Rea ingat—jelas ingat—tiga puluh menit yang lalu motor matic Kavi meninggalkan area kampus bersama Kina. Namun, kini laki-laki itu sudah ada di hadapannya lagi. Kemana Kina?
"Lo ngapain di sini?"
"Tukang ojeknya bilang nggak bisa jemput kamu," jawab Kavi. Di pangkuannya sudah ada helm yang tadi Kina pakai.
"Hah?"
"Kamu tadi bilang pulang sama ojek, kan?"
Bego banget, sih, Re! Lo kan tadi bilang begitu.
"Oh i-iya, ini lagi nungguin tukang ojek."
"Ya sudah, yuk, pulang."
"Hah? Nggak usah. Gue kan sudah pesan ojek," tolak Rea.
Kavi tersenyum miring. Cowok itu turun dari motornya dan berjalan pelan menghampiri Rea.
"Tadi tukang ojek yang kamu bilang itu baru saja kirim pesan ke aku, katanya nggak bisa jemput."
Kavi menunjukkan pesan singkat dari tukang ojek pesanan Rea—yang sebenarnya ayah Rea.
"Dia bahkan sampai nelpon aku," sambung Kavi.
Rea menunduk, merasa sandiwaranya di hancurkan secara konyol oleh ayahnya sendiri.
Beberapa saat yang lalu...
Kavi baru saja sampai di rumah Kina yang tak jauh dari kampus. Kina memberikan helmnya kepada Ragil.
"Hati-hati di jalan, ya, Kav." Kina tersenyum memandang Kavi. Kavi sudah memakai helm dan siap menyalakan motornya saat sebuah panggilan masuk ke ponselnya.
Om Ardi is calling...
"Assalamu'alaikum, Om?"
"Wa'alaikumsalam, Kav, kamu masih di kampus?"
Kavi melirik Kina sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Sudah di luar kampus, Om. Ada apa?"
"Oh, begini, tadinya Om mau minta kamu antar Rea pulang karena Om nggak jadi jemput dia. Tiba-tiba ada rapat mendadak."
Kavi mengerutkan keningnya, bukannya tadi Rea bilang akan pulang naik ojek? Apa mungkin ojek yang Rea maksud adalah ayahnya?
"Kavi?"
"O-oh iya, Om, biar saya aja yang antar Rea pulang. Kebetulan posisi saya nggak jauh dari kampus, kok."
"Beneran nggak repot?"
"Nggak Om, nggak mungkin ngerepotin."
"Ya sudah, tolong, ya? Om nggak berani nyuruh Rea naik ojek online atau angkot. Kamu tahu sendiri, kan, Rea orangnya gampang tidur?"
"Iya, Om, Kavi paham. Yaudah, Kavi tutup dulu teleponnya, ya?"
"Oke, terima kasih, Kav."
"Sama-sama, Om." setelah telepon terputus, Kavi langsung memutar balik kembali ke kampus dengan cepat. Dia bahkan lupa berpamitan dengan Kina yang saat itu masih ada di dekatnya. Memang masih sebesar itu pengaruh Rea bagi Kavi.