Yes, aku sedikit gugup memulai rencana hebatku hari ini buat Ra. Rasanya agak aneh juga tidak mengajak anak itu ngobrol seperti biasanya. Barnes dan Eben serta Zefry yang biasanya suka ngegodain Ra, juga seketika jutek pada Ra.
Aku sedikit kasihan melihat Ra yang salah tingkah karena perlakuan Sabila yang tidak ramah, juga Mercy dan Desi yang tiba-tiba mendiamkannya. Namun, aku harus menguatkan hati, agar semua bisa berjalan baik sesuai rencana.
Rapunzel jadi kikuk. Biasanya, aku ngajak dia ngobrol atau sekadar berbagi gambar lucu saat pelajaran. Kini, aku jadi orang yang tidak mengasyikan sama sekali. Sebenarnya, aku tidak tega, tetapi ini demi acara nanti sore.
Akhirnya, jam pelajaran berlalu. Saat di dekat parkiran sekolah, aku sengaja melewati Ra dan berkata sekilas saja padanya, nanti sore aku akan menjemput ke rumahnya. Aku sedikit lega karena Ra membalas lambaian tanganku.
Sorenya, aku sudah membonceng Ra, mengajaknya menuju tempat yang telah kami rencanakan. Sepertinya, Ra belum menyadari kalau hari ini dia ulang tahun. Semua berjalan sesuai rencana, sampai kehadiran badut yang lucu itu sedikit mengganggu suasana. Aku baru tahu, Ra sangat takut pada badut. Kocak sekali. Bukankah badut itu sangat lucu?
Surprise yang aku dan Sabila rencanakan berjalan dengan sempurna. Aku berhasil membuat Ra ketakutan dan menangis histeris dalam kegelapan pasar malam. Aku senang rencana ini sukses, walau tangan dan pinggangku nyeri karena jadi sasaran cubitan tangan Ra. Hahaha.
Malam yang sangat istimewa buatku, pertama kalinya punya teman, dan bisa memberikan surprise di hari ulang tahunnya.
“Dit, makasih banyak, ya. Surprise ke-14 kali ini sungguh luar biasa!” kata Ra sambil berlalu masuk rumahnya, saat kuantar pulang.
*
Pagi ini aku hampir saja terlambat bangun. Langit begitu gelap, tidak seperti biasanya. Aku buru-buru mengeluarkan sepeda kesayanganku, dan melesat menembus pagi nan mendung.
Aku sempat berhenti di depan rumah Ra, tetapi mobil silver-nya sudah tidak tampak. Mungkin Ra sudah berangkat lebih dahulu. Aku pun melanjutkan ke sekolah dengan sedikit lebih cepat, takut kehujanan.
Suasana sekolah jadi tampak beda jika gelap begini, seperti sekolah sihir di film Harry Potter. Ngomong-ngomong soal Harry Potter, aku jadi ingat Rapunzel Potter hihihi, yang membuat Ra mendapat hukuman, bersamaku.
Aku segera berlari menaiki tangga dan menuju kelas di lantai dua. Beberapa teman sudah duduk di tempatnya masing-masing. Mataku tertuju pada mejaku, tetapi Ra belum ada di sana.
“Hufff, ke mana, sih, anak itu?” Aku mengembuskan napas kecewa, apalagi saat tidak melihat tas ransel berwarna cokelat yang selalu menemani Ra. Kemudian, aku meletakkan tasku dan duduk. Aku jadi heran, kenapa Ra belum datang? Apalagi, tadi rumahnya sepertinya sudah kosong.