CITY PURPLE

Yuda Juanda
Chapter #1

Namanya Mia


Bandung 2023.

Kota Bandung yang dikenal karena keindahannya di mana dulu banyak ditumbuhi pohon dan bunga sehingga dijuluki sebagai "Kota kembang" dan pertama kali julukan itu diciptakan oleh wartawan bernama Sutan Satiawira pada tahun 1930-an. Dan kini kota kembang tersebut sedang dilanda cuaca panas terik, sejak awal 2019 hingga saat ini. Cuaca tersebut pun menimbulkan serangan sakit kepala sebelah atau migran pada manusia, salah satunya seorang laki-laki dipenghujung umur 31 tahun bernama Yuda. Dia tengah tidur dengan keadaan telanjang dada, karena kegerahan, kamarnya pun seberantakan hidupnya. Kemudian sinar matahari masuk dari arah jendela dan menyinari wajahnya. Munculnya sinar matahari menandakan kalau sudah siang. Lalu seorang anak laki-laki datang menghampirinya, dia adalah ABI, putranya yang berumur 5 tahun menarik-narik baju Ayahnya itu.

“Yah.. Ayah,“

Yuda perlahan membuka matanya, tak henti tangannya memegang kepala karena pusing. Namun pusing jadi tak terasa ketika melihat Abi dihadapannya walaupun dengan Abi memasang wajah kusam, lalu Yuda segera memeluknya.

“Kenapa sayang?” kata Yuda dengan suara lemas.

“Saurus hilang.“ jawab Abi sama dengan suara lemas.

Yuda yang memegang terus kepalanya karena pusing, perlahan berdiri sambil menggendong Abi dengan keadaan masih ngantuk, lalu berjalan menuju ruang tengah.

Di ruang Tengah, Yuda mencari Sang Saurus, dia adalah mainan Dinosaurus favorit Abi. Dari dalam kardus, Yuda mengeluarkan semua mainan Abi. Abi membantu mencari di lantai yang berserakan mainan. Yuda mencarinya ke lemari, ke kolong-kolong meja, namun Saurus tidak ditemukan.

“Nggak ada, Abi. Abi tadi taruh di mana?” tanya Yuda.

Abi hanya menggelengkan kepalanya masih tetap dengan wajah sedih.

Yuda menghela nafas pendek, lalu melirik ke arah jam dinding. Jam menunjukan pukul 11.00 WIB.

“Ya udah, nanti lagi nyari si Saurusnya, sekarang ayo kita mandi.... “ ajak Yuda sambil menggendong Abi dan menuju kamar mandi.

*

Yuda dan Abi tiba di taman kanak-kanak tempat sekolah Abi yaitu TK Al-Shaleh. Sekolah Abi sedang mengadakan sebuah acara lomba kreatif. Panggung yang dihiasi pernak-pernik tokoh-tokoh kartun, balon dengan warna full colour, sangat meriah. Kemeriahan bercampur dengan para orang tua murid yang ikut meramaikan acara. Dibuka dengan peserta nomor satu : Seorang anak Perempuan dengan pakaian suster membacakan puisi dengan sangat menggemaskan. Peserta nomor dua : adalah anak laki-laki dengan pakaian Tentara tampil dengan modern dance-nya.

Abi tampil sebagai peserta nomor tiga. Abi naik ke atas panggung dengan pakaian pramuka membawa mic. Abi malu-malu. Seorang host sudah di atas panggung memperkenalkan Abi, dia adalah Cindy seorang perempuan berumur 27 tahun.

“Abimana Algifari.... " Cindy memanggil nama lengkap Abi.

"Wah ganteng sekali pake baju pramuka, Dek Abi mau nyanyi ya?“ lanjut Cindy.

“Iya.” Abi menjawab pelan.

“Nyanyi lagu apa Dek Abi?”

“Hmm, Cicak-cicak di dinding.” jawab Abi malu-malu.

Di kursi orang tua murid, Yuda duduk di jajaran paling depan, bertepuk tangan semeriah mungkin supaya Abi tidak gugup. Begitupun dengan orangtua murid lainya. Sangat antusias.

