini sudah datang.
Setelah meletakkan tas, aku mengambil sapu dan mulai menyapu kelas. Ketika aku baru menyapu beberapa petak lantai, ku lihat seorang cowok masuk kelas dengan membawa buku tulis dan air mineral. Pasti dia pemilik tas yang ngejogrog di meja paling belakang itu.
Aku hampir selesai menyapu. Aku mengambil pengki dan menyapukan sampah ke pengki itu untuk kemudian dibuang ke tempat sampah yang terletak di teras kelasku. Ketika aku sampai di depan pintu, aku bertabrakan dengan seseorang. Aku hampir terjatuh dan sampah di dalam pengki berserakan. Mulutku sudah siap memaki orang yang menabrakku. Namun aku mengurungkan niatku saat melihat wajah cowok itu.
“Sorry, sorry. Gue nggak sengaja.” Kata Sammy buru-buru.
“Nggak papa kok.” Sahutku sok manis. Untung aku belum sampai memaki cowok ini.
“Hmm… gara-gara gue, sampahnya berantakan lagi. Gue bersihin deh.” Sammy meraih sapu yang ku genggam.
“Udah nggak usah. Biar gue aja yang bersihin.” Tolakku.
“Sampah ini berantakan kan gara-gara gue. Lagian lo udah capek nyapu, masa mau nyapu lagi?”
“Iya deh, lo maksa siih…” Kataku akhirnya.
Sammy menyapu sampah yang berserakan itu lalu mengumpulkannya ke pengki. Ternyata selain tampan wajahnya, cowok ini juga baik. Buktinya walaupun ini kecelakaan dan sama-sama tidak sengaja dia masih mau tanggung jawab. Padahal sebenarnya Sammy bisa saja menyalahkanku.
“Nah, udah selesai.” Ujar Sammy.
“Thank you.” Kataku senang.
“Nggak usah makasih, anggap aja gue nebus kesalahan gue.”
“Eh!! Lo yang piket!!! Gimana sih kalau nyapu?! Masih kotor nih meja gue!” Tiba-tiba seseorang berteriak memakiku.
Aku menoleh. Ternyata cowok yang memakiku adalah cowok yang duduk di bangku paling belakang. Sialan tuh cowok! Mengganggu saja! Baru juga intermezzo! Sementara Sammy melangkah menuju tempat duduknya yang ternyata di sebelah cowok resek itu.
“Masa bodo! Yang penting udah gue sapu!” Kataku cuek.
“Nggak bisa! Pokoknya lo harus bersihin kolong meja gue! Ini kan tanggung jawab elo!” Teriak cowok itu ngotot.
Meski hatiku dongkol, ku hampiri tempat duduk cowok itu. Ternyata ada banyak potongan kertas kecil. Aku heran sendiri melihatnya.
“Tadi perasaan nggak ada deh. Ini pasti kerjaan lo kan? Kaya anak kecil aja suka nyobek-nyobek kertas!” Gerutuku kesal.
“Masa bodo! Itu kan cuma perasaan lo aja. Nyatanya kolong meja gue kotor.” Ujar cowok itu cuek.
Aku meliriknya sebal. Sebenarnya bisa saja aku membalas perkataannya, atau kalau perlu adu mulut dengannya. Tapi aku malas ribut di pagi hari dengan orang yang bahkan belum ku kenal. Akhirnya aku menyapu kolong mejanya. Tak apalah, yang waras sebaiknya mengalah.
“Puas lo?!! Makan tuh bersih!” Ujarku kesal lalu pergi.
Walaupun aku sudah menjauh beberapa langkah, telingaku masih bisa mendengar percakapan antara Sammy dan teman sebangkunya yang resek itu.
“Parah lo, bentak-bentak cewek seenaknya. Lo suruh-suruh kaya pembantu lagi.” Kata Sammy.
Tuh kan! Sammy aja belain aku!
“Biarin, lumayan ngerjain cewek. Buat hiburan di pagi hari.” Sahut si resek.
Apa dia bilang? Dia cuma mengerjaiku dan menganggapnya hiburan? Huh! Dasar menyebalkan! Kok temen sebangku tapi wataknya berbeda?! Yang satu baik, yang satu tengil. Seperti melihat dua makhluk berbeda dalam satu kandang. Yang satu ada lingkaran putih diatas kepalanya, yang satu ada tanduk merahnya.