Cloud Walker

Gemi
Chapter #3

[01.02] RIGEL

Jakarta. 31 Desember 2017.

‘Apakah aku adalah sesuatu yang diciptakan untuk dibuang ke dalam tong sampah? Aku terus saja gagal.’

Semilir angin berembus masuk ke dalam apartemen. Gorden jendela berwarna krem yang panjang hingga menyapu lantai itu berkibar-kibar sedikit. Udara sejuk yang alami terasa begitu nyaman, menyelingi panasnya udara Jakarta yang menyengat sepanjang hari ini atau sejuknya tiupan angin dingin buatan dari pendingin udara di dalam ruangan.

Rigel duduk di tempat yang ia sebut work space. Sudut ruang di dekat jendela dengan pemandangan jalanan kota dan langit malam. Tempat untuk sebuah meja yang dipenuhi alat tulis dan tumpukan buku catatan untuk keperluan menulisnya, dan sebuah kursi empuk yang nyaman.

Sambil bersandar di kursi itu Rigel menatap ke arah ponsel di tangannya tanpa bisa mengeluarkan ekspresi yang ia inginkan. Menangis. Tertawa. Menghela. Jungkir balik. Atau apalah.

“Lagi …” ucapnya datar.

Lagi. Gagal di akhir tahun.

Novel yang ia sertakan dalam kompetisi menulis baru saja gagal, lagi, bulan lalu dan sekarang ia menerima kegagalan lainnya. Novelnya ditolak oleh penerbit, lagi.

Setiap terjadi hal seperti ini, ia selalu ingin menangis keras-keras. Pasti bagus jika bisa menangis. Pasti akan lebih lega rasanya. Tapi, setiap ia ingin menangis, tidak ada air mata yang keluar dan wajahnya hanya memberikan ekspresi datar.

Menangis. Untuk suatu kegagalan. Sepertinya, sekarang ia sudah tidak bisa.

Rigel adalah seorang Pemburu Mimpi yang memang tidak bisa menangisi hal-hal kecil. Seorang jomlo. Tidak memiliki pekerjaan tetap. Dan, saat ini ia tinggal di sebuah apartemen milik sahabatnya, di Kota Jakarta.

Ia adalah seseorang yang bisa meninggalkan banyak hal—ia bahkan telah meninggalkan pekerjaannya di suatu perusahaan yang bagus dengan posisi bagus itu—untuk mengejar mimpi yang sudah ia tunda cukup lama ini.

Mimpi yang sebenarnya tidak mendapatkan dukungan seperti yang ia harapkan.

'Aku telah meremehkan kehidupan ...'

Hari ini tiba-tiba saja ia merasa telah membuat keputusan yang salah.

'Kupikir, akan segera mewujudkan impian setelah meninggalkan pekerjaan yang lainnya. Tapi …'

Lihat selengkapnya