ClubHouse

Puspa Febrina
Chapter #1

Teater

" Besok siang kita latihan " ucap Stecu.

" Kok besok? Kenapa gak sekarang? " tanyaku pada Stecu.

" Papi gak bisa mantau kita latihan kalau hari ini "

" Emangnya pak Endro kemana Cu? ". Suara itu datang dari arah jendela kelas dan itu adalah salah satu dari kami, namanya Bahari.

Stecu hanya melihat sekilas ke arah Bahari, ia diam sejenak sambil merapihkan buku dan alat tulisnya yang belum sempat ia masukan ke dalam tas. " Papi mau ketemu sponsor buat acara kita Har " ucap Stecu. " Wow acara kita bakal besar dong? ". Wajah Bahari terlihat sumringah mendengar pernyataan Stecu tentang sponsor acara. Stecu hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Bahari. Aku pun tak kalah penasaran dengan hal yang Stecu bilang, soal sponsor dan acara teater kami. " Jadi bakal banyak yang nonton Cu? " tanyaku kali ini. Bukan Stecu yang menjawab, tapi malah Bahari. " Itu sih pasti, kalau gak banyak yang nonton nanti sponsor gak akan mau lah Yan ". Aku hanya mengangguk-anggukan kepala, sebetulnya masih agak bingung juga, kenapa harus pake sponsor, tapi aku urungkan untuk bertanya sekarang.

-----

Sebelum aku banyak bercerita tentang segala hal, aku ingin kalian para pembaca bisa tahu tentang aku, dan tokoh utama lainnya, tokoh yang kisah dan keberadaannya krusial di dalam cerita. Pertama akan aku kenalkan kalian pada Stecu, sebetulnya nama aslinya adalah Ranu, tapi kami memanggil dia Stecu karena setelan cuek. Kalau yang satu lagi namanya Bahari, sebetulnya itu juga bukan nama asli, jadi kami disini banyak yang pakai nama panggilan, entah nama dari tokoh yang pernah kita mainkan, atau karena kepriadian kita, contohnya Stecu. Nama asli Bahari itu Sean, nama kerennya itu sangat selaras dengan penampilannya yang paling tampan diantara kami berdua, tapi janganlah kalian muji ketampanan di depan si Bahari langsung, yang ada dia malah sombong.

Alasan kenapa Sean dipanggil Bahari, karena kata pak Endro namanya terlalu kebarat-baratan, jadi diganti Bahari saja, toh artinya tetap sama, laut. Awalnya Sean agak sebal jika dipanggil Bahari, karena katanya seperti nama warung makan tegal, atau sering disingkat warteg. Tapi lama-kelamaan Sean mulai terbiasa dengan panggilan Bahari dan tak merasa kesal seperti dulu. Lain hal dengan Stecu yang bodo amat jika dipanggil Stecu, baginya nama cuma sekedar cara agar seseorang mudah dikenali saja, yang penting adalah kelakuan orangnya. Emang bijaksana sekali manusia satu ini dan sejujurnya Steculah yang sikapnya paling dewasa, ketenangan yang ia miliki jelas membuat banyak orang segan padanya. Sedangkan nama asliku Giri Andrian dan sekali lagi pak Edrolah yang mengubahnya menjadi Gian.

Kata pak Endro, biar namamu jadi keren, kalau Giri katanya ia malah ingatnya ikan tenggiri, kan agak aneh pemikirannya, tapi ya suka-suka pak Endro saja. Akhirnya nama-nama seperti Stecu, Bahari, dan Gian lah yang melekat di diri kami masing-masing, menjadi identitas baru yang tak hanya menunjukan identitas untuk mudah dikenali tapi menjadi sebuah icon tersendiri untuk kami. Pak Endro sendiri adalah pembimbing teater kami sekaligus ayah Stecu, ia adalah orang yang berjasa dalam karier kami di dunia perteateran. Kami bertiga bisa dikenal banyak orang selain kehendak Tuhan, juga karena kemurahan hati dan kekuatan jaringan yang pak Endro miliki. Teater ini dulunya hanya tempat pak Endro menumpahkan hobinya dalam berseni peran, lalu aku dan Bahari masuk hingga jadilah kami bertiga dan dari sana lah bakat kami diasah lebih dalam hingga menjadi seperti sekarang.

Dulu aku dimasukan ke dalam teater ini oleh ibuku agar aku bisa punya teman, sebab aku anak pindahan dari sekolah lamaku ke sekolah yang sekarang karena saat di sekolah lama aku sering dibully hingga tak punya teman sama sekali, makanya supaya aku punya teman dan kegiatan yang bermanfaat ibu memasukkan aku ke teater ini, hingga akhirnya aku juga bertemu dengan Stecu dan juga Bahari, dua orang yang menjadi teman karibku bahkan aku menganggap mereka seperti keluargaku sendiri. Sedangkan Bahari, alasan dia masuk ke dalam teater pak Endro karena katanya sih dia mantan model dan bintang iklan, cuma karena ibunya berekspektasi agar Bahari jadi aktor, makanya ia dimasukan ke teater ini, cuma kalau untuk jadi aktor film sih masih jauhlah, karena meskipun teater ini udah dikenal banyak orang, tapi belum banyak produser ataupun sutradara yang melirik kami.

Awalnya aku masih merasa malu saat awal masuk ke teater, takut salah, dan kurang nyaman, hingga pada satu projek teater pertamaku aku mulai merasa nyaman dan akhirnya menganggap jika semua bagian dari teater ini adalah keluargaku. Saat projek pertama itu aku melakukan kesalahan, cukup memalukan untukku yang masih pemalu dan mantan korban bully, awalnya aku menangis dan tak mau datang latihan lagi, tapi besoknya seseorang datang, pak Endro dan Stecu. Pak Endro tak banyak berbicara padaku, hanya menatapku sambil tersenyum, ia lebih banyak berbicara dengan ibu, sedangkan saat itu yang datang menemuiku ke kamar hingga aku mau keluar dari sana adalah Stecu, dia bilang satu hal yang hingga kini aku ingat dan akan selalu aku ingat.

Lihat selengkapnya