City Of Evil : The Environmental Destroyer

Blarosara
Chapter #1

Chapter 1 | A Strange Welcome

Selamat datang di Kota Densville.


Setelah turun dari pesawat, aku menarik napas dalam, menghirup udara kota Densville. Sebenarnya, tak ada bedanya dengan udara di Loston.

Aku menarik koper cokelatku, berjalan melewati ruangan yang penuh sesak oleh manusia. Banyak orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan masing-masing.

Setibanya di luar bandara, aku melambaikan tangan untuk menghentikan sebuah taksi yang melaju pelan di jalan raya.

"Jalan Sterling, Quinford University, Tuan."

Setelah memberi tahu tujuan, aku masuk ke dalam taksi. Di sini, aku akan tinggal di asrama kampusku. Ayah dan Ibu sudah mengurus pendaftaranku sebelumnya, termasuk biaya asrama.

Sepanjang perjalanan, aku menatap keluar jendela. Kota ini lebih besar dari Loston, bangunan-bangunannya pun menjulang lebih tinggi. Densville memang terlihat megah, tapi aku tidak bisa mengabaikan bau aneh yang tercium saat taksi melintas di atas jembatan. Entah bau apa itu, tapi sudahlah, aku tak mau memikirkannya.

Aku akan masuk ke Fakultas Ilmu Komunikasi, mengambil jurusan Jurnalistik. Ya, suatu hari nanti, aku akan menjadi seorang jurnalis.

Melihat reporter mencari informasi, meliput berita, dan mewawancarai narasumber, selalu membuatku tertarik. Mungkin ini akan menjadi awal dari sesuatu yang baru dalam hidupku. Aku ingin keluar dari zona nyaman, menghadapi tantangan yang akan menguji nyaliku di luar sana.


Satu jam kemudian, kami berhenti di persimpangan jalan. Sudah bisa kulihat gedung kampusku dari sini. Di gerbang utamanya tertulis "Quinford University". Ah, aku jadi tidak sabar bertemu dengan teman baru.

Sopir taksi itu membantuku mengeluarkan koper dari bagasi. Setelahnya aku membayar ongkos, lalu berjalan di trotoar sebelum akhirnya memasuki gerbang kampus.

Seorang pria berseragam petugas keamanan menghampiriku. "Mahasiswa di sini?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Ya, aku mahasiswa tahun pertama."

Dia meminta kartu identitasku dan memeriksanya dengan saksama. Setelah memastikan semuanya sesuai, dia mengangguk dan berkata, "Silakan masuk. Asramanya ada di gedung sebelah kanan."

Aku memasukkan kembali kartu identitasku ke dalam dompet, dan melangkah ke arah yang ditunjuknya. Kulihat beberapa remaja seusiaku juga sedang berjalan ke arah yang sama. Ada yang berdua, bertiga, berempat, juga yang sendirian sepertiku.

"Hai! perkenalkan, aku Montrell, Austin Montrell." Tiba-tiba seorang remaja laki-laki berpakaian nyentrik mengulurkan tangannya padaku. Dia muncul dari belakangku. Antusias sekali dia.

"Hai, aku Sebastian Ludwig," ucapku sambil menjabat tangannya.

Kami terus berjalan menuju asrama. Semangatnya membuat dia terus berceloteh sepanjang jalan. "Kau mengambil jurusan apa?" tanyanya.

"Aku, Jurnalistik. Kau?"

"Wah, sayang sekali. Kita beda fakultas nanti. Aku mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual," katanya.

Aku mengangguk saja. Sebenarnya aku tak begitu mengerti soal itu, jadi tak ingin bertanya lebih lanjut.

"Oh, ya, Sebastian. Omong-omong, kau tinggal di gedung asrama yang mana?" tanyanya lagi.

Aku memeriksa kembali secarik kertas yang ditulis Ibu. "Brighthaven, lantai tiga, nomor 157," jawabku sambil membaca tulisan di kertas tersebut.

"Yah ..., lagi-lagi berbeda. Aku juga di gedung Brighthaven, di lantai dua, nomor 110. Tapi tak apa, kita masih tetap bisa berteman. Apa kau mau jadi temanku, Sebastian?" tanya Austin.

"Tentu, dan ... cukup panggil aku Ian saja," balasku.

"Ah, ya. Begitu lebih baik. Namamu terlalu panjang, seperti kereta api," katanya sambil terkekeh.


Lihat selengkapnya