Anna
Yang terbaik dari sepanjang hari adalah pagi. Waktu di mana orang-orang mengumpulkan semangat. Waktu di mana orang-orang menumpukan harapan. Aku selalu memaknai pagiku dengan kedua hal itu. Aku tak mau menjadikan pagiku sebagai beban. Aku ingin pagiku dipenuhi syukur.
Buatku, pagi adalah yang terbaik. Apapun yang akan terjadi hari ini, aku tak mau memusingkannya. Tak mau juga memikirkan sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Seperti misalnya pesan dari atasanku yang kuterima pagi ini. He sent me the message at four in the morning. Ketika orang-orang masih terlelap, beliau sudah mengirimiku pesan apa-apa saja yang mesti kukerjakan pagi ini, bahkan seharian ini. Mungkin bagi sebagian orang hal ini sangat mengganggu. Namun buatku ini adalah perencanaan hari yang baik. Apalagi dengan atasan yang very well-organized macam Pak Bagus. Oh, he’s name is Tubagus actually. Orangnya Nice, handsome, berwibawa, namun juga asik.
Well... pagi buatku adalah yang terbaik. Kalimat itu terus-menerus aku gaungkan ke dalam diriku sendiri. Sambil menyiapkan diri untuk memulai hari, aku mengetik pesan balasan kepada Pak Bagus. Memberi tahu kalau apa yang beliau minta sudah tujuh puluh persen kuselesaikan.
Pesan yang kukirim kepada Pak Bagus bertepatan dengan pesan masuk dari Mama. An, kapan pulang? Mama mau nitip beliin obat. Begitu bunyi pesannya. Namun pesan tersebut tak lekas kubalas. Akan kuberi tahu nanti alasannya.
* * *
Bagus
“Galon habis loh, Mas.”
Bini gua yang ngomong barusan. Padahal tinggal pesan aja sama galon langgangan ya? Tapi Rara emang gitu sih. Kalo enggak cerita, enggak enak kayaknya. Ya kalo dia enggak cerita, gua bingung juga sih. Jangan-jangan bini gua lagi ngambek.
“Langsung WA tukang galonnya aja, Ra,” jawab gua.
“Udah.”
“Terus?”
Rara diam sebentar sambil lihat gua yang lagi mengancingkan lengan kemeja.
“Nanti malam kan kamu nggak pulang.”
Gua menepuk jidat. Oh iya. Siapa nih yang bakal angkatin galon? Masa gua nyuruh anak gua yang baru umur tiga tahun. Serius, angkat galon itu perkara banget buat ibu-ibu rumah tangga. Enggak diangkat, enggak bisa minum. Mau angkat, tapi enggak kuat. Untungnya dengan cepat gua juga menemukan ide jitu.
“Minta tolong orangnya aja, Ra. Pasangin satu dulu. Kan besok sore juga aku pulang. Nggak habis satu galon juga kan buat seharian?”
Rara tersenyum mendengar komentar gua. Gampang banget ya bikin bini senyum. Cuma gitu doang padahal.
“Kamu jaga diri baik-baik ya malam ini,” pesan gua ke Rara.
“Kan kamu cuma nggak pulang semalam. Nggak usah sekhawatir itu.”