“Siap bernyayi, Dek?” tanya Kak Cindy dengan penuh ceria.

Abi hanya mengangguk.

“Yok, semangat Dek Abi, beri tepuk tangan lagi, dong!" Cindy mengajak audiens.

"Dan Ini dia Abimana Al-gifari dengan lagu Cicak-Cicak di dinding...." Kak Cindy mempersembahkan Abi.

Di tengah Abi bernyanyi, Yuda menoleh ke belakang arah pintu kedatangan, matanya mencari-cari seseorang.

Seakan dengan cue, dari arah pintu kedatangan sekolah sebuah mobil datang. Dari pintu mobil keluar seseorang perempuan berumur 28 tahun dengan pakaian casual yang kontras dengan orang-orang hajatan formal di sekitarnya. Perempuan itu menjebret tutup pintu mobil dan berlari menuju jajaran lokasi lomba dengan terburu-buru. Perempuan itu adalah....

Mia, ibunya Abi dan istrinya Yuda.

Mia tergesa dan pandangannya terus ke Abi. Mia duduk di sebelah Yuda. Mia melambaikan tangannya ke Abi supaya anaknya tahu kalau dia menghadiri lomba. Abi tambah semangat bernyanyi karena kehadiran Bunda-nya. Abi melambai balik ke Mia. Yuda melirik ke arah Mia dan bertanya dengan jengkel.

“Dari mana, sih? Abi nanyain kamu dari tadi,”

Pertanyaan Yuda terbungkam dengan suasana kemeriahan lomba. Itu membuat Mia kurang mendengar pertanyaan Yuda.

“Apa!" Mia menjawab dengan sedikit berteriak tanpa melihat wajah suaminya itu.

“Kamu lama!” Yuda balas dengan sedikit teriak sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Mia.

Mia hanya menggelengkan kepalanya dan memasang wajah sinis. Yuda juga hanya menggelengkan kepalanya. Abi terus bernyanyi dengan percaya dirinya, tepuk tangan pun tidak berhenti mengiri suara Abi.

Yuda kembali melirik ke arah Mia, kini Mia fokus ke ponselnya. Yuda jengkel lalu dengan cepat mengambil ponselnya Mia. Mia kaget tangannya mencoba menggapai tangan Yuda untuk mengambil kembali ponselnya itu. Yuda terus menjauhkan ponsel Mia dan memasukannya ke dalam saku kiri celananya. Mia berhenti meraihnya, dia pasrah dan mengalah karena merasa malu kalau berantem di tempat ramai. Mia menggelengkan kepala, menunduk, dan mengusap wajahnya lalu menarik nafas panjang, seakan dia capek dengan hal itu.

*

 Di dalam mobil, Yuda menyetir, Mia di sebelahnya. Abi duduk di jok belakang memegang terus piala yang dia dapat dari menang lomba. Suasana di mobil canggung, Yuda dan Mia tidak saling bicara. Mia mengalihkan rasa canggungnya dengan bicara sama Abi.

"Nanti simpen pialanya di rak paling atas, ya," saran Mia ke Abi.

"Iya, Bunda." jawab Abi yang terus fokus ke pialanya. Terlihat dari tulisan juara 2 di piala dengan balutan warna perak.

*

Bandung 2019.

Mia hanya mengenakan tanktop warna ungu dan celana pendek warna hitamnya. Dia duduk di kursi sambil mengerjakan spreadsheet tugas kampus di laptopnya. Mulutnya terus mengunyah keripik kentang. Kemudian dari arah kamar orang tuanya, terdengar suara adu mulut kedua orang tuanya. Mia kaget, tangannya berhenti mengetik.

Mia geram, lalu menutup telinganya dengan headset. "Ah pasti mereka berdua sedang kumat, mungkin karena cuaca di luar sangat panas. Semoga tidak ada suara pukulan... walaupun aku gak akan denger, sih." bicara Mia dalam hati dengan headset menggelegarkan lagu random dari playlistnya.

Setelah hampir dua jam berusaha fokus, Mia berhenti mengetik. Mia berjalan membawa laptopnya ke arah depan halaman rumah. Meski dengan volume full dia masih bisa mendengar adu mulut kedua orang tuanya. Matanya melirik ke arah atas langit. Sorotan matahari mengarah ke wajahnya. Hari itu Bandung sangat-sangat terik.

*

Malam harinya sekitar pukul 21.00 WIB. Mia dengan kemeja flanelnya siap-siap untuk pergi. Mia mengecek ponselnya agar tidak tertinggal. Mia membuka jendela kamarnya. Mia mencari-cari seseorang dari jendela kamarnya yang ada di lantai dua. Di depan rumahnya seorang pria berbulu, berjambang, berkumis, dan berjenggot tiba-tiba nongol dengan motor gede. Walaupun dia terlihat dewasa umurnya cuman setahun di bawah Mia. Dia adalah Zaki, kekasih Mia.

Mia senyum dan melempar tasnya ke rerumputan di halaman. Lalu dia meloncati jendela untuk turun ke halamannya dengan perlahan. Mia menunggangi jok penumpang, Zaki langsung tancap gas bergegas pergi dari depan rumah.

Di atas motor Harley Davidson, Mia merangkul Zaki.

"Semoga Zaki membawa aku ke tempat yang lebih tenang." kata Mia dalam hati.

Akhirnya mereka sampai di sebuah semi-outdoor café. Di café itu banyak moge parkir di depannya, dan orang-orang dengan style anak motor sering kumpul dan nongkrong di sana. Lantunan akustik musik terdengar sampai keluar café. 

Zaki dan Mia turun dari motor. Mia berdiri mendongakkan dagu dan menunggu Zaki membukakan helmnya. Namun, Zaki tidak peka dengan isyarat Mia dan terus saja berjalan ke dalam café sambil menyapa ke anak-anak motor. Mia membiarkan dan mencoba membuka helmnya, tapi tali pengaman helm sudah agak rusak membuat Mia susah membuka helm. Mia segera menyusul Zaki yang sedang ngobrol dengan anak-anak motor. Mia menoel Zaki dan memberikan lagi isyarat yang tadi tidak dihiraukan Zaki. Sedikit tertawa, barulah Zaki membukakan helm Mia. Melihat itu, anak-anak motor mengusili Zaki dan Mia. Mia hanya diam.

Zaki dan Mia masuk ke café melewati keramaian tempat yang full. Orang-orang menyapa Zaki dengan sebutan “Bos.” orang-orang juga menyapa Mia dan dia ikut membalas dengan senyuman. Zaki dan Mia duduk di meja depan dekat panggung. Seorang pelayan café datang menghampiri mereka.“Bos, mau pesan apa?"

“Kamu mau apa, sayang? apa saja boleh,” kata Zaki dengan aura percaya diri ke Mia.

"Kalau gitu 'apa saja',deh." jawab Mia ketus.

"Hmm... ya sudah, kopi saja dua." Pelayan mengangguk mendengar Zaki.

"Nggak! aku mau cokelat panas." pesan Mia judes menghentikan pelayan yang hendak pergi.

"Baik, ditunggu, ya." jawab pelayan café dengan menuliskan pesanan.

"Kamu kenapa?" tanya Zaki.

"Nggak kenapa-kenapa." jawab Mia dengan nada kesal.

"Udah dong, kita kan ke sini.... " belum beres menyelesaikan kata-katanya, seseorang memotong pembicaraan Zaki. Dia adalah Iwan salah satu anggota geng motor gede.

"Ki, gimana jadi ke acara Bandung Fest?" tanya Iwan.

"Jadi dong, ntar gue share info-nya di grup, ya." jawab Zaki.

"Rumah sama di sini sama aja, bikin aku bete." Mia bicara dalam hati.

Setelah acara akustik acara dilanjut dengan segmen open mic. Seorang pria gondrong naik ke atas panggung, semua orang berseru seperti sudah menunggu lama kedatangang orang ini. Keseruan makin terlihat terutama di komunitas moge, karena orang ini adalah Jastis, komika andalan anak komunitas moge.

“Selamat malam Café Moge. Nama gue Jastis, gue dari komunitas moge Bandung.”

Seluruh orang tepuk tangan dan meneriaki Jastis dengan meriah.

“Dan akhirnya, kita dapat nongkrong lagi ya di café ini, tapi asal kalian tahu tempat ini dulunya serem, ya, sebelum dijadikan café. Dulu, inikan rumah kosong yang nggak kepake, dan kata warga di sini ada sosok wanita berambut panjang kita sebut aja Kunti. Terus mitosnya kalau Kunti ditanya atau diajak ngomong pasti dijawab dengan cekikikan... ih, serem... serem, kan?"

Semua tertawa kecil menebak punchline Jastis.

"Tapi ada yang lebih serem... kalau kita nanya sosok wanita sebut saja... istri, haha, kalau kita nanya, terus dia nggak jawab pasti lagi ngambek sama kita. Dan yang lebih parah lagi kalau kita para laki-laki disuruh nebak pikiran mereka, wanjrittt emangnya kita Profesor X?"

Punchline Jastis pecah, semua pengunjung tertawa, hanya Mia yang merasa kalau jokes Jastis tidak lucu.

"Jokes payah! apaan coba mentertawakan sifat murni perempuan!" kata Mia dalam hati.

Dari sana Mia tambah bosan, lalu bicara pelan ke Zaki.

“Yang, pindah, yuk? ke mana, kek,"

“Hah? pindah kemana?” 

“Ke mana, aja, garing di sini, jokesnya payah,” ungkap Mia.

“Itu tadi lucu tau, kamu aja yang nggak punya selera humor.” ujar Zaki.

“Ahh, pokonya hayu pindah!“ Mia memaksa.

“Oke-oke ke mana?” tanya Zaki.

Mia terdiam sejenak. “Kita bisa ke hotel.”

Mendengar Mia, bibir Zaki tersenyum lebar.

*

Malam itu pukul 24.00 wib, sepulang dari Cafe.

Di kamar penginapan Zaki dan Mia bercumbu. Mia hanya mengenakan sehelai tanktop putih, sedangkan Zaki telanjang bulat. Mia mendekati Zaki di bibir kasur. Zaki berdiri dan menyambut Mia dengan cumbu. Bagi mereka malam itu baru dimulai.

*

Bandung 2023.

Yuda di kamarnya yang sedikit berantakan, tidur pulas dengan posisi tengkurap. Sinar matahari dari arah jendela menyinari wajahnya, itu membuat Yuda terbangun. Yuda bangkit perlahan, lalu dia menuju ruang tengah. Jam menunjukan pukul 09.00 WIB. Di ruang tengah terlihat ada Mia duduk di kursi, melahun laptopnya, sepertinya dia sedang mengerjakan sesuatu. Yuda mengerutkan dahinya, sambil melihat sekitar. Yuda menghampiri Mia.

“Kamu nggak kerja?” tanya Yuda.

"Cuti. 4 hari." jawab Mia simple.

"Abi mana?" Yuda melirik sekitar.

"Ya, biasa main di belakang." jawab Mia yang tidak menatap Yuda.

Yuda menghela nafas melihat Mia fokus pada laptopnya. Yuda segera ke belakang halaman.

*

Di halaman belakang Abi terlihat asik bermain dengan mainannya, namun terlihat sebagian badannya kotor sama tanah. Yuda mendekatinya. "Ade, kokotoran kieu!" Yuda membersihkan tangan Abi.

"Kamu udah makan belum?" tanya Yuda penuh perhatian.

"Udah Yah, tadi." Abi pasrah dibersihkan tangannya.

"Belum mandi ya kamu?" Yuda menebak.

"Belum, Yah," Abi menghentikan tangannya yang dari tadi memegang mainan.

"Ya udah mandi dulu, yuk." Yuda menggendong Abi dan membawanya ke dalam rumah.

Yuda menuju dapur yang sebelahan dengan ruang tengah, tidak ada penyekat antara ruang tengah dengan dapur sehingga terlihat jelas dapur dari ruang tengah. Yuda menyalakan kompor, memasak air.

"Nggak ada waktu buat mandiin anak sendiri!" Yuda menyindir halus.

Mia notice, namun tak dia pedulikan sindiran suaminya itu. Mia hanya bicara dalam hatinya. "Ya, kumat lagi padahal ini masih pagi, cuaca belum sepanas jam 12 siang, ah malas!"

"Sekalinya di rumah tetap saja sibuk dengan kerjaan, anak sampai nggak diurus!" Yuda terus menyindir, sambil mempreteli pakaian Abi.

Kali ini Mia tidak mau tinggal diam, dia menyimpan laptopnya lalu menghampirinya. "Naon kamu teh pagi-pagi udah ngoceh!"

"Nggak cuti namanya kalau masih sibuk ngoprek laptop!" ujar Yuda.

"Ya, gimana lagi kerjaan aku banyak! tau sendirian kerjaan aku apa?" bela Mia dengan tensi mulai meninggi.

"Percuma cuti juga, kalau nggak ada waktu buat anak sendiri!" ujar Yuda emosi sambil melempar pakaian Abi ke dalam ember cucian kotor.

Mia mendekati Yuda. "Nggak ada waktu kamu bilang! aku tadi udah suapin Abi ya, giliran kamu atuh mandiin! baru bangun udah ngoceh, makanya bangun tuh pagi-pagi biar otak kamu fresh! nggak panas kayak gitu. Kamu teh harusnya ngerti atuh, saling bantu aja. Aku juga kerja buat kita sehari-hari, emangnya aku mau kayak gini? enggak! aku juga mau kayak wanita lain, tiap hari cuma ngurus rumah, keluarga, habiskan waktu sama anak, nggak ditekan sama rutinitas sialan ini!" Mia tampak mengeluarkan unek-uneknya dengan tensi cepat.

"Ah! terserahlah!" Yuda menyudahi pembicaraan.

Abi bengong melihat kedua orang tuanya pagi-pagi sudah bertengkar. Yuda menuntun Abi, mematikan kompor, membawa air panasnya. Mia geram. "Udah sini aku yang mandiin!" Mia berusaha meraih Abi.

"Nggak usah! mandiin aja tuh laptop!" Yuda menjauhkan Abi.

"Kamu teh kenapa, sih! kalau nggak iklas mandiin anak sendiri, udah sama aku aja!"

Yuda sedikit membeludak. "Heh! siapa yang nggak iklas! ngapain cuti kalau kamu nggak gunakan untuk anak sendiri, untuk keluarga!"

"Nggak usah bentak-bentak!" Mia melawan. Dia terus meraih Abi, kali ini Yuda mengancam Mia. "Ini air panas, ya!" Yuda mengisyaratkan untuk Mia berhenti meraih.

Yuda masuk ke dalam kamar mandi, menutup pintunya keras. Mia kesal, dia hanya menggeram.

"Pagi yang sangat menyebalkan! perihal anak kotor-kotoran jadi masalah besar! padahal namanya anak kecil wajar! nggak pernah iklas dia untuk anaknya sendiri, ah... itu salah, ini salah. Maunya apa sih tuh cowok!" Mia menggerutu dalam hati.

*

Bandung 2019.

Di rumahnya Mia berjalan dengan menggendong tasnya. Jaket jeans biru, matching dengan celana cutbraynya. Mia tampak keren dengan bandana merah yang dipasang di leher. Mia berjalan menuju ke luar rumah, namun langkahnya terhenti di ruang tamu menyadari ada seorang perempuan 50 tahunan merintih. Itu Ibunya Mia. Ibu yang menyadari kehadiran Mia, menatap Mia cemas. Mia membalasnya dengan tatapan tajam, tampak dari wajahnya menyimpan amarah. Ibu mengangkat tangannya untuk menyapa, namun Mia bergegas pergi tidak mempedulikan Ibunya itu.

"Aku kesal sama tuh Ibu, sudah sering disakitin sama suaminya tetap saja bertahan!" Mia menggerutu dalam hati.

*

Motor Zaki menggebu di jalan raya. Mia memeluk erat Zaki yang mengendarai motor dari jok belakang. Cuaca Bandung begitu panas, sepanjang jalan wajah Mia terlihat kusam tak bersemangat.

Mia dan Zaki sampai di lapangan militer yang luas. Di tempat ini, acara Bandung Fest, sebuah acara konser musik indie, digelar dan memasuki puncak acara. Venue depan panggung dipenuhi orang-orang yang berjingkrak. Berdiri panggung megah dengan sound system menggema. Zaki memarkirkan motornya berjajar dengan motor gede lainya. Zaki dan Mia menyusuri kerumunan para penonton, mereka berdesakan, melewati lautan ribuan orang. Zaki dan Mia bergabung dengan circle moge yang sudah berada di barisan depan. Orang-orang menyapa Zaki.

Di atas panggung sebuah Band indie asal Jakarta Barat bernama Remember of Today tampil dengan lagu andalan mereka "Pergi hilang dan lupakan." performance para pemain band mengguncang seisi lapangan. Penonton liar, dengan jingkrakan penuh semangat, Zaki pun ikut menikmati lantunan musik keras tersebut.

Zaki seru bersama teman-temannya di barisan paling depan dekat dengan panggung. Mia tertinggal dari Zaki dan teman-temannya. Mia berusaha menyusul, namun para penonton benar-benar hype dan Mia banyak tersenggol dengan para penikmat musik yang menari berjingkrak. Mia tetap berusaha berdesak-desakan untuk gabung bersama Zaki.

Lagu itu akhirnya selesai, semua orang tepuk tangan dan vokalis band menyampaikan intermezzo. Untungnya para penonton sudah mulai istirahat. Mia bisa menyusul Zaki. Mia merasa tidak nyaman, badannya sakit dan kulitnya lecet karena gesekkan dengan kerumunan penonton lain. Mia juga kepanasan wajah memerah seperti terbakar. Mia berhasil bergabung kembali bersama Zaki. Mia menarik baju Zaki.

"Yang, keluar dulu, yuk!" suara Mia tertutup oleh kerasnya musik yang mulai kembali.

"Hah!" Zaki teriak.

"Keluar dulu!" balas Mia teriak.

"Ngapain?"

"Panas, aku nggak kuat!"

"Hah!" Zaki tidak mendengar suara Mia yang semakin melemah.

Suara Mia yang sulit di dengar membuatnya tidak bicara lagi, Zaki sendiri kembali berjingkrak tidak mempedulikan Mia. Mia memutuskan pergi sendiri, keluar dari kerumunan. Mia terus menjauh sampai suara dari atas panggung tidak terdengar lagi.

Mia mencari tempat yang lebih bersahaja di kompleks militer itu, akhirnya dapat di belakang bangunan Gor Badminton. Mia duduk di anak tangga berubin dingin, suasana lebih tenang dan adem.

"Aku sudah tahu kalau Zaki akan membawaku ke konser musik kayak gini, awalnya aku harap bisa membuatku lebih tenang, ternyata tidak! dugaan aku benar, aku saja yang sok-sok-an suka sama konser kaya gini." Mia berbicara dalam hati.

Mia menyapu pandangan berusaha menenangkan denyut nadinya yang berdegup cepat. Menghela nafas panjang, Mia melihat dedaunan di pohon angin mulai berhembus. Mia membuka jaket jeans birunya dan melihat pundaknya memerah. Mia membuka kacamatanya lalu meraih tasnya dan mengeluarkan tisu basah dan mengelap keringatnya. Mia merasakan angin sejuk.

Tidak lama kemudian, Mia merasakan pijakan sepatu keras dari ubin yang dia duduki. Mia melihat seorang laki-laki gondrong bertopi, dengan kacamata hitam, dan jaket kulit. Suara pijakan keras itu berasal dari sepatu boots kulit bergaya militer. Lelaki itu duduk tanpa basa-basi di sebelah Mia.

Mia notice keberadaan lelaki itu, dan hanya mengerutkan dahinya. Laki-laki tersebut dengan santainya mengeluarkan bungkusan rokok, dia merokok tanpa menghiraukan Mia. Mia tidak bisa melihat ke arah mana lirikan mata pria itu dari kacamata hitamnya.

"Siapa nih? tiba-tiba duduk di sebelah gue, laki-laki misterisus? Ah... Rangga hanya ada di dalam film. Semoga aja dia tidak menggangguku." Mia bertanya-tanya dalam hatinya.

Tangan laki-laki tersebut tiba-tiba menyodorkan bungkusan rokok yang terbuka ke Mia, isyarat menawarkan untuk ambil rokoknya.

Mia heran, dia bicara dalam hati "Siapa sih nih, tiba-tiba duduk di sebelah gue, tiba-tiba nawarin rokok, cari perhatian atau emang orangnya baik hati suka nawarin rokok kepada orang yang lagi butuh ketenangan?"

Mia tersenyum tipis. "Nawarin?"

Laki-laki mengangguk tanpa mengubah ekspresi ataupun menggugahkan kata. Agak ragu, Mia perlahan menggapaikan tangannya. Mia mengambil satu batang rokok, dan Si Laki-laki sigap mendekatkan cricket membantu Mia menyalakan rokonya. Mia menghisap rokok dengan perasaan canggung.

Keduanya pun merokok bersama, hembusan demi hembusan dengan perasaan santai. Setelah beberapa isapan, Si Laki-laki membuka obrolan.

"Ke sini karena malas berdesakan, atau emang suka mojok aja?"

Mia heran, melirik ke kanan kiri sekitarnya. Mia membalas, "Kamu ngomong sama aku?"

"Emangnya ada orang lain di sini?" jawab Laki-laki.

Mia tersenyum, kemudian seorang pria berseragam tentara lewat di hadapan mereka sedang teleponan.

Si Laki-laki malu, Mia tersenyum dan mengangkat kedua bahunya.

"Jadi gimana?" tanya Laki-laki.

"Gimana apanya?" Mia balik tanya.

"Di sini ngapain?"

"Oh, mojok aja, nyari ketenangan." jawab Mia santai.

"Emang sering, ya, mojok kayak gini?"

"Enggak juga, males aja nonton konser, berdesakan kayak gitu, panas, engap,"

"Ya emang kayak gitu, mau adem tuh ya live musik di cafe-cafe."

"Emang, aku lebih suka live musik di cafe -cafe, apalagi tempatnya indoor jadi nggak panas-panasan kayak di lapangan."

"Baru pertama kali nonton konser kayak gini?"

"Iya. Ini juga karena diajak pacar, terpaksa."

"Masa sih? bukannya Zaki sering, ya, ke acara seperti ini?" tanya Laki-laki.

Mia heran, laki-laki itu tahu nama kekasihnya.

"Kamu kenal Zaki?" tanya Mia penasaran.

"Siapa yang nggak kenal ketua geng moge Bandung." jawab Laki-laki sedikit mengejek.

"Kamu sudah tahu dong, kalau aku pacarnya?" tanya Mia menebak.

"Tau, kamu kan sering dibawa ke acara-acara perkumpulan geng moge. Kamu tuh tidak pernah luput dari pandangan teman-teman Zaki." jawab Si Laki-laki.

Mia heran campur senang.

"Dari tadi kita ngobrol tapi tidak tahu nama masing-masing." ucap Mia.

Laki-laki menyodorkan tangannya dengan penuh percaya diri. "Aku Yuda."

"Mia." Mereka berjabat tangan. "Kalau kenal Zaki, berarti kamu anak moge juga?" tanya Mia lanjut.

"Yap, aku juga salah satunya teman Zaki yang selalu memandangimu," Yuda gombal.

Mia tersipu malu. Dia membuang mukanya untuk menyembunyikan senyum bahagianya.

Mia mengatur suaranya. "Eu, ehmm, tapi aku kok jarang lihat kamu ya,"

Lihat selengkapnya