"Wow...." ungkapan takjub keluar dari mulut beberapa orang yang ada di sekitarku.
"Keren lo, bisa selesaikan semua mesin yang susah bahkan pada percobaan pertama," kata Harry salah satu temanku di kampus ternama di Bandung.
Memang ini hobiku dari kecil, semua perabotan di rumah dari yang rusak sampai yang masih bagus pasti aku bongkar. Sejak dulu, aku hanya dibesarkan oleh Mbok Inah. ART yang bekerja di rumah milik ayahku, yang berada di Jakarta. Ayah selalu pergi dengan urusan bisnisnya, bahkan dia hanya pulang setahun sekali. Itu juga, kalau dia ingat.
Hidup aku dari kecil memang sudah bergelimang harta. Begitulah, punya Ayah yang gila bisnis. Perusahaan ayahku ada di mana-mana, membuatnya tidak punya waktu buat anak semata wayangnya. Jadi, barang-barang di rumah adalah alat buat pelampiasanku. Hanya Mbok Inah yang selalu menemani masa kecilku.
Setiap aku sedang bosan di rumah, pasti aku mengambil salah satu barang elektronik yang ada. Aku bongkar barang itu, tanpa sepengetahuan Mbok Inah. Dan membongkarnya di tempat persembunyianku. Di sana, aku membangun istana milikku sendiri. Berisikan rongsokan barang-barang rusak. Istana tempatku adalah tempat aku bereksperimen dan merubah semua barang yang berbau mesin. Walaupun, tempat itu sekarang sudah bukan tempat rahasia lagi.
Saat SMA, tempat itu ketahuan sama Mbok Inah. Mbok Inah yang mengetahui gerak gerikku mencurigakan, kemudian dia mengikutiku diam-diam. Sambil mendorong sebuah gerobak, aku berjalan memasuki hutan yang terurus. Letaknya di belakang rumah kecil tempat Mbok Inah dan keluarga tinggal. Sengaja aku tutupi gerobak itu dengan kain, agar tidak ketahuan bahwa isinya adalah barang-barang bagus yang siap aku hancurkan.
Aku terus berjalan memasuki hutan tanpa rasa takut, karena memang hutan ini masih kawasan rumah. Jauh di dalam hutan, ada sebuah ruangan yang cukup luas. Pertama kali, aku menemukannya saat kelas 6 SD. Saat puncak kekesalanku pada Ayah. Dia tidak pulang lebih dari dua tahun, tepatnya setelah kepergian My Mom. Saat itu, aku mengayuh sepeda dengan rasa kesal dan sedih. Aku terus menyusuri hutan dan terjatuh di depan ruangan. Dan sekarang menjadi tempat rahasiaku.
Kubuka perlahan pintu bengkel rahasiaku. Ruangan yang tidak sengaja aku temukan itu, awalnya memang sudah seperti bengkel yang lengkap dengan alat-alat di dalamnya. Aku masih sering bertanya, ruangan siapa ini. Dari dulu, tidak pernah ada yang memberitahukan tentang ruangan ini. Tetapi dengan fasilitas lengkap di dalamnya, membuat keinginanku untuk berekspirimen muncul. Mulai saat itu, aku terbiasa mengambil barang barang yang ada rumah. Dari barang yang rusak sampai barang yang masih bagus.
Pagi itu, Mbok Inah sedang sibuk merapihkan rumah induk. Dan dia terkejut melihat sesuatu yang ganjil. Dia merasa ada salah satu barang yang hilang. Saat dia sadar, dia langsung panik.
“Semalam ada maling,” teriak Mbok Inah sambil panik.
Dia tanya semua orang yang ada di rumah. Sedangkan, aku hanya duduk manis di atas sofa yang berada tidak jauh dari kolam renang. Sambil sibuk sendiri, aku sempat melirik ke Mbok Inah yang dari tadi sibuk bolak balik mencari sesuatu yang hilang. Dan akhirnya, dia memutuskan untuk melihat CCTV yang ada di rumah. Ketahuanlah, kalau aku yang mengambil barang tersebut.
“Den, Radionya aden yang ambil ya?” tanya Mbok Inah.
Aku hanya menganggukkan kepala, sambil terus sibuk mengelap beberapa lempengan besi.