Seorang gadis tampak membuang napasnya. Bola matanya bergerak acak memandangi aula kampus yang terlihat ramai pagi ini. Namanya Edrea, Edrea Lovata. Gadis itu bersandar pada tembok sambil mengamati para mahasiswa baru yang mondar-mandir mencari kelompoknya. Hari yang sibuk, pikirnya. Jika bisa, ingin rasanya dia pergi ke tengah aula, berteriak membubarkan kerumunan massa, dan dia bisa cepat pulang lalu tidur. Sayangnya, dia belum segila itu. Tidak sekarang, mungkin nanti.
Dalam pandangannya, para mahasiswa baru yang melaksanakan Ospek hari ini tak lebih dari sekadar nasi tumpeng berjalan di matanya. Lihat saja topi kerucut berwarna kuning yang mereka kenakan, benar-benar seperti nasi tumpeng. Melihatnya saja sudah membuat dia kelaparan. Baju setelan hitam putih para mahasiswa baru itu juga mengingat Edrea pada SPG sebuah produk yang biasa dia temui di mal atau ruko-ruko di perumahannya.
"Kapan kelarnya sih ini acara? Ngantuk banget gue. Mana tugas sketsa Pak Karsono belum kelar pula. Nasib mahasiswa sok sibuk."
"Hoy, Edrea," panggil lelaki bernama Arsan.
"Apa?"
"Kerja, malah nyantai di mari. Tuh, ambil kamera lo di si Gilang. Bentar lagi dia pidato, minta di-candid yang cakep katanya buat postingan di Nistagram." Arsan melemparkan kartu tanda pengenal Rea yang dia temukan di depan ruang Ormawa.
"Mau difoto sama fotografer sekelas Andreas Darwis pun, kalau udah jelek mah jelek aja." Rea lantas berjalan melewati Arsan menuju tempat di mana Gilang berada.
Tidak perlu diambil hati. Seketus apa pun Rea, dia tetap menjalankan tugasnya dengan baik walau harus menggerutu di awal. Tolong, jangan dicontoh.