Kevin baru semester enam saat pertama kali menyadari ada sesuatu yang aneh dalam tubuhnya:
Ia tidak bergairah saat menonton film porno, tidak juga saat ciuman pertama, bahkan tidak juga ketika pacarnya dulu mengirim foto dari kamar mandi hotel.
Namun ia bergetar, nyaris orgasme, ketika dosennya melempar bolpoin ke meja dan berteriak:
“Judulmu ini absurd, Kevin! Tinjauan teori mana yang kamu pakai?!”
Detik itu, tubuh Kevin panas. Jari-jarinya berkeringat.
Ia menyebutnya ‘skripsigasm’—dan sejak itu, ia tahu: ia memiliki kecenderungan aneh terhadap kekuasaan akademik.
*****
Kevin adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, satu-satunya yang kuliah.
Ayahnya supir bus pariwisata, ibunya penjual camilan di kantin kampus. Ia dibesarkan dengan harapan untuk “sukses”, dan diukur dari seberapa sering bisa tampil di seminar mahasiswa.
Di balik itu semua, Kevin menyimpan satu rahasia:
Ia hanya bisa mengalami klimaks emosional ketika dihadapkan pada tekanan akademik dan suara otoritas yang marah.
Ia pernah hampir jatuh cinta pada seorang dosen tamu—bukan karena kecantikan, tapi karena gaya bicaranya yang cepat, logis, dan menuduh.
*****
Hari pertama di “Club Fantasy”, Kevin datang dengan wajah pucat